THE RICHMAN

The Richman - Nine Months Drama Start Today



The Richman - Nine Months Drama Start Today

0Aldric kembali dari kantor dan menyempatkan diri mampir di toko buku untuk membeli beberapa buku referensi Google untuk dipelajari calon orang tua. Sementara dia meminta Adrianna untuk beristirahat di rumah dan tidak datang ke kantor sejak dia kembali dari rumahsakit. Aldric bahkan langsung membayar asisten rumah tangga yang tak hanya bisa mengerjakan pekerjaan rumah tapi juga siap memasak untuk Adrianna dan bayinya juga seorang supir yang disiagakan duapuluh empat jam in case Adrianna memerlukan untuk pergi ke Rumah Sakit mendadak.     

Malam ini Aldric pulang sudah cukup larut dengan setumpukan buku yang dia letakkan di meja. Sementara Adrianna yang terus merasakan kantuk berat tampak sudah tidur sejak pukul tujuh malam.     

Ping, sebuah pesan singkat masuk ke ponsel Aldric, tampaknya itu dari seseorang yang benar-benar sudah di nantikannya sejak siang tadi. Rich segera menghubungi si pengirim pesan dan berjalan meninggalkan ruangan. Sementara Adrianna yang sempat mendengar suara suaminya itu terbangun, tapi yang dia lihat hanyalah Aldric yang keluar kamar demi menghubungi seseorang. Alis Adrianna berkerut, tapi dia memutuskan untuk tetap berbaring. Cukup lama Adrianna menunggu suaminya kembali ke kamarnya, dan saat Aldric kembali Adrianna pura-pura memejamkan mata.     

"I'll you later." Itu kalimat terakhir Aldric saat dia masuk kedalam kamar dan mematikan ponselnya. Setelah meletakan ponselnya di meja kecil dekat tempat tidur, Aldric berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri, saat itulah Adrianna dengan rasa cemburu yang mendadak menguasai dirinya, diam-diam membuka ponsel suaminya. Dia melihat log panggilan terakhir.     

"Alexandra Cameroon." Adrianna mengeja nama itu. Dia sempat melihat ke halaman perpesanan di telepon. Dan membaca pesan singkat baik yang pernah dirikim Aldric untuk Alexandra maupun sebaliknya.     

"Aku mencoba menghubungimu tapi kau tidak ada di kantor." Tulis Aldric tepat tiga hari yang lalu, saat Adrianna keluar dari rumahsakit.     

"Aku sedang keluar, bagaimana jika kita bertemu dan berbicara langsung." Alexandra menjawabnya di hari yang sama.     

Di hari berikutnya tampak pesan Aldric kembali terkirim untuk Alexandra. "Aku suka kejutanmu." Tulis Aldric lagi dan dibalas oleh Alexandra. "Aku tahu seleramu." Balasnya.     

Adrianna tak sanggup lagi membaca sampai kebagian bawah perpesanan mereka selama lima hari terakhir. Apa yang mereka bicarakan? Megapa mereka terlihat begitu mesra di pesan itu? Darah Adrianna berdesir, kecemburuan menelannya bulat-bulat hingga Adrianna akhirnya meletakkan ponsel itu ke tempat semula kemudian berbaring kembali memunggungi tempat suaminya biasa berbaring. Air matan Adrianna berderai-derai.     

"Apa karena aku hamil kau menjadi tertarik pada wanita lain semudah itu?" Guman Adrianna dalam hati. "Aku bahkan belum menjadi gendut dan seburuk itu tapi kau sudah sibuk mencari wanita lain." Imbuhnya dalam hati. Perasaannya masih begitu marah, kesal, cemburu dan tidka menentu. Namun saat mendengar suara pintu terbuka, dan sudah barang tentu itu suara pintu kamar mandi, Adrianna segera menghapus air matanya dna pura-pura tertidur.     

Aldric berjalan ke arah ranjang dan menyempatkan diri melihat ponselnya, setidaknya itu yang terdengar di telinga Adrianna, meski dia tidka melihat langsung. Tapi dia mendengar suara ponsel diletakkan kembali di atas meja.     

"Kau masih sibuk memeriksa pesan dari wanita itu sementara seharian isterimu menunggumu di rumah?" Adrianna berbicara dalam hati, dalam kemarahan yang besar yang membakar dirinya dari dalam.     

Aldric beringsut naik ke atas ranjang dan memeluk Adrianna, tapi Adrianna yang semula pura-pura tidur tampak bergerak dan menyibakkan tangan Aldric. Alis Aldric berkerut melihat ke arah Adrianna, tidak biasanya dia menolak dipeluk olehnya. Malam-malam biasanya Adrianna justru terlihat manja dan meminta untuk diusap-usap pada bagian punggung meski sudah tertidur.     

"Sayang kau belum tidur?" Tanya Aldric, dia beringsut mendekat ke arah Adrianna tapi Adrianna terus menyibakkan tangan suaminya itu.     

"Kau marah padaku?" Tanya Aldric, tapi Adrianna tidak menjawab. Aldric menghela nafas dalam kemudian beringsut menepi, dia memilih untuk berbaring memunggungi isterinya itu. Memang wanita hamil perasaannya menjadi sangat sensitif, ada kalanya mereka menjadi sangat cengeng, cemburu, marah bahkan ada kalanya mereka menjadi sangat manja. Tapi dari kesemua itu tidak ada yang benar-benar bisa membuat suaminya duduk tenang. Hal itu diakibatkan oleh perubahan hormonal yang terkadang menyebabkan mood swing yang sulit ditangani.     

Seperti halnya yang dialami oleh Adrianna, dia merasa dihianati oleh Aldric hingga menangis, lalu berpura-pura tidur kembali meski masih marah. Saat tangan Aldric menyentuhnya, biasanya itu terasa sebagai sebuah pelukan hangat yang menenangkan, tapi malam ini terasa seperti tusukan duri hingga Adrianna menyibakkannya dengan kasar. Dan saat Aldric yang merasa tertolak akhirnya menerima kenyataan dan memilih untuk tidur dengan menjaga jarak, air mata Adrianna kembali berlinang, merasa terabaikan, diacuhkan, tak dicintai dan tak diinginkan lagi.     

Saat ini yang ada di benak Adrianna hanyalah mencari tahu siapa Alexandra Cameroon, wanita yang menggoda suaminya saat dirinya tengah hamil.     

***     

Keesokan harinya Adrianna sudah tampak bangun dan duduk menghadapi segelas susu yang bahkan sudah mulai dingin dan tetap belum disentuh olehnya. Aldric masih merapikan diri di dalam kamar sebelum turun untuk menyantap sarapannya.     

"Morning." Aldric menghampiri isteirnya dan mengecup kepala isterinya itu dengan lembut. Kemudian Aldric meletakkan blazernya di atas kursi dan duduk menghadapi Adrianna. Sarah, sang asisten rumahtangga segera menyajikan secangkir kopi dan roti gandung panggang untuk bosnya itu.     

"Silahkan tuan." Ujarnya setelah meletakkan sarapan itu di hadapan Aldric, dan Al menjawab seadannya karena dia sibuk dengan ponselnya. Sementara Adrianna menyaksikan semua itu dan menjadi sangat marah, kembali marah setelah kemarahannya yang semalam yang masih menyisaka bara di dalam dadanya.     

Aldric tersenyum sekilas sembari menatap ke layar ponselnya kemudian tersadar, merasa diawasi oleh isterinya. Aldric meletakkan ponselnya dan menatap sang isteri.     

"Kau tidak meminum susumu?" Tanya Aldric.     

Adrianna tidak menjawab, dia justru membuang muka, tapi Aldric mengacuhkannya karena dia sudah membaca artikel tentang perubahan mood yang mungkin dialami oleh ibuhamil. Jadi Al tidak mengambil pusing ekspresi wajah isterinya itu.     

"Em . . . aku harus pergi." Aldric mengambil ponselnya dan Blazernya setelah menyesap kopi dari cangkirnya. Aldric bahkan tak mencicipi roti pangganngnya sama sekali, dia menghampiri Adrianna dan mengecup kepala isterinya itu sekilas lalu pergi. Tidak ada acara bermanja, ciuman bibir atau pelukan, dan itu membuat Adrianna merasa semakin terluka, tertolak dan tak di inginkan oleh suaminya itu.     

***     

Untuk beberapa saat Adrianna sibuk dengan layar ponselnya, dia membuka browser dan memlalui mesin pencari google dia mengetik nama wanita itu, Alexandra Cameroon. Beberapa artikel bermunculan lengkap dengan foto wanita muda yang cantik dengan rambut blonde dan tubuh semampai. Dia adalah salah satu arsitek berbakat di New York yang sempat memenangkan berbagai penghargaan sebagai arsietk muda berbakat. Dia juga dipercaya membangun beberapa realestate di kawasan Broklyn dan Manhattan.     

Adrianna tertegun membaca profil wanita itu, dia bahkan tak pernah mendengar namanya. Tapi jika dia adalah arsitek berbakat, masih muda, dan sedemikian cantik, bahkan di beberapa foto, Alexandra tampak mengenakan gaun sexy, tubuhnya sempurna, itu berarti perang dengan wanita ini akan berlangsung sengit. Sementara Adrianna merasa bahwa dirinya tak lagi ada gunanya, dia hanyalah sorang wanita hamil yang sebentar lagi akan menjadi gendut, dengan payudara kendur dan tidak akan menarik lagi.     

Adrianna beralih pada sosial media yang dimiliki oleh Alexandra. Dari akun instagram yang dimiliki oleh wanita itu, tampak beberapa foto liburannya ke berbagai negara, dia juga menghadiri beberapa pernikahan, dan di postingan terakhirnya, itu sekitar lima hari lalu, dia mengambil gambar cangkir kopi dan menulis caption, "It was a best coffee I ever drink, not because the taste but because of you." Tulis caption itu. Adrianna mengingat pesan singkat antara Alexandra dan Aldric suaminya, mereka juga memiliki janji temu beberapa hari yang lalu.     

Dengan demam keras Adrianna membanting ponselnya di atas meja dan itu membuat Sarah terkejut.     

"Anda baik-baik saja nyonya?" Tanya Sarah pada Adrianna. Wanita hamil itu tampak marah namun tak ingin membuka suara.     

"Apa kau pernah diselingkuhi oleh pasanganmu?" Tanya Adrianna, pertanyaan itu jelas membuat mata Sarah membulat ke arah majikannya itu.     

"Em, . . . anda benar-benar ingin tahu?" Sarah meletakkan kain lap di tangannya dan berjalan ke arah meja makan, tempat Adrianna duduk sedari tadi dengan gelas susu khusus ibu hamil yang bahkan tak disentuh sama sekali olehnya.     

"Ya." Jawab Adrianna tegas.     

Sarah menarik kursi lalu duduk di hadapan majikannya itu. "Suamiku melakukannya." Ujar Sarah, tapi sejurus kemudian dia mengkoreksi. "Maksudku mantan suamiku."     

Adrianna menautkan alisnya menatap Sarah, "Apa kau tahu alasannya?" Tanyanya penasaran, tapi Sarah menggeleng. "Tidak." Jawabnya.     

"Kapan dia melakukan hal itu padamu?" Tatapan Adrianna berubah menjadi empati, dan Sarah mulai mengenang. "Saat aku hamil anak perempuanku Audrey." Tutur Sarah, mendadak jantung Adrianna berhenti berdetak untuk sesaat.     

"Apa dia menganggpmu tidak menarik lagi?" Pertanyaan itu muncul setelah Adrianna sempat membeku beberapa saat. Dia membayangkan kejadian yang menimpa Sarah waktu itu juga tengahmenimpa dirinya saat ini.     

"Entahlah, bisa jadi dia berpikir seperti itu." Sarah terlihat sedih mengenang kejadian itu. "Dia mengencani teman kerjanya di Bar." Ujar Sarah dan itu membuat Adrianna kian lemas. Mungkin juga Alexandra tengah menjalin kerjasama dengan suaminya, tapi diluar urusan pekerjaan mereka tertarik satu sama lain.     

"Kau menceraikannya?" Tanya Adrianna lagi tapi Sarah menggeleng. "Dia meninggalkanku, kami tidak pernah benar-benar mengurus perceraian." Ujarnya dan Adriann menalan ludah. Mendadak kerongkongannya menjadi kering. Bagaimana jika suatu saat Aldric pulang kerumah dan mendepaknya dari rumah itu, atau justru dia yang tidak pernah lagi pulang karena sibuk bercinta dengan wanita lain di luar sana. Adrianna meremas wajahnya.     

"Nyonya anda baik-baik saja?" Tanya Sarah panik.     

"Aku akan istirahat, mendadak aku merasa lelah." Ujar Adrianna, dia berjalan ke kamarnya dan berbaring di sana. Menangisi dirinya, bayinya dan juga kisah tragis yang saat ini tengah berkembang di dalam kepalanya dan dia yakini sebagai sebuah kebenaran.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.