THE RICHMAN

The Richman - Victory



The Richman - Victory

0Olvier berjuang mati-matian untuk memenangkan persidangan kali ini bahkan saat dirinya tidak dibayar sepeserpun. Sidang pertama sudah dilakukan dengan menghadirkan bukti dan saksi dari pihak penuntut, dan sidang kedua digelar dengan agenda pembacaan pledoi juga menghadirkan bukti dan saksi dari pihak yang terdakwa. Dan hari ini adalah sidang putusan yang menjadi penentuan apakah Olvier akan berhasil atau tidak menyelamatkan Jhon dari dakwaannya. Dan jika tidak maka nyawa Malla dan Mrs. Voss mungkin dalam bahaya karena mereka berdua hadir sebagai saksi yang meringankan Jhon dan justru membongkar kedok ayah tirinya.     

Oliver tidak pernah senervous ini sebelumnya selama bertahun-tahun bersidang untuk ribuan kasus. Tapi di kasus ini kali pertama dia menangani tanpa imbalan tapi mempertaruhkan reputasinya.     

Hakim masuk ke ruangan dan sudah bersiap dengan pembacaan putusannya. Oliver tahu benar bahwa satu hakim diantar tiga yang ada terkenal dengan hakim yang bisa diajak bermain di kalangan pengacara. Dia sering menerima gratifikasi demi kemenangan sebuah kasus, tapi dua lainnya Oliver tak begitu mengenalnya.     

Sheina hadir di persidangan dan duduk di bangku belakang, dia sempat berpapasan dengan ayah tiri Malla dan pria itu memang terlihat mengerikan. Dia tampaknya bukan pria biasa, dia tampil dengan setelan rapi, mata abu-abunya penuh kelicikan dan dia datang dengan tumpangan terbaik. Sheina bahkan sempat mencari profil pria itu di mesin pencari google dan dia dicitrakan sebagai pebisnis sukses. Meski begitu tidak banyak yang mengupas tentang masalah pribadinya.     

Terdakwa dihadirkan dan berdiri ditempat yang sudah ditentukan, kemungkinan masih lima puluh persen lima puluh persen. Oliver berhasil menyembunyikan ketegangannya untuk dirinya sendiri sementara semua orang di dalam ruangan itu jgua tampak tegang. Mrs. Voss dan Malla hadir di sana. Tapi Jika kemungkinan terburuk terjadi, mereka akan segera melarikan diri dari jangkauan mantan suaminya. Sheina sudah membicarakan hal itu dengan mereka semalam. Malla dan Nick akan berpisah demi keselamatan Malla dan ibunya. Mereka harus pergi sejauh mungkin dari iblis itu karena pria itu mungkin akan menghabisi Malla dan Mrs. Voss, dua wanita tak berdaya itu dengan sangat mudah.     

"Jhon Powell dinyatakan tidak bersalah." Hakim mengetuk palu sebanyak tigakali dan semua orang bersorak-sorak bahagia. Sheina memeluk Malla dan Malla bergantian memeluk ibunya. Satu-satunya pria yang segera keluar dari ruang persidangan adalah ayah tiri Malla, mantan suami ibunya.     

Jhon berbalik dan menatap Oliver. "Thank you." Air mata pria itu berjatuhan saat dia dibawa sipir kembali ke penjara untuk menyelesaikan administrasinya.     

Oliver dan Sheina segera membawa Malla dan ibunya dengan mobil Oliver.     

"Kita ubah strategi." Ujar Oliver.     

"Apa?" Malla tampak panik.     

"Meskipun Jhon selamat, tapi aku tak yakin pria itu akan melepaskanmu dan ibmu." Ujarnya.     

"Jadi apa yang harus kami lakukan?" Tanya Malla dengan suara bergetar.     

"Aku akan meminjam jet milik ayahku untuk membawa kalian keluar dari tempat ini." Ujar Oliver.     

Sheina menatap Oliver. "Apakah harus seburuk itu?"     

"Ini satu-satunya pilihan yang tersisa."     

"Selamatkan puteriku Malla." Mrs. Voss memeluk puterinya itu. "Maafkan ibumu sayang, aku bukan ibu yang baik. Aku tidak bisa melindungimu." Mrs. Voss menangis sesenggukkan.     

"Kalian sudah mengemas barang-barang kalian?" Tanya Oliver.     

"Ya." Angguk Mrs. Voss cepat. "Bawa kami ke Poerto Rico, keluargaku di sana." Ujar Mrs. Voss.     

"Mom?" Malla menatap ibunya.     

"Kakek dan nenekmu tinggal di sana, meski aku tak lagi pernah bicara pada mereka." Ujar Mrs. Voss.     

"Good." Oliver keluar dari mobil begitu juga dengan Sheina. Tentunya setelah Malla dan Sheina saling menggenggam tangan.     

"Kau menyelamatkan kami, terimakasih banyak Mss. Anthony." Mrs Voss berkaca-kaca menatap Sheina.     

"Your welcome, stay save and keep in touch." Ujar Sheina.     

"Thank you so much." Malla menatap Sheina dan mengatakan ucapan terimakasihnya dengan sangat tulus.     

Supir Oliver mengambil alih mobil bosnya dan ditemani satu pengawal mereka meninggalkan gedung pengadilan itu. Sementara Oliver dan Sheina masih berdiri di sana saling menatap.     

"Don't want to thank me?" Oliver menatap Sheina.     

Sheina tersenyum malu, "Thank you boss."     

Oiver mengerucutkan bibirnya sekilas. "Masih ingin membayar hutangmu?" Tanyanya.     

"Kau mengatakan akan memberi tahu caranya." Sheina menatap sang boss.     

"Get ready for dinner, seven sharp, I'll pick you up."     

"Ok." Sheina mengangguk, wajahnya tampak bersemu merah. Dan beberapa saat kemudian sebuah mobil lain milik Oliver datang dengan supirnya yang lain. Oliver membuka pintu dan menatap ke arah Sheina.     

"Me?" Sheina tampak terkejut tapi pada akhirnya dia masuk kedalam mobil dan duduk di sisi Oliver kembali ke kantornya.     

Oliver menghela nafas dalam, "Soal bunga dan kopi, aku tahu siapa yang mengirimnya padamu." Ujar Olvier.     

"Permen, coklat, dan beberapa bunga lainnya?"     

"Ya, semua itu." Angguk Oliver.     

"You?" Tanya Sheina.     

"No." Geleng Oliver. "Itu adalah Gredy." Ujar Oliver sembari menatap sekilas pada Sheina.     

"Sepupumu?" Tanya Sehina.     

"Yap." Angguknya.     

"Tapi dia sudah menikah bukan?"     

"Ehem." Angguk Oliver.     

"Lalu mengapa dia masih menggodaku?!" Sheina terlihat kesal.     

Oliver menghela nafas, "Menawarkan hubungan di balik tangan." Ujarnya singkat.     

"No way." Sheina menggeleng putus asa. "Aku tidak suka sepupumu, maaf harus berkata jujur." Ujar Sheina, dan itu membuat Oliver terkekeh.     

"Bagaimana jika aku adalah pria beristeri, apa kau akan menunjukkan reaksi yang sama?" Tanya Oliver pada Sheina dan gadis itu tertegun menatap bosnya.     

"Are you?" Tanyanya dengan tatapan nanar pada Oliver.     

"Of course not, I don't believe on marriage. Don't be stupid." Oliver menggeleng disertai senyuman dan itu membuat Sheina terlihat kesal pada bosnya itu.     

Oliver menatap Sheina, " Are you dateing someone?" Tanyanya.     

Sheina menghela nafas, "Untuk saat ini tidak, tapi mungkin segera." Jawabnya.     

"Good luck for you." Oliver tersenyum sekilas sebelum akhirnya keduanya sama-sama sibuk dengan ponsel masing-masing. Sheina dibesarkan dengan kasih sayang kedua orang tuanya, meski dia hanyalah anak adobsi tapi dia melihat adanya cinta dalam keluarga. Apa yang di tunjukkan oleh Ben dan Leah padanya sungguh membuatnya merasa yakin bahwa ada cinta dalam keluarga.     

Sementara itu berbeda dengan Oliver, dia tumbuh tanpa kasihsayang kedua orangtuanya. Ibunya meninggal dalam sebuah tragedi bunuhdiri di dalam rumahnya sendiri setelah bertahun-tahun dia menyaksikan pertengkaran ayah dan ibunya setiap kali mereka berada di rumah. Ibunya adalah seorang dokter bedah sementara ayahnya adalah seorang pengacara. Entah mengapa dua profesi berbeda bagaikan bumi dan langit itu bisa bertemu dan saling jatuh cinta awalnya. Sampai pada akhirnya mereka jatuh hati dan memiliki Olvier sebagai buah cintanya.     

Pernikahan berubah menjadi mimpi buruk setelah bertahun-tahun menikah. Mereka sama-sama terikat dengan pekerjaan yang menyita banyak waktu dan energi, hingga pada suatu haru Marshall Hawkins menyadari bahwa isterinya ada afair dengan dokter bedah lain di rumahsakit dan akhinrya pertengkaran sering terjadi diantara mereka.     

Marshall bersikeras untuk membawa serta Oliver bersamanya sementara ibunya sibuk dengan karirnya di rumahsakit. Disisi lain Diana, sang ibu bersikeras bahwa pekerjaannya adalah pekerjaan yang mulia dimana dia menyelamatkan nyawa orang-orang, meski dia tak sadar bahwa orang-orang terdekatnya akhirnya menjadi korban.     

Hubungan Oliver dan Marshall sempat sangat buruk, saat itu Oliver memulai karirnya sendiri dan mengambil semua kasus dimana ayahya akan menjadi lawannya. Dengan mati-matian Oliver berusaha menjatuhkan ayahnya dalam karirnya agar pria tua itu sadar bahwa semua yang terjadi di keluarganya adalah salahnya, dan dia tidak selalu benar.     

Enam kali berhadapan dengan sang ayah, Oliver kalah, dan di kasus ke tujuh dimana dia harus berhadapan lagi dengan sang ayah, Marshall justru dengan sangat mengejutkan tampak diam-diam membantu Oliver hingga dia memengangkan kasus itu. Oliver menyadari bahwa ada campurtangan ayahnya dalam kasusnya hingga dia memenangkan kasus besar itu. Sejak saat itu hubungan mereka tampak mulai membaik sedikit demi sedikit.     

Kini Marshall sudah berhenti dari karirnya sebagai pengacara dan lebih memilih untuk membimbing pengaca-pengacara muda yang butuh bantuannya untuk memulai karir. Sementara itu dia memberikan kesemaptan pada puteranya Oliver Hawkins untuk mengibarkan benderanya sendiri.     

Masa-masa gelap dan panjang itu membuat Oliver menjadi pria yang tidak romantis. Beberapa kali dia mencoba berhubungan dengan wanita tapi tak pernah berakhir menjadi hubungan lebih serius. Setiap kali si wanita menginginkan hubungan yang lebih pasti, Oliver justru menarik diri.     

***     

Sheina berjalan ke ruangan Gredy dengan buket bunga di tangannya, melintas di ruangan kaca milik Oliver saat pria itu sedang menelepon. Tapi sekilas Oliver melihat Sheina melintas dan benar saja, gadis itu mengetuk pintu Gredy lalu masuk dan meletakkan bunga itu di atas meja.     

"Berhenti menggodaku jika kau masih ingin hubunganmu dengan Amy berjalan baik." Ujar Sheina disela-sela giginya yang terkatup. Amy adalah sekretaris Gredy yang sudah entah berapa lama menjadi budak seks bagi Grady.     

Sheina dengan kesal kembali ke ruangannya dan segera menenggelamkan dirinya dalam pekerjaan yang menumpuk. Saat Sheina keluar dari ruangan itu, Amy tampak masuk ke ruangan Grady dan mereka terdengar berselisih paham. Sheina tersenyum karena sudah berhasil "menampar bokong" Gredy di depan simpanannya sendiri.     

Oliver mendadak berdiri di depan pintu Sheina dan dengan melipat tangan di dada berujar. "Brave girl!" Pujinya.     

Sheina terkesiap karena tidak menyadari bahwa Oliver sudah berdiri di depan pintu ruangannya entah untuk berapa lama. "Kau melihatnya?" Tanya Sheina.     

"Aku melihat Gredy dan sekretarisnya baru saja masu ke ruang arisp, mungkin sekarang ini mereka sedang saling mencakar." Seloroh Oliver.     

"Kau tahu Gredy juga menjadikan Amy selingkuhannya?" Tanya Sheina heran.     

"Ya." Angguk Oliver.     

"Mengapa kau membiarkannya?!" Sheina tampak kesal, meski dia menahan emosinya itu.     

Oliver menghela nafas dalam, "Aku tidak ingin orang tahu urusanku, begitu juga aku tak pernah ingin tahu urusan orang lain." Oliver menatap Sheina sekilas kemudian meninggalkan ruangan stafnya itu.     

Sheina melempar tubuhnya ke belakang, "Pria yang aneh." Gumamnya singkat. "Aku tak ingin orang tahu urusanku, begitu juga aku tak pernah ingin tahu urusan orang lain." Sheina menirukan bagaimana cara Oliver mengucapkannya.     

Sheina membuka buku catatannya dan menulis dalam buku itu lagi. Di bagian paling atas dia menulis nama Olvier Hawkins dengan beberapa checklist. Workaholic, pemarah, emosional, sarkastik, realistis, intimidatif, sombong, tidak berkencan, dan sekarang Sheina menambahkan satu list lagi, tidak peduli pada orang lain.     

Sheina mengigit ujung pensilnya, "Tapi dia peduli pada Jhon, Malla dan Mrs. Voss." Sheina mengatakan hal itu seolah sendang mengkonfrontasi dirinya sendiri dengan semua list yang dia tulis, terutama bagian paling bawah.     

"Sebenarnya kau peduli pada orang lain Mr. Hawkins. Mari kita lihat, apakah kau bisa bertahan tidak peduli pada orang lain?" Gumam Sheina. Lalu dia teringat kejadian malam itu ketika dia disekap oleh Malla dan Nick karena kesalahpahaman, Oliver menemukannya, bahkan membawanya kerumahsakit dan menunggunya semalaman sampai mengantarkannya pulang.     

"Mr. Arogant, kau bahkan tidak mengenali dirimu sendiri." Gumam Sheina berikutnya.     

Sementara itu di ruangan kerjanya Oliver barusaja mendapatkan kabar bahwa perjalanan Malla dan Mrs. Voss berjalan lancar dan mereka sudah tiba di Poerto Rico. Senyum mengembang di wajah Oliver sekilas, tapi ada perasaan aneh yang tak sering dia rasakan. Ada kepuasan dan kebahagiaan kali ini, saat dia memenangkan kasus ini, untuk pertama kalinya setelah bertahunt-tahun dia malang melintang di dunia persidangan dan seitap kali memenangkan kasusnya. Tak ada kebanggaan, tak ada kebahagiaan, tapi entah mengapa sidang kali ini berbeda.     

Oliver kembali merasakan nervous, khawatir, bahkan jika boleh jujur dia takut, untuk pertama kali setelah sekian lama dia tidak pernah merasakan hal itu, kini dia merasakannya lagi. Mungkin benar yang dikatakan Sheina, "Tidak semua soal uang, sampai kita lupa tentang panggilan kita sebagai pengacara. Memberikan advokasi atas dasar keadilan."     

Oliver tersenyum kala itu, "Tujuan utamaku menjadi pengacara tidak senaif tujuanmu." Jawab Oliver kala itu. Salah satu alasan Oliver menjadi pengacara adalah untuk menuntut ayahnya atas kematian ibunya sendiri. Tapi sampai detik ini dia tak pernah melakukannya karena dia menemukan kebenaran bahwa sang ibu yang melompat keluar dari lingkaran pernikahan kedua orangtuanya itu, dan ibunya melompat dari lantai dua juga karena keinginannya sendiri dan rasa frustasinya.     

Setelah mengetahui faktanya, kini Olvier jatuh hati pada profesi yang sama dengan ayahnya dan dia bisa melihat dari kacamata ayahnya saat ini. Baik ayahnya dan ibunya memiliki profesi yang sama-sama mulia karena tujuan mereka adalah menolong orang. Ayahnya melalui jalur hukum, sementara ibunya melalui jalur medis. Hanya saja dalam usaha mereka menolong orang lain, mereka lupa jika mereka sedang megorbankan satu sama lain, juga mengorbankan Olvier yang saat itu masih tak berdaya dan masih tak mengerti tentang pilihan orangtuanya itu juga alasan mengapa mereka sering sekali terlibat keributan.     

"Mengapa kau tidak berkencan boss?" Tanya Sheina beberapa waktu lalu saat mereka memiliki kesempatan untuk makan siang bersama. Entah mengapa hari itu Oliver ingin mengajak Sheina, sebenarnya tanpa ada alasan yang jelas, dia hanya sedang ingin makan bersama orang lain.     

"Dua orang awalnya saling tertarik, lalu saling mengenal, dan berakhir menjadi saling menyalahkan." Jawab Olvier.     

"Tidak selalu begitu." Jawab Sheina.     

Oliver melipat tangannya di dada dan dengan sangat kesal dia menatap Sheina, "Yang kulihat dan terjadi padaku, selalu seperti itu. You ask me, and that's my aswer."     

"Ok. Noted." jawab Sheina menyerah pada akihrnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.