THE RICHMAN

The Richman - After



The Richman - After

0Ella yang kini lebih senang di panggil dengan sapaan akrab Ema itu melangkah turun dari mobilnya. Kali ini bukan lagi taksi atau kereta melainkan mobil pribadi yang dia beli dengan cicilan dari hasil keringatnya selama lima tahun terakhir.     

Istana, sama seperti tujuh tahun lalu saat dia melangkahkan kaki keluar dari sana, masih sama persis. Hanya yang terlihat berbeda adalah staf istana yang tak lagi di kenalnya atau mengenal dirinya sama sekali.     

"This way Mss. Dimitry." Seorang staff istana yang begitu sopan menunjukkan jalannya agar dia bisa bertemu dengan princess Eleonore dan suaminya. Ella mengikuti langkah wanita itu dan entah mengapa dia menyusuri koridor dekat dengan ruang makan dengan pintu terbuka. Tampaknya ada anggota keluarga istana yang tengah makan, tapi tak terlihat begitu jelas karena fokusnya adalah mengikut langkah staff itu.     

"Silahkan." Ujarnya sembari membuka pintu untuk Ella.     

"Thank you." Ella tersenyum dan masuk ke dalam ruangan. Belum ada siapapun di ruangan itu, hanya sebuah ruangan dengan sofa dan buku-buku tertata rapi di beberapa sudut. Ella tersenyum mengenang tempat kerjanya saat di istana ini. Dia memejamkan mata dan menghirup udara dalam-dalam mencoba menarik kembali kenangan tentang masa itu melalui aroma ruangan yang masih sama persis. Pengharum ruangan yang digunakan tampaknya tak berubah setelah sekian lama.     

Pintu terbuka dan seorang wanita hamil yang hampir tak dia kenali karena ukuran tubuhnya yang menggemuk dua kali lipat masuk ke dalam ruangan.     

"Your Highness." Ella memberi hormat dan wanita hamil itu menatap Ella dengan mata membulat.     

"Ella?" Alisnya bertaut menatap Ella dan wanita muda itu tersenyum dengan anggun.     

"Aku hampir tidak mengenalimu." Ellyn mendekati Ella dan memberikan pelukan padanya.     

"Aku berpikir wanita yang akan datang dari rumahsakit bernama Ema, dan ternyata kau."     

"Emanuella." Ella menjelaskan. "Bagaimana keadaanmu, sudah lama sekali sejak terakhir kali kita bertemu, . . ." Ekspresi wajah Ellyn berubah, "Hari itu sangat buruk, aku menyalahkan diriku selama bertahun-tahun karena hari itu."     

"Hei . . . look at you. Pregnant princess." Ella terlihat mencoba mengendalikan dirinya, "Sorry, harusnya aku bersikap lebih formal." Sesal Ella.     

"It's ok, just me tidak ada yang berubah kecuali soal seleraku terhadap pasangan."     

Ella tersenyum. "Kau terlihat mengagumkan Princess Eleonnore."     

"Am I?" Tanya Ellyn tak yakin.     

"Yes your are." Angguk Ella.     

"Soal ruamhsakit, buat dokumennya aku pasti melahirkan di rumahsakitmu."     

"Really?" Ella tersenyum lebar, "Semudah itu?" Tanyanya.     

"Aku tahu siapa kau, meski di awal perkenalan kita, itu sangat buruk, seperti terakhir kali kita bertemu."     

Ella tersenyum, "Sebuah proses kehidupan." Ujarnya sebelum menghela nafas dalam.     

"Kau tak bertanya soal kakakku?" Tanya Ellyn dan itu membuat wajah Ella terang-terangan menghianatinya, meski mencoba untuk tak terpengaruh sama sekali, tapi wajah Ella bersemu merah.     

"He's datting some one, I know." jawab Ella.     

"Kau melihat beritanya."     

Ella melebarkan matanya, "Berita itu boom di mana-mana, saat pertama kali mereka tertangkap paparazy sedang menikmati makan malam di luar istana." Ujar Ella, meski itu terjadi beberapa bulan lalu, tapi masih dia ingat dengan betul.     

"Ya, he's dating some one right now."     

"Good." Ella tersenyum, dia tak lupa membuka tasnya dan menyodorkan dokumen pada Ellyn. "Maaf your highness, tapi aku tetap butuh tandatanganmu di sini, part of my job"     

Ellyn mengangguk paham, dia mengambil pena dan membubuhkan tandatangannya. "Cukup tandatanganku atau perlu tandatangan suamiku?" Tanya Ellyn, "Dia sedang tidak di sini sekarang ini, mungkin untuk seminggu kedepan." Ujar Ellyn.     

Ella sempat kecewa, dia benar-benar tidak ingin datang lagi ke istana ini jika rasanya akan secampur aduk ini setelah bertemu dengan Ellyn. "Sebaiknya lebih dari satu orang, setidaknya anggota keluarga anda.     

"Ok, tunggu sebentar. Aku akan meminta yang lain." Ellyn mengambil ponselnya dan mengirim pesan singkat. Beberapa saat kemudian seseorang membuka pintu.     

"Kau butuh bantuan . . .?" Pertanyaan itu terdengar khawatir sebelumnya tapi saat melihat Ellyn duduk dan baik-baik saja, pria itu mengalihkan pandangannya pada wanita yang duduk berhadapan dengan Ellyn.     

"Aku butuh bantuanmu untuk menandantangi dokumen persalinanku." Ujar Ellyn sembari menatap Robert, kemudian beralih menatap Ella, keduanya tampak membeku, saling menatap dan tak bisa mengatakan apa-apa. Perpisahan itu, lima tahun lalu seolah terulang kembali hari ini dalam bentuk yang berbeda.     

"Your Majesty." Ella bangun dan memberi hormat begitu dia menemukan kesadarannya kembali.     

Robert menaikkan alisnya, dia berjalan ke arah Ella dan mengulurkan tangannya.     

"How are you, Mss. Dimitry." Ucapnya berusaha bersikap formal. Sementar ayang ada di dalam hati dan kepalanya saat ini hanyalah ingin memeluk wanita muda yang kini terlihat begitu elegan dalam balutan gaun berwarna plum dengan potongan yang pas sesuai bentuk tubuhnya.     

"I'm fine, thank you your Majesty." Ella jelas bersikap formal, gadis itu sudah terlatih patah hati dan terlatih untuk membohongi dirinya sendiri, apalagi orang lain.     

"Jadi kau bekerja untuk Portland Hospital?" Robert justru tertarik dengan profesinya saat ini, mengapa dia begitu elegan setelah menghilang selama lima tahun.     

"Yes your Majesty." Angguk Ella. "Sign here, please." Ella mengambil dokumen di atas meja kemudian meminta King Robert Owen untuk menandatanganinya.     

"Ok." Robert tak berusaha bertanya lebih jauh, dia hanya mengambil pena kemudian membubuhkan tandatangannya.     

"Aku sungguh senang sekali, dan ini menjadi kebanggaan bagi rumahsakit kami untuk memberikan pelayanan terbaik untuk proses perssalinan anda nanti your Highness." Ella menatap Ellyn dan tersenyum formal.     

"Anda bisa menentukan jadwal persalinannya sesuai keinginan anda setelah melakukan konsultasi dengan dokter kami." Imbuhnya. "Saya tahu bahwa anda berdua sangat sibuk, oleh karena itu saya pamit undur diri." Ella menundukkan kepalanya.     

"Your Majesty, your Highness." Gadis itu beranjak pergi dari ruangan itu setelah membawa dokumen yang dia butuhkan. Sebuah prestasi karena jalannya begitu mulus berurusan dengan keluarga istana. Mata Robert mengikuti langkah Ella keluar melalui pintu. Gadis itu benar-benar berubah menjadi begitu elegan dan berkelas. Gaun yang dia kenakan, stiletto yang menopang kaki jenjangnya, dan rambutnya yang dibiarkan terurai dengan gaya yang elegan. Lenggak-lenggok tubuhnya, tutur bahasanya, dan gaya bicaranya mengalami peningkatan yang begitu drastis. Ema bukanlah Ella yang lugu dan polos lagi, mereka tampak seperti dua orang yang berbeda meski mereka hanyalah satu orang yang sama.     

Di sisi lain, setelah pintu tertutup Robert menatap Ellyn.     

"Kau sengaja melakukannya?" Tanya Robert.     

"Aku bahkan tak tahu jika itu adalah dia. Staff mengatakan padaku jika perwakilan dari rumahsakit akan datang menemuiku, dan namanya Ema."     

"Emanuella." Robert mengkoreksi.     

"I don't know about it Robert." Ellyn berusaha meyakinkan kakaknya bahwa ini juga kejutan baginya. Ellyn tertunduk seklilas, kemudia melihat ke arah wajah kakaknya yang tampak gelisah. "Kau masih memikirkannya?" Tanya Ellyn ragu.     

Robert meremas wajahnya, dia bahkan menarik nafas dalam. "every day, and it tortures me." Angguknya jujur.     

"What about Willhelmina?" Ellyn menautkan alisnya.     

Robert menatap Ellyn, "Aku tidak ingin membicarakannya, fokus pada proses persalinanmu." Robert berjalan keluar dari ruangan itu, tapi sebelum benar-benar keluar, Ellyn memanggilnya.     

"Robby, . . . sorry." Sesalnya. "Tak seharusnya aku mengorek lagi luka itu." Sesalnya lagi.     

"It's ok." Robert tersenyum sekilas sebelum meninggalkan ruangan itu. Sementara Ella yang segera menemukan jalan keluar, masuk ke dalam mobilnya dan duduk diam di belakang kemudi. Jantungnya menghentak-hentak dengan keras, meski dia bersikap biasa saja, tapi itu adalah pertahanan terakhirnya dan kini sudah porak poranda. Dia tidak menyangka bahwa selah lima tahun, semuanya tidak baik-baik saja.     

Selama ini, gadis itu memiliki keyakinan bahwa hidupnya sudah kembali normal, tapi tidak ada yang benar-benar normal saat itu di hadapkan pada King Robert Owen Fredric Jr. Ternyata perasaannya masih menyala di dasar hatinya, dan saat menatap Robert, api yang semula kecil mendadak menyembur ke segala arah, bergejolak melawan dirinya sendiri.     

Di dalam ruang kerjanya, Robert duduk terdiam, dia bahkan tak menyadari saat Willhelmina masuk kembali ke ruangannya setelah sempat berbicara dengan Queen beberapa saat. Saat Robert bertemu dengan Ella, masalalunya, Willhelmina tidak ada di sana menyaksikan kejadian itu karena dia tengha bersama dengan Queen, menerima ceramah dari Queen yang isinya adalah afirmasi agar Willhelmina memikirkan untuk sebuah pertunangan atau bahkan pernikahan dalam waktu dekat. Bahkan lebih mirip dengan ancaman karena Queen menunjukkan daftar calon isteri Robert yang sempat tersimpan selama lima tahun, dan sepuluh wanita dalam daftar tersebut siap dinikahi oleh puteranya kapanpun.     

"Robert . . ." Willhelmina memanggil untuk ketiga kalinya, barulah Robert tersadar dari lamunannya.     

"Oh, sorry." Robert berdiri dari tempatnya duduk dan menghampiri kekasihnya itu.     

"Kau tidak mendengar apa yang kukatakan tadi?" Tanyanya.     

"What?" Tanya Robert. Willhelmina mendekatkan wajahnya ke wajah pria itu dan mengamatinya dalam-dalam seolah sedang mencari tahu sesuatu.     

"Robert, are you ok?" Tanya Willhelmina.     

"Ya." Angguk Robert cepat. Dia benar-benar ingin menyembunyikan semua masalalunya dengan rapat-rapat dari wanita di hadapannya.     

"Kau memikirkan sesuatu yang sangat rumit sepertinya sampai kau tak mendengar apa yang kukatakan. Aku berbicara lebih dari lima menit Robert." Willhelmina menatap lekat mata King of England itu.     

"Nothing." Geleng Robert. "Aku berpikir soal masa depan kita." Robert mengalihkan pembicaraan.     

"Exactly." Angguk Willhelmina. "Aku baru saja berbicara dengan Queen dan dia ingin kita segera menikah dan aku menyetujuinya. Tidak ada karir yang lebih baik dari pada menjadi Queen of England." Senyum Willhelmina mengembang lebar, dan Robert mengimbanginya. Tapi dari kalimat Willhelmina, dia tidak mendengar adanya cinta di sana melainkan ambisi.     

Robert ingin meluruskan hal itu, dia meraih wajah pasangannya itu dan menatapnya dalam, "Ibuku menanggung banyak penderitaan selama menyandang gelar itu. Penderitaan yang hanya dia sendiri yang tahu, dan dia berusaha untuk tidak membaginya dengan siapapun." Ujar Robert.     

"Aku berbeda dengan Queen Elena, jangan khawatir soal itu." Willhelmina mengecup bibir Robert dan untuk pertama kali dalam sejarah hubungan mereka yang masih terbilang singkat itu, Robert menolak ciumannya. "Aku terlambat untuk rapatku, Marcus akan mengantarmu pulang."     

"Ok." Willhelmina bukan gadis bodoh dan polos. Dia tahu bahwa sumber informasi paling bisa di andalkan adalah Marcus. Tapi membuka suara pria itu bukanlah perkara mudah. Dia harus mencari tahu apa yang membuat Robert berubah dalam hidungan kurang dari satu jam. Selama hubungan mereka, enam bulan terkahir Robert tak pernah sedingin ini padanya, apalagi melewatkan pembicaraan karena melamun.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.