THE RICHMAN

The Richman - Second Case for Sheina



The Richman - Second Case for Sheina

0Sheina baru saja keluar dari kantornya. Dengan taksi dia mengunjungi keluarga klien yang dia bela. Menjadi sangat janggal baginya untuk kasus kali ini karena hanya sang ayah yang memberikan kesaksian padanya sementara ibunya tak berkenan hadir di kantor untuk membantunya menemukan fakta-fakta yang mungkin dia gunakan selama proses persidangan untuk memenangkan tuntutan itu.     

Gadis muda itu celingukan mencari alamat sesuai denganyang diberikan ayah dari sang korban karena tampaknya kedua orang tua korban sudah lama bercerai dan tinggal terpisah. Ayahnya menikah lagi sementara ibunya tidak.     

Mendengar kematian puterinya sang ayah menuntut pertanggungjawaban pada si pembunuh karena sebenarnya Lily Voss adalah anak yang diperebutkan oleh kedua orang tuanya sejak perceraian mereka. Kala itu Lily berusia kurang lebih lima tahun dan persidangan perebutan hak asuh itu berlangsung bertahun-tahun hingga usia gadis itu menginjak sembilan tahun dengan hak asuh diberikan pada sang ibu. Lily besar dalam pengasuhan ibunya dan kejadian tragi situ terjadi saat usianya baru genap sembilan belas tahun.     

Senyum mengembang setelah Sheina berputar-putar mengelilingi block akhirnya dia menemukan sebuah rumah yang terlihat tak begitu terawatt di area perumahan padat penduduk. Sheina mengetuk pintunya dua kali dan tak ada jawaban. Gadis itu masih menunggu di depan pintu, baginya pantang menyerah sebelum mendapatkan progress hari ini untuk pekerjaannya.     

Saat dia berniat mengetuk untuk ketiga kalinya, tiba-tiba terdengar suara orang berbicara di dalam rumah. Awalnya terdengar dua orang wanita saling menyahut lalu menjadi semakin keras pembicaraannya, hingga terdengar seperti sebuah pertengkaran.     

Sheina masih menunggu sampai tiba-tiba seseorang membuka pintu dari dalam dan terhenyak melihat Sheina, begitu pula sebaliknya.     

"Hei . . . aku Sheina Anthony. . ." Sheina belum sempat menyelesaikan kalimatnya dan gadis itu sudah membanting pintu dan pergi dari rumah itu tanpa menghiraukannya. Sheina membulatkan matanya sekilas lalu menghela nafas dalam. Gadis seusianya mungkin, penuh dengan tato dan pearcing, rambutnya yang hitam diwarnai merah sebagian dan tampak tak terawatt. Dia juga mengenakan tangtop dan celana jeans yang robek di berbagai bagian.     

Sheina masih menatap langkah gadis itu menjauh sementara seorang wanita sudah berdiri di ambang pintu.     

"Siapa kau?" Tanyanya mendadak dan membuat Sheina terhenyak kaget.     

"Oh Hai, anda pasti Mrs. Voss. Aku Sheina Anthony, pengacara yang di bayar Mr. Warrant untuk menangani kasus puteri anda." Sheina mengulurkan tangan dan memperkenalkan dirinya dengan sangat ramah, tapi yang dia dapatkan justru sebaliknya.     

"Pergilah dan jangan datang lagi." Jawab wanita itu kemudian menutup pintu.     

"Mrs. Voss, apakah anda tidak ingin menuntut keadilan untuk puteri anda?" Sheina berusaha meyakinkannya dengan mengetuk-ngetuk pintu itu lagi.     

"Keadilan tidak pernah datang dalam hidupku, berhentilah membual!" Teriak wanita itu dari dalam rumahnya.     

"Mrs. Voss, setidaknya jawablah beberapa pertanyaanku. Mungkin itu akan membantu dalam proses persidangan nanti." Mohon Sheina.     

Terdengar langkah kaki mendekat ke arah pintu itu dan si wanita dengan rambut putih yang di potong pixy itu membuka pintu lagi, tubuh kurusnya yang hanya berbalut kaos berwarna putih juga celana jeans, tampak tak sesuai dengan usianya tapi dia benar-benar mengenakannya.     

"Suamiku menghamili wanita lain saat kami masih tinggal dalam satu atap sampai kami memutuskan untuk bercerai. Dan setelah dia menikah dengan wanita lain dia berusaha mati-matian untuk merebut anakku dariku, anak yang kulahirkan dan kubesarkan dengan susah payah. Dia membuka semua aibku dipengadilan dengan semena-mena demi kemenangannya, seolah dia tak pernah mencintaiku sama sekali, sampai akhirnya dia memenangkan hak asuh puteriku." Mata wanita tua itu berkaca-kaca, dadanya yang kurus naik turun menahan getaran dan gejolak kesedihan dalam dadanya.     

"Aku menjual semua harta bendaku demi membayar orang-orang sepertimu, pengacara yang sengaja menguras harta kami dengan jaminan memenangkan kasusku." Wanita tua itu semakin hancur hatinya, bahkan suaranya bergetar di tengah kalimatnya.     

"Akhirnya aku memenangkan hak asuh anakku, lima tahun aku berjuang mengorbankan harta, waktu, pikiran, dan saat aku memenangkan hak asuh anakku aku tak lagi memiliki apa-apa untuk merawatnya. Itu semua karena kalian, para pengacara yang terlihat berpendidikan tapi kalian lebih mengerikan dari vampire penghisap darah, kalian menghabiskan hartaku untuk membayar kalian." Protesnya.     

"Ijinkan aku masuk, kita akan bicara." Sheina berusaha meredam suasana.     

"Tidak!" Tolaknya mentah-mentah.     

"Please, ini bukan demi mantan suamimu, tapi demi puteri yang kau perjuangkan selama bertahun-tahun, kau pasti mengiginkan keadilan untuknya bukan?" Bujuk Sheina dan wanita itu terhuyung jatuh ke lantai dengan tangis yang pecah.     

***     

Sheina akhirnya diperbolehkan masuk ke dalam rumah.     

"Zoey, dia adalah gadis yang baik." Kenang Mrs. Voss. "Aku menikah dengan mendiang suamiku dan melahirkan Malla, dia gadis yang barusan kau lihat." Ujarnya.     

"Ya, aku bertemu dengannya."     

"Dia sangat kacau." Ujar sang ibu sedih. "Setiap hari dia hidup dengan menyalahkanku karena mengorbankan semuanya demi adiknya." Mrs. Voss menghapus jejak air matanya yang masih berjatuhan dengan tissue di tangannya.     

"Aku melahirkan Zoey dari pernikahan keduaku. Awalnya semua baik-baik saja, aku adalah ibu rumahtangga yang bahagia sementara suamiku bekerja. Kami menikah kurang lebih enam tahun sampai akhirnya aku mengetahui bahwa suamiku tengah berselingkuh dengan wanita lain hingga wanita itu hamil. Aku mati-matian mempertahankan rumahtanggaku, tapi dia memilih bercerai." Ungkapnya pilu.     

"Setelah perceraianku aku mengalami pukulan berat hingga beberapa waktu aku lari pada minuman keras. Aku butuh alkohol untuk bisa tertidur di malam hari, dan suatu hari mantan suamiku memergokiku mabuk di depan anak-anakku. Dia menggunakan itu sebagai senjata untuk menyerangku dan menuntut hak asuh. Hari-hari yang panjang dan melelahkan." Kenangnya.     

"Malla bercita-cita ingin menjadi seorang dokter, dia sekolah di senior high school saat perang itu berawal. Saat aku mengorbankan semua energy dan uangku untuk mempertahankan Zoey, aku lupa bahwa aku juga memiliki Malla yang harus ku jaga." Sesalnya.     

"Kupikir aku cukup kuat untuk memiliki semuanya, Zoey dan Malla. Tapi saat itu aku kalah di persidangan, tepat saat Malla bersiap untuk smester keduanya di universitas saat dia mulai kuliah kedokteran. Biaya yang tidak sedikit saat itu, dan sisa tabunganku hanya cukup untuk membayar salah satunya, sekolah Malla atau biaya pengacara untuk naik banding." Mrs. Voss bergetar saat menceritakan kembali kisah itu. Sheina juga dibuat sesak nafas mendengar kisah ini. Salah satu alasan mengapa Sheina memilih kuliah hukum dan menjadi advokad adalah untuk membuktikan pada dirinya sendiri bahwa nasibnya tidak benar-benar buruk dan tragis, dilahirkan oleh ibu yang tak pernah dikenalnya, di angkat anak lalu ibu angkatnya meninggal. Di dunia luar banyak kehidupan yang jauh lebih tidak beruntung darinya. Dan mendengar kisah dari Mrs. Voss membuka matanya bahwa ya, dia masih jauh lebih beruntung. Setidaknya dia bukan korban perceraian orang tua yang kemudian berubah menjadi musuh bebuyutan.     

"Aku mememilih membayar pengacara dan mengorbankan mimpi puteriku." Mrs. Voss menangis tersedu di akihr kalimatnya. Sheina mendekat kemudian memeluknya.     

"Andai aku bisa memutar waktu aku akan berjuang lebih keras untuk Malla, gadis malang itu." Ungkapnya di sela isakan.     

"Aku tahu, ini pasti berat untuk anda."     

Mrs. Voss akhirnya bisa menguasai kembali emosinya dan menatap Sheina. "Zoey tumbuh menjadi anak yang nakal, bukan salahnya. Mungkin selama itu dia melihat bahwa dunia yang dia tinggali penuh dengan perceraian, kata-kata kasar, ibu yang pemabuk, dia melihat semua dunia yang buruk itu dari ibunya." Sesalnya.     

"Dia bahkan tak menamatkan pendidikannya dan memilih lari dari rumah bersama pacarnya." Mrs. Voss berlinangan air mata kembali.     

"Dan saat itu, semuanya sudah terlambat. Aku kehilangan Malla karena dia tak lagi sudi memanggilku ibu. Setiap kali datang padaku dia selalu menatapku dengan tatapan menyalahkan, sementara Zoey juga tak pernah menganggapku ibunya. Dia menyalahkanku karena perceraian dan hari-hari buruk yang dia alami sebagai korban perebutan hak asuh anak." Mrs. Voss menghela nafas dalam.     

"Aku berakhir di rumah bobrok ini tanpa memiliki apa-apa dan siapa-siapa." Ungkapnya ironis. Sheina memutar pandangannya dan melihat betapa berantakan rumah itu.     

"Mrs. Voss, kau masih bisa memperbaikinya. Sekarang kau bisa berjuang bersamaku demi Zoey, setidaknya biarkan arwahnya mendapatkan keadilan dan beristirahat dengan tenang. Begitu juga dengan Malla, meskipun dia datang untuk bertengakar denganmu tapi dia masih datang, itu artinya dia peduli padamu." Ujar Sheina dan mendadak Mrs. Voss menatap Sheina dalam diam, seolah tercerahkan.     

"Maukah kau membantuku?" Tanya Sheina dan Mrs. Voss mengangguk pelan.     

"Thank you." Sheina tersenyum, dia meraih tangan Mrs. Voss dan menatapnya. "Aku dilahirkan oleh ibu yang tak pernah kukenal, ditinggalkan di sebuah panti asuhan dan diadopsi oleh sebuah keluarga. Orang tua angkatku sangat baik, tapi saat aku remaja, ibuku meninggal dunia. Awalnya aku merasa duiaku berakhir, tapi sekarang aku ada disini." Sheina tersenyum pada Mrs. Voss.     

"Jika aku memiliki kesempatan kedua untuk menjadi lebih berarti, kau juga pasti memilikinya." Sheina tersenyum, "Aku akan membantumu membereskan rumahmu, dan kau bisa bercerita tentang puterimu Zoey padaku, semuanya secara detail. Karena itu akan sangat berarti."     

"Thank you." Mrs. Voss untuk pertama kalinya tersenyum lebar. Mereka mulai berbenah dan Mrs. Voss membuka semua tentang dirinya dan keluarganya juga kekasih Zoey pada Sheina.     

***     

Oliver masuk ke ruangan Sheina dan melihat ruangan gadis muda yang energic itu kosong. Tapi dia masih melihat buket bunga di atas meja juga kopi yang tak diminum sama sekali olehnya tergeletak di atas mejanya. Semua berkasnya tersimpan rapi dan monitornya mati. Oliver mulai gelisah karena rekannya mengatakan bahwa Sheina keluar dari kantor sejak beberapa jam lalu dan belum kembali, bahkan setelah hari mulai gelap.     

"Where are you?" Oliver menulis pesan singkat pada Sheina. Gadis itu sempat melihatnya sekilas sebelum keluar dari rumah Mrs. Voss. Entah mengapa dia memilih untuk hanya membaca dan tidak membalasnya. Dan itu membuat Oliver frustasi, apalagi setelah melihat dari dekat buket bunga dan gelas kopi yang secara misterius di terima oleh Shenia.     

Oliver berjalan ke arah ruangan control dan meminta staffnya untuk mengirim record cctv hari ini padanya.     

"Yes sir." Jawab staffnya dan dengan segera melakukan apa yang diperintahkan oleh stafnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.