THE RICHMAN

The Richman - Ben Anthony



The Richman - Ben Anthony

Ben terduduk di kamar tidur lamanya. Kamar yang sampai sekarang masih rapi karena meski sudah bertahun-tahun tak dia tempati lagi. Foto-toto tentang keluarga kecil Richard Anthony terpajang di salah satu dinding, meski tidak banyak. Beberapa foto yang menunjukan bayi mungil Ben tengah di pangku oleh ibunya atau foto saat Ben berulang tahun, saat itu Christabell tampak begitu cantik dan sehat. Rahang Ben mengeras sekilas, kemudian dia tertunduk, hatinya menjadi kecut meski hampir seumur hidupnya dia tak pernah menitikan air mata karena haru. Ben termasuk tumbuh menjadi pria yang tidak terlalu perhatian, dia cukup dingin dan kurang empati, tapi melihat kondisi ibunya entah mengapa hatinya menjadi kecut.     

Menjelang sore dia menghubungi rekannya yang bekerja di biro jasa penyalur jasa home care dan juga asisten rumahtangga, dan malam ini datang dua orang. Mala berusia Empat puluh tahun sebagai asisten rumahtangga, sementara Leah yang berusia dua puluh tiga tahun sebagai perawat home care. Gadis muda itu memiliki backgorund keperawatan dan pernah bekerja di beberapa rumahsakit dan panti jompo. Patric yang dulu sekali sempat bekerja untuk keluarga Richard juga kembali bekerja untuk keluarga mereka sebagai supir dan Ben menambah dua orang petugas keamanan di rumah.     

Ben benar-benar ingin menghidupkan kembali Richard Anthony yang gagah dan menjadi pengayom di keluarga itu. Ben bahkan memanggil beberapa teknisi untuk memasang kembali komputer di ruang kerja Rich, membelikannya laptop dan menata ulang ruang kerja Richard.     

"Kau bisa tetap bekerja Dad." Ujar Ben setelah memberikan kejutan bagi Rich hingga membuat pria itu berkaca.     

"Kau masih memilik investasi, dan kau bisa bermain dengan itu di saat-saat senggang, saat mommy beristirahat. Leah dan Mala akan membantumu." Ujar Ben.     

"Thanks son." Richard begitu terharu. Dia yang sempat berpikir untuk benar-benar pensiun, meski dalam hati kecilnya tetap ada kerinduan untuk tetap menjadi Richard Anthony yang dulu. Dan kini Ben Anthony, mengembalikan taringnya, hingga Richard tak ragu lagi untuk mengaum keras seperti sang raja hutan yang gagah perkasa.     

"Mommy akan baik-baik saja dad." Meski kalimat Ben itu terdengar seperti kebohongan tapi Richard berusaha untuk percaya pada apa yang dikatakan puteranya itu.     

***     

Beberapa waktu sebelum Ben menyempatkan diri kembali ke kamarnya dia sempat melihat Richard sudah berbaring di sofa kamarnya dan tampak tertidur pulas, begitu juga dengan Christabell. Hal itu membuat Ben memutuskan untuk berjalan ke kamarnya, awalnya dia berniat untuk istirahat, tapi tampaknya dia tak bisa terpejam malam itu.     

Saat dia memejamkan matanya, kata-kata sang ayah tadi siang terngiang kembali, "Temukan wanita yang akan membuatmu jatuh hati, hingga kau tidak bisa hidup tanpanya." Ben menghela nafas dalam, kemudian berjalan keluar kamar dan menuju meja bar. Tak banyak lagi koleksi minumannya, hanya sisa-sisa minuman lama yang tinggal beberapa botol.     

Ben mengambil salah satunya dan membuka botolnya, kemudian menuang dalam gelas, tiba-tiba Leah bejalan melewatinya.     

"Good night sir." Sapanya pada Ben.     

"Good night." Jawab Ben, "Dari mana kau?" Tanya Ben mendadak membuat Leah menghentikan langkahnya. "Mengganti diapers Mrs. Anthony." Jawab Leah, dan itu membuat Ben tertegun.     

"Kau menggantinya sendiri?" Tanya Ben.     

"Ya." Angguknya. "Aku sudah biasa melakukannya." Senyum Leah, "Saya permisi." Ujarnya sebelum meninggalkan Ben begitu saja di bar. Rahang Ben mengeras sekilas, dia tampak mengibaskan kepalanya, tidak mungkin segelas bir mampu membuatnya mabuk hingga melihat Leah begitu cantik malam ini.     

Ben memilih untuk mengembalikan botol minuman keras itu ke tempatnya dan berjalan ke kamarn Richard. Tampaknya sang ayah masih tertidur pulas, pertanda Leah begitu piawai dalam mengerjakan tugasnya hingga Rich sama sekali tak terganggu tidurnya, sementara Christabell juga sudah bisa kembali tertidur pulas. Setelah memeriksa kedua orang tuanya itu, Ben berniat untuk kembali ke kamarnya, tapi dia menyempatkan diri untuk berjalan ke dapur dan mengambil air mineral. Lama tak minum membuat mulutnya merasakan sensasi lain setelah menenggak bir dalam takaran tanggung.     

Ben masuk ke dapur dan seketika itu Leah tampak terkejut hingga terlonjak sembari memegangi dadanya. "Hei, . . . sorry, aku tidak bermaksud mengejutkanmu."     

"Oh, maaf aku pikir sudah tidak ada orang yang bangun." Ujar Leah.     

"Apa yang kau lakukan?" Tanya Ben.     

Leah membuka lemari pendingin dan mengambil sebuah kotak berisi yogurt. "Aku sering memakannya jika aku sulit tidur." Jawabnya.     

"Yogurt?" Alis Ben bertaut.     

"Ya, aku suka rasanya jadi aku bawa beberapa kotak kemanapun aku pergi." Ujarnya. "Maaf aku menyimpannya di lemari pendingin anda."     

"No . . . it's ok. Kau boleh memakai apapun yang ada di rumah ini, anggap saja rumahmu sendiri." Ujar Ben sungkan.     

Leah mengambil satu kotak lagi dan kembali menutup lemari pendingin. Dia membuka satu kotak dan menusukkan sendok ke dalam kotak berisi yogurt vanila pada Ben. "Untukku?" Tanya Ben terkejut.     

"Ya, ini sangat enak. Cobalah." Ujar Leah dengan senyum yang entah mengapa begitu manis di mata Ben.     

"Vanilla." Ben mengangkat kotak itu kemudian mengambil satu sendok kecil yogurt dan memasukkannya ke dalam mulut. Sensasi asam dan juga vanilla lumer di mulut Ben dan itu terasa sangat enak ternyata, ditambah dengan sensasi dingin karena baru saja keluar dari lemari pendingin. Sementara itu Leah juga memakan yogurt yang ada di dalam kotak di tangannya.     

"Ini enak." Ujar Ben.     

"Semua orang menyukainya saat aku merekomendasikan yogurt itu pada mereka." Leah tersenyum lebar.     

"Kau sering kesulitan tidur?" Tanya Ben.     

"Terkadang itu rumit." Jawab Leah.     

"Mengapa rumit?" Ben terlihat bingung dengan jawaban itu.     

Leah mengerucutkan bibirnya sekilas, "Aku bekerja di rumahsakit di Nevada untuk satu tahun, tapi orang tuaku berpisah dan ibuku pindah ke New York jadi aku ikut dengan ibuku." Ujar Leah menceritakan tentang dirinya meskipun Ben tidak meminta dia menceritakan sedetail itu, tapi tampaknya gadis ini begitu terbuka dan mudah bergaul.     

"Di New York, aku bekerja di panti jompo selama dua tahun. Dan ibuku menemukan pasangannya, dia pindah ke Phoenik bersama dengan suami barunya dan aku bertahan di sini."     

"Jadi hubungannya dengan kesulitan tidurmu yang rumit itu?" Ben menyipitkan matanya pada Leah.     

"Oh ya, aku sampai lupa menjawab bagian itu." Senyumnya merekah sekali lagi, meski sudah sangat larut, entah mengapa justru senyum itu yang kini membuat Ben tak ingin tidur.     

"Aku menjaga lansia setiap hari hampir duapuluh empat jam karena aku mengambil long shift demi uang lembur, jadi karena kebiasaan itu membuatku sulit tidur saat aku menganggur." Jawabnya.     

"Berapa yang kau dapatkan untuk long sift selama duapuluh empat jam itu?" Tanya Ben penasaran.     

"Em, sejujurnya tidak penuh duapuluh empat jam, aku mengambil waktu istirahat enam jam di siang hari." Imbuhnya.     

"Beberapa yang kau dapatkan untuk long shift mu?"     

"Seratus dollar." Jawab Leah dengan mata berbinar, dan mata Ben membulat dibuatnya.     

"Anda terkejut? Karena itu sangat besar?" Tanya Leah dengan girang, tapi Ben justru dibuat trenyuh dengan semagat gadis itu, sebelum Ben menjawab, Leah sudah melanjutkan kalimatnya. "Aku bisa menabung dari long sihiftku yang bisa ku ambil tiga hari dalam seminggu itu dan mengirimkan uang hasil tabunganku untuk ayahku." Ujarnya.     

"Ayahmu?" Alis Ben bertaut.     

"Ya, dia sering menghubungiku dan mengatakan bahwa dia butuh uang."     

"Tapi dia ayahmu, seharusnya dia bekerja untuk dirinya sendiri, atau justru memberimu uang karena kau bagian dari tanggungjawabnya." Protes Ben.     

Leah tersenyum lebar, "Tidak semua anak seberuntung itu Sir." Ujarnya lugu.     

"Apa kau marah pada keadaan?" Tanya Ben.     

"No." Geleng leah. "Tapi aku punya cita-cita."     

Alis Bertaut, "Cita-cita apa?" Tanyanya.     

"Jika aku menjadi orang tua, aku tidak akan membiarkan anakku mengalami apa yang kualami sekarang." Ujarnya, lagi-lagi dengan nada dan eksprsi yang begitu lugu, dan itu membuat Ben merasa ditampar. Bagiamana seorang gadis yang mengalami berbagai kejadian buruk dalam hidupnya, dikecewakan oleh orang tuanya, ayahnya yang tidak bisa menyayanginya jusru meminta banyak uang darinya, ibunya yang sibuk memikirkan kebahagiaannya sendiri ketimbang memikirkan puterinya, tapi Leah masih memiliki cita-cita yang terdengar konyol di telinga Ben, memiliki anak-anak dan menjadi orang tua.     

"Kau tidak trauma dengan apa yang kau alami di masa kecilmu?" Tanya Ben.     

"Soal perceraian orang tuaku?" Alis Leah bertaut.     

"Ya, misalnya dan banyak lagi yang mungkin kau alami sebagai seorang anak."     

Leah tersenyum, "Aku percaya bahwa setiap orang lahir dengan takdirnya sendiri-sendiri, begitu juga denganku. Meskipun keluargaku berantakan, ayah ibuku bercerai tapi aku masih sangat yakin aku akan bertemu dengan seseorang yang sangat mencintaiku." Wajah lugu Leah tampaknya berhasil menyihir Ben malam itu.     

"Anda melihatku seolah-olah aku adalah benda aneh." Leah menyeret Ben dari lamunannya.     

"Tidak, aku tidak menatapmu seperti itu." Sangkal Ben. "Aku hanya berbeda pandangan denganmu dan merasa cukup terkejut dijaman sekarang ini masih ada orang yang berpikiran selugu dirimu." Jujur Ben.     

"Hidupku sangat sederhana Sir, aku tidak memiliki banyak tujuan yang rumit." Leah menyuapkan lagi beberapa sendok yogurt dalam mulutnya. "Selamat malam." Leah membuang bungkus yogurt itu ke tempat sampah lalu mengambil air mineral dan membawanya ke dalam kamar.     

"Thanks untuk yogurt ini." Ben mengangkat kotak yogurt yang ada di tangannya. Pria yang tak pernah suka makanan penutup dan sejenisnya ternyata bisa menikmati rasa Yogurt vanilla tengah malam. Ben juga merasa aneh dengan dirinya sendiri. Hingga akhirnya dia merasa harus menyudahi memakan yogurt itu dan pergi ke kamarnya untuk menyikat gigi dan tidur.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.