THE RICHMAN

The Richman - Another Case Part II



The Richman - Another Case Part II

0"Briana, jika kau memenangkan gugatanmu, kau mungkin akan mendapatkan lebih dari yang ditawarkan oleh Jeremiah Jawson." Sheina menatap wanita itu. "Tapi media akan mengulitimu tanpa ampun setelah itu, jejak digital akan membuat anakmu menanggung beban hidup yang berat seumur hidupnya. Dan begitu juga denganmu." Ujar Sheina.     

"Aku harus bagaimana?" Tanya Briana.     

"Anak ini harus tahu ayah biologisnya siapa, dan dia berhak tahu. Dan jika Jeremiah menginginkan test DNA maka turuti saja, tapi aku pastikan kau mendapatkan uang itu, dan kau bisa hidup tenang dengan anak ini selama sisa hidupmu." Sheina menatap Briana, dia meremas tangan wanita malang itu.     

"Aku akan mebuat surat yang harus ditandatangani oleh Jawson bahwa sampai kapanpun dia tidak berhak mengambil anakmu darimu, itu yang harus dia tahu." Sheina menatap Briana.     

"Thank you, kau memberikanku pencerahan saat aku merasa semua jalan di depanku gelap."     

"Let's meet Jeremiah Jawson and his new lawyer." Shiena menatap Briana dan memberikan wanita itu kekuatan untuk bisa menghadapi dan memperjuangkan haknya dan hak anak dalam kandungannya.     

"Aku akan menghubungimu jika sudah berhasil mengatur jadwal bertemu dengan Jawson dan pencaranya."     

"Thank you."     

Briana dan Sheina berpelukan kemudian dia keluar dari apartment kecil milik wanita itu, dan tampaknya hari sudah mulai gelap. Sheina keluar dari area parkir apartment dan berhenti sejenak di tepi jalan untuk melihat ponselnya.     

Sebuah notifikasi email masuk melalui ponselnya, beberapa bulan lalu Sheina berkeinginan untuk menemuakn orangtua bilogosinya, setidaknya dia ingin mencaritahu siapa mereka, dan dia mendapatkan jawabannya melalui email hari ini. Bukan tanpa sebab, karena ibu biologisnya tengah mengalami kondisi yang buruk, dia terkena penyakit leukimia yang mengharuskannya menjalani kemoterapi.     

Dokter di rumahsakit mencari tahu tentang anak kandungya untuk meminta donor sumsum tulang belakang agar wanita itu bisa sembuh dari penyakitnya, tapi itu merupakan pukulan besar bagi Sheina. Setelah menunggu bertahun-tahun bahkan puluhan tahun, orang tuanya tak pernah datang menemuinya, atau bahkan mencarinya. Dan sekarang mereka datang untuk meminta bantuan dengan resiko yang sangat besar bagi dirinya.     

***     

Oliver tengah berdiri menikmati pemandangan di luar rumahnya dari sebuah ruangan besar dimana seluruh dindingnya terbuat dari kaca bening yang memungkinkannya melihat jauh keluar. Dia memegang segelas wine di tangannya dan berdiri menatap keluar.     

Merasa ada yang datang, Oliver berbalik dan melihat Sheina berdiri di kejauhan dengan maskara yang luntur dan juga wajah pucatnya. Oliver segera meletakan gelasnya dan menghampiri wanita itu.     

"What happened?" Tanyanya dan Sheina tak menjawab, dia langsung memeluk Oliver dan menangis di pelukan pria itu. Oliver menghela nafas dalam, yang bisa dia lakukan saat ini hanyalah mengusap-usap punggung wanita yang sangat dicintainya itu dan memberikannya ruang untuk bersedih sampai dia bisa mengendalikan dirinya dan mengatakan apa yang terjadi.     

Benar saja, beberapa saat kemudian Sheina mulai bisa berbicara setelah dia mencuci muka dan menyegarkan dirinya. Sekarang ini dia memegangi gelas wine dan duduk dengan kaki dilipat di atas sofa menghadap ke arah Oliver.     

"Katakan apa yang terjadi?" Tanya Oliver.     

Sheina menyesap minuman dari gelas di tangannya sebelum menjawab. "Beberapa bulan lalu, entah mengapa aku mendadak ingin tahu siapa orang tua kandungku." Jawabnya.     

"Lalu?"     

"Aku mengirim email ke yayasan tempat aku diadobsi untuk tahu orang tua kandungku. Berbulan-bulan aku tidak mendapatkan apa yang kuinginkan dengan alasan mereka tidak memiliki kontak orang tua kandungku." Ujar Sheina. Dia menghela nafas dalam, "Dan sekarang aku mendapatkan email yang berisi tentang siapa nama ibu kandungku lengkap dengan penyakit apa yang dideritanya dan apa yang dia perlukan dariku." Sheina tersenyum kecut.     

"Selama duapuluh tahun lebih aku menunggunya datang untuk menemuiku. Dia bahkan tak pernah mencariku." Ujar Sheina sedih.     

"Hei . . ." Olvier beringsut mendekat dan memeluknya. "Semua akan baik-baik saja."     

"I don't know." Sheina menjadi sangat pesimis. "Kasus Briana mengingatkanku pada ibuku. Jika dia adalah korban perkosaan, atau dia mengakhiri hubungannya dengan pasangannya, dia punya kesempatan dan pilihan untuk tetap merawatku atau tidak." Ujar Sheina. "Briana, wanita selemah itu, dia tak memiliki apapun dan dia mati-matian memperjuangakan bayi dalam kandungannya dan dia mengatakan bahwa dia akan merawat bayinya tak peduli apapun yang terajadi, bahkan meski ayah dari bayi itu meolaknya." ujar Sheina.     

"Dan ibuku, dia dalah Dwyne Brunett, seorang dokter Ongkologi." Ujar Sheina. "Dan sekarang dia berakhir sebagai pasien untuk penyakit yang selama ini coba dia sembuhkan dari para pasiennya." Ujar Sheina, tatapannya nanar ke arah Oliver.     

"Dimana dia tinggal?" Tanya Olvier.     

"Atlanta." Jawab Sheina.     

"Dia dirawat di mana, kau tahu?"     

"Atlanta Generals." Jawabnya.     

Oliver menghela nafas, "Aku tahu ini berat bagimu, tapi ini mungkin akan jadi kesempatan terakhirmu menemuinya dalam keadaan hidup." Oliver meraih tangan Sheina dan meremasnya lembut.     

"Ya." Air mata Sheina berjatuhan.     

"Jika kau ingin menemuinya, aku akan menemanimu." Pria itu meyakinkan lagi.     

"Thank you, tapi aku butuh waktu untuk memikirkannya."     

"Take your time, but don't take too long. Kau tahu penyakit itu mematikan." Oliver menatap Sheina dan gadis itu mengangguk.     

"Aku takut." Bisik gadis itu, matanya tampak berkaca kembali.     

"Apa yang kau takutkan?" Tanya Oliver lagi.     

"Aku takkut aku tak cukup baik baginya, atau sebaliknya. Bagaimana jika dia menolakku?" Sheina menghela nafas dalam.     

Oliver menata gadis itu, "Sheina, kau seorang perempuan. Sense of woman yang tidak bisa aku mengerti atau aku rasakan, tapi aku yakin kau tahu posisimu saat ini dan posisi ibu biologismu. Kau butuh waktu untuk memikirkannya, dan jangan terburu-buru mengambil kesimpulan." Ujar Oliver. "Dan aku punya satu kabar buruk, Gredy mengambil Jawson sebagai kliennya."     

"Perfect." Jawab Sheina.     

"Kau tak marah?"     

"Aku berencana membantu Briana untuk menyelesaikan masalahnya tanpa harus menghadapi persidangan yang panjang dan rumit."     

"Jadi apa maksudmu?"     

"Kesepakatan." jawab Sheina. "Briana tak membutuhkan status sosial apapun dari Jeremiah Jawson, dan aku yakin betul bahwa di dalam hati Jeremiah, dia masih menginginkan anak. Perceraiannya dengan Gadish Michaell karena Jeremiah menginginkan anak dan Gladish menolak." Ujar Sheina. "Ada kemungkinan bahwa Jeremiah mungkin akan menginginkan anak itu dikemudian hari tanpa ibunya dan aku akan memastikan Briana mendapatkan haknya, dan dia tidak akan pernah kehilangan anaknya sampai kapanpun." Sheina menatap Oliver, sorot matanya berubah menjadi optimis. Berbeda saat dia membahas soal dirinya sendiri.     

"Aku senang dengan semangatmu, dan ingatlah bahwa aku selalu berdiri di belakangmu untuk mendukungmu." ujar Oliver.     

"Thank you."     

Mereka saling menatap, dan dari kilatan mata masing-masing, mereka benar-benar dua orang yang saling mencintai hanya saja ego masing-masing yang masih membuat mereka mengambil jarak.     

"Jadi kau ingin aku datang untuk mengatakan bahwa Gred mengambil Jawson?" Tanya Sheina.     

"Ya, aku tidak ingin kalian saling membunuh jadi aku memberikan bocoran padamu." Ujar Oliver dan Sheina tersenyum untuk pertama kalinya sejak dia datang beberapa menit lalu.     

"Gred lebih mudah ditakhlukkan dari pada yang lainnya." Ujar Sheina.     

"Kau begitu yakin." Oliver menuang kembali minuman dalam gelas Sheina.     

"Thanks." Gadis itu menatap Oliver. "Aku tahu bagaimana type Gredy, dia tidak akan menginginkan kesulitan besar untuk mencapai tujuannya. Jika dia bisa mendapatkan tujuannya dengan effort kecil, dia akan mengambilnya dalam kesempatan pertama." Ujar Sheina dan Oliver tersenyum.     

"Smart girl." Pujinya.     

Sheina meraih tangan Oliver, "Sorry and thank you." Ujarnya.     

"For what?" Oliver balik bertanya.     

"sorry for being very troublesome and cruel to you. Always disobey and annoy you." Ujar Sheina dan Oliver tersenyum mendengar pengakuan gadis muda di hadapannya.     

"Really?" Oliver menyipitkan matanya pada Sheina.     

"Ya." Angguk Sheina.     

"And thank you for being so patient with me. Thank you for giving me the space to prove myself even though it's different from your principles. And one more thing, thank you for always supporting me."     

"You're welcome." Oliver tersenyum sekali lagi.     

Oliver menghela nafas dalam, "Aku mungkin akan membuatkanmu klinik khusus untuk membantu advokasi orang-orang yang memiliki keterbatasan dana untuk membayar lawyer." Ujar Oliver.     

"Really?"     

"Ya, semacam konsultasi hukum dan kau akan bekerja di sana." Ujar Oliver.     

"Kau menendangku keluar dari kantormu?" Tanya Sheina pada Oliver dan pria itu mengangkat alisnya.     

"Ya." Jawab Oliver dengan candaan. "Aku tidak bisa membiarkan klien-klien besar pergi begitu saja, reputasi yang kubangun selama ini tetap harus berada di puncaknya." Ujar Oliver. "Tapi aku juga tidak bisa mengabaikanmu, aku ingin mendengarkanmu dan mewujudkan apa yang kau inginkan, win win solutions." Jelas Oliver dan Sheina meletakkan gelasnya, kemudian dengan satu tanganya dia meraih wajah Oliver dan mencium bibir pria itu dengan bibirnya.     

"Friends don't kiss." Seloroh Oliver saat Sheina melepaskan ciumannya.     

"Maybe we are more than friends, and can never be just friends." Sheina mengalungkan tangannya ke leher Oliver.     

"I love you." Oliver mengecup bibir Sheina sekilas dan dibalas oleh gadis itu dengan ciuman hangat.     

"Kau bersamaku, jadi aku tidak punya alasan untuk takut lagi. Let's go to Atlanta and meet my biologist mother." Sheina menatap pria itu.     

"As you wish Mss. Sheina Anthony." Oliver mengangguk dan mereka berpelukan sekali lagi, kemudian berbagi ciuman penuh hasrat. Setelah pertengkaran yang selama ini terjadi, argumen yang tidak ada hentinya akhirnya untuk pertama kali setelah hari-hari melelahkan itu, mereka berdamai.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.