THE RICHMAN

The Richman - Investigation



The Richman - Investigation

0Seminggu belakangan Adrianna uring-uringan, dia benar-benar menyangka Aldric melakukan afair dengan perempuan lainnya. Meski tidak secara terang-terangan, tapi hampir setiap kali ada kesempatan dia mengintai ponsel suaminya. Setiap hari nama Alexandra Cameroon selalu ada di log panggilan Aldric, entah Aldric yang menghubungi wanita itu atau sebaliknya.     

Sementara Aldric yang menyadari kecemburuan isteirnya itu sengaja membuat situasi semakin dramatis. Beberapa kali dia sengaja menelepon Alexandra dan menjauh dari tempat Adrianna berada untuk memberikan kesan bahwa dia benar-benar ada afair dengan wanita itu. Membuat Adrianna cemburu adalah bagian dari rencananya memberikan kejutan pada Adrianna. Aldric bahkan melengkapi sandiwaranya dengan mengganti sandi ponselnya hingga Adrianna kelimpungan tidak lagi bisa memeriksa ponselnya.     

Sama seperti malam-malam sebelumnya, Aldric pulang larut malam, bukan karena ingin membuat Adrianna cemburu, namun pekerjaannya benar-benar menjadi sangat menyita waktu. Dan malam ini saat dia masuk ke dalam kamar, Adrianna tidak berada di dalam. Alis Aldric bertaut, apa ini adalah kelanjutan drama yang di ciptakannya tadi pagi?     

Aldric memeriksa ke walking closet mungkin dia sedang melakukan sesuatu di sana, dan ternyata tidak. Aldric mencari ke toilet dan tidak ada juga. Pria itu kini mulai kebingungan. Dia keluar dari kamar dan memeriksa satu persatu sudut rumah sampai akhirnya berpapasan dengan Sarah yang tengah mengambil air minum di dapur.     

"Apa kau melihat Adrianna?" Tanya Aldric dan Sarah justru terlihat bingung. "Nyonya ada di kamar." Jawabnya, "Seharian dia menghabiskan waktu di kamarnya." Imbuh Sarah.     

Aldric menaikkan alisnya, dia mengambil ponselnya dan menghubungi Adrianna sambil terus mencari dibantu oleh Sarah. Terdengar sayup-sayup suara ponsel Adrianna, dan itu dari dalam kamar. Aldric memeriksa ke dalam kamar lagi dan ternyata ponselnya tergeletak begitu saja di atas ranjang.     

Aldric berdiri dengan wajah cemas, dia mencoba menghubungi mertuanya, Richard Anthony.     

"Halo." Richard menjawab dengan suara parau, mungkin saja pria itu sudah tidur saat Aldric menghubunginya.     

"Halo." Jawab Aldric. "Em, maaf aku hanya ingin memastikan apa Adrianna ada di rumahmu?" Tanyanya.     

"Adrianna tidak ada di rumah?" Tanya Richard panik.     

"Em, tidak." Aldric mengusap-usap keningnya dengan bingung. "Aku baru pulang dan tidak menemukan dia di rumah. Aku pikir dia pulang kerumah orangtuanya."     

"Tidak." Jawab Richard.     

"Ok, aku akan mencarinya. Ku hubungi nanti." Aldric segera mematikan sambungan teleponnya dan berjalan keluar dari apartment menuju garasi. Rupanya mobil Adrianna tidak ada di tempat, sementara supir yang di bayar untuk stand by hari ini kebetulan sedang tidak masuk kerja.     

"Dia pergi dengan mobilnya." Ujar Aldric pada Sarah sang asisten rumahtangga. "Tunggu di rumah, jika dia pulang, berikan kabar padaku." Perintah Rich, dan Sarah menganggk. Aldric bergegas masuk ke dalam mobilnya dan bergegas mencari Adrianna.     

Tidak ada tujuan yang jelas karena Adrianna benar-benar nekat pergi tanpa memberikan petunjuk. Yang bisa dilakukan oleh Aldric hanyalah berkeliling di jalanan utama dan berharap untuk bisa menemukan Adrianna. Dia menghubungi sekretaris Adrianna di kantor, wanita itu cukup dekat dengan Adrianna meski mereka adalah bos dan anakbuah tapi kedekatan mereka bisa dibilang seperti kedekatan seorang teman.     

"Halo . . ." Aldric membuka pembicaraan.     

"Halo sir." Jawabnya sopan, meski sudah terlalu malam tapi dia masih menerima panggilan bos dari bosnya, yang juga suami dari bosnya.     

"Maaf menghubungimu terlalu larut. Apakah Adrianna menghubungimu hari ini?" Tanya Aldric penuh harap.     

"Tidak." Jawab sang sekretaris bingung. "Apa ada masalah Sir?" Tanyanya balik, tapi Aldric tidak ingin memperpanjang pembicaraan. Dia segera menyudarhi percakapannya dengan sekretaris isterinya itu. Aldric terus berkendara sembari melihat ke sisi jalan, beharap Adrianna memarkirkan kendaraannya di suatu tempat.     

Sekitar setengah jam berkendara berkeliling, tiba-tiba Aldric menerima panggilan dari Alexandra.     

"Halo . . ." Aldric menggeleng, seharusnya dia tidak menerima panggilan dari Alexandra selarut ini jika tahu itu akan membuat Adrianna isterinya nekat kabur dari rumah.     

"Hi." Alexandra menyapanya seperti biasa, hanya saja kali ini dia terdengar sedang buru-buru. "Maaf, apa kau kehilangan isterimu?" Tanya Alexandra.     

Mata Aldric membulat, "Bagiamana kau tahu?"     

"Em, aku akan menjelaskannya nanti. Sekarang aku ada di rumahsakit, aku akan mengirimkanmu alamatnya. Bisakah segera kemari?" Tanya Alexandra dengan nada kepanikan.     

"Ok, kirimkan segera alamatnya." Aldric segera mengakhiri panggilannya. Beberapa saat kemudian pesan singkat dari Alexandra masuk ke ponsel Aldric, berisi alamat rumahsakit tempat Adrianna dan Alexandra berada. Alexandra bahkan mengirimkan photo Adrianna yang berbaring dengan selang oksigen yang terpasang di hidungnya.     

Aldric menjadi sangat khawatir, apalagi isterinya saat ini tengah hamil muda. Pria itu segera memutar arah kendaraannya dan menuju ke rumahsakit tempat Adrianna di rawat. Setelah menempuh perjalanan sekitar dua puluh menit, Aldric tiba dri rumahsakit. Dengan terburu-buru menuju ruang perawatan tempat isterinya di rawat. Alexandra berada di dalam ruangan itu, dia yang semula duduk, mendadak berdiri saat Aldric masuk ke dalam ruangan.     

"Hai." Sapa Alexandra.     

"Hai." Aldric menyapanya singkat, sebelum mendekati isterinya dan dengan cemas menatap wajah pucat isterinya itu.     

"Dia pingsan, tapi dokter sudah memastikan kondisinya baik." Alexandra menjelaskan kondsi Adrianna.     

"Syukurlah." Aldric bisa bernafas lega sekarang. Dia menoleh ke arah Alexandra yang berdiri di sisi kanan dekat dengan kaki Adrianna. "Bagaimana kau bisa bertemu dengan Adrianna?" Tanya Aldric, sebuah keanehan jika Alexandra dan Adrianna bisa bertemu sedangkan mereka tidak saling mengenal sama sekali.     

Alexandra memutar matanya, dia sempat menghela nafas dalam. "Dia datang ke apartmentku." Jawabnya singkat.     

"Oh . . ." Aldric meremas wajahnya. "Aku minta maaf untuk apa yang dilakukan isteriku di apartmentmu."     

"Ya." Alexandra mengangkat bahunya. Sebenarnya dia cukup shock juga saat pukul sembilan seorang wanita mendadak mengetuk pintu apartmentnya. Alexandra mempersilahkannya masuk saat sang perempuan memperkenalkan diri sebagai isteri Aldric. Alexandra berpikir ini kunjungan biasa dari isteri rekan bisnisnya, tapi rupanya Adrianna menganggap Alexandra sebagai wanita idaman lain dari suaminya itu. Mengenang semua itu Alexandra bergidik, bulu kuduknya meremang mengingat betapa membabi butanya Adrianna sebelum akhirnya pingsan.     

"Hai." Adrianna berdiri di ambang pintu apartment Alexandra. Sementara Alexandra yang baru saja membuka pintu, menatap wanita itu dengan bingung. Alexandra merasa tidak mengenalnya sama sekali, tapi Adrianna yakin betul bahwa wanita yang berdiri di hadapannya adalah wanita idaman lain suaminya.     

"Hai . . . aku Adrianna." Ujar wanita itu, "Boleh aku masuk?" Tanya Adrianna sopan, tapi Alexandra masih belum mengenalnya sama sekali.     

"Apakah kita saling mengenal?" Tanya Alexandra.     

"Em, belum. Aku berkunjung untuk bisa menjadi temanmu." Adrianna membawa paper bag berisi hampers, juga sebotol wine. "Aku ingin merencanakan pembangunan rumahku, setelah melihat profilmu, tapi cukup sulit membuat janji temu dengnamu." Ujarnya.     

Alexandra yang awalnya ragu akhirnya memperbolehkan wanita itu masuk, memang beberapa klien yang sudah sering menggunakan jasanya, lebih nyaman bertemu dengan Alexandra dirumahnya dibandikan menemuinya di kantor.     

"Silahkan masuk." Alexandra mempersilahkan Adrianna dan wanita itu melihat-lihat ke sekeliling ruang tamu sebelum akhirnya duduk.     

"Kau tinggal di sini sendiri?" Tanya Adrianna sebelum duduk.     

"Ya." Angguk Alexandra.     

"Oh, biar ku tebak. Kau belum menikah?" Adrianna benar-benar bertingkah sok akrab.     

"Ya." Angguk Alexandra, dia masih mengamati gerak-gerik Adrianna. Wanita itu duduk di sofa dan menatap ek arah Alexandra.     

"Kau mengenal Aldric Bloom?" Tanya Adrianna dan itu membuat Alexandra mengerutkan alisnya.     

"Ya." Angguknya.     

"Oh, bagus sekali jika kau mengenal pria itu. Dia pengusaha muda yang sukses." Ujar Adrianna dengan tatapan dalam ke arah Alexandra, dan Alexandra dibuat semakin bingung dengan apa yang dikatakan oleh Adrianna. Mendadak Adrianna menyerangnya dan berusaha menjambaknya sambil berteriak histeris. Sementara Adrianna terus berusaha menjambaknya dan Alexandra tidak melawan, dia hanya melindungi dirinya.     

"KAU PENGGODA!!!" Teriak Adrianna dengan keras sambil terus menjambak, sementara Alexandra berteriak kesakitan.     

"Aku tidak menggoda suamimu." Alexandra berusaha membebaskan diri, tan tiba-tiba Adrianna melepaskannya dan terhuyung lemas dan jatuh pingsan. Alexandra mendadak panik karena dia sama sekali tidak tahu siapa wanita ini, apa motifasinya datang ke rumahnya dan mengapa tiba-tiba dia menyerang dirinya. Dan sekarang tiba-tiba wanita ini hamil. Alexandra sempat mondar-mandir panik, hingga akhirnya memutuskan untuk menelepon ambulance dan membawa Adrianna kerumahsakit. Setelah Adrianna mendapatkan perawatan yang baik, Alexandra baru berani menghubungi Aldric suaminya.     

Sekarang setelah Aldric dan Adrianna bersama, Alexandra merasa harus undur diri, meski tanpa menjelaskan apa yang dilakukan oleh isteri Aldric Bloom, kliennya. Sepertinya Alexandra akan menyimpan ini sebagai rahasianya.     

"Sebaiknya aku pergi." Alexandra pamit dari rumahsakit.     

"Jika isteriku berbuat nekat di apartmentmu, aku minta maaf." Sesal Aldric.     

"Tidak, dia hanya ingin berteman denganku sepertinya. Dia bahkan membawa kue dan wine, tapi tiba-tiba pingsan sebelum kami banyak berbicara." Bohong Alexandra.     

"Terimakasih banyak, apa yang kau lakukan sangat berarti bagiku." Ujar Aldric tulus.     

"Ya." Angguk Alexandra.     

Aldric memberikan pelukan singkat pada Alexandra dan wanita itu meninggalkan ruang perawatan. Meskipun dia dan Aldric tidak memiliki kedekatan, tapi Alexandra tidak menolak kenyataan bahwa Aldric Bloom begitu menarik di matanya. Tatapan mata Aldric, gaya bicaranya, cara bepakaiannya, postur tubuhnya, bentuk wajahnya, bahkan Aroma tubuh Aldric Bloom bisa membuat Alexandra jatuh hati. Gadis lajang itu benar-benar tak bisa menolak pesona Aldric Bloom, si pria beristeri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.