THE RICHMAN

The Richman - Poor George



The Richman - Poor George

0Geroge keluar dari kantornya dengan terburu-buru, dia sudah berjanji untuk menjemput Ella malam ini di Bandara. Pesawat yang di tumpanginya berangkat dari London pukul 14. 15 dan akan landing di New York pukul 21.05 jika sesuai jadwal. Dengan mengendarai sendiri mobilnya, George menempuh perjalanan dari kantornya menuju bandara. Dia bahkan sempat membeli buket bunga untuk diberikan pada Ella karena akhirnya gadis itu membuat keputusan besar dalam hidupnya.     

George adalah orang di balik tawaran pekerjaan yang di terima oleh Ella hingga semua prosesnya dilancarkan. Bagaimanan tidak Edith Craig adalah rekan bisnis ayahnya dan dia pemilik salah satu hotel besar di New York dan Ella akan menduduki posisi Public Relations di sana berkat rekomendasi dari Aldric Bloom atas permintaan puteranya, George Bloom.     

George turun dari mobilnya dan dengan buket bunga di tangannya dia masuk ke area penjemputan kedatangan international. Pria itu masuk dan melihat ke arah arlojinya, pukul sembilan kurang sepuluh menit. Terakhir kali dia mendapatkan pesan singkat dari Ella melalui DM sosial medianya pukul 13.00 siang tadi, satu jam sebelum Ella di jadwalkan untuk boarding.     

Robert begitu sumringah, setelah penantian panjang dan perjuangan melawan egonya, akhirnya Ella lelah mengejar pria lain itu dan berbalik, sementara dia yang masih menunggu akhirnya mendapatkan buah dari penantian panjangnya. Setelah mereka memiliki kehidupan di Amerika kembali, akan lebih mudah menakhlukan hati Emanuella Dimitry.     

Geroge bahkan sudah membeli apartmentnya sendiri dan tinggal terpisah dengan kedua orang tuanya, agar suatu hari jika gadis itu jatuh ke pelukannya, mereka mungkin bisa tinggal bersama untuk komitment yang lebih jelas.     

Sepuluh menit terlama dalam sejarah kehidupan George Bloom adalah saat dia menunggu gadis yang di cintainya datang dari London ke New York untuk memulai babak baru dalam kehidupannya, juga mungkin dalam kehidupan mereka berdua. Menit demi menit berganti dan itu membuat George semakin tidak sabar, hingga akhirnya tepat pukul 21. 12 , terdengar suara dari pengeras suara bahwa pesawat dengan nomor penerbangan yang di tumpangi Ella baru saja mendarat.     

George menjadi sangat antusias untuk Ella muncul. Satu persatu penumpang keluar dengan bagasi mereka, dan George masih menunggu dengan perasaan bercampur aduk, antara bahagia juga penasaran akan bagaimana pertemuanya dengan Emanuell Dimitry setelah hampir dua tahun mereka tak saling bertemu dan tak saling bicara.     

George menunggu hingga lima belas menit berikutnya dan mungkin delapan puluh persen penumpang sudah keluar dengan barang bawaan mereka masing-masing setelah mereka mengantri untuk mendapatkan bagasi mereka. Tapi mengapa Ella tak kunjung datang? Bahkan gadis itu sempat mengatakan bahwa dia hanya pergi dengan koper kecil karena sebagian besar barangnya sudah di terbangkan ke Amerika minggu lalu.     

George mulai cemas, dia mendekati sekurity untuk bertanya apakah semua penumpang pesawat itu sudah turun atau ada yang masih menunggu bagasi di dalam, dan sang sekurity menghubungi petugas lainnya dan memeriksa.     

"Tampaknya semua penumpang sudah turun." Ujar sang petugas.     

"Tapi teman saya belum keluar." George terlihat sangat cemas.     

"Anda yakin ini nomor penerbangan yang benar?" Tanya sang petugas kembali.     

"Ya." Angguk George sembari menunjukan foto tiket pesawat yang di kirim Ella untuknya pukul 13.00 siang tadi.     

Sang petugas meminta George untuk ikut denganya sementara dia mengkofirmasi apakah Emanuella Dimitry masuk kedalam daftar penumpang penerbangan itu atau tidak. Beberapa saat sang petugas lain, seorang wanita muda tampak memeriksa di komputernya.     

"Maaf Sir. Tampaknya dia tidak naik pesawat ini, karena namanya tidak terdaftar di dalam daftar penumpang yang kami miliki. " Ujar sang petugas perempuan dengan sangat ramah sebelum dia melanjutkan kalimatnya. "Sebaiknya anda menghubungi kerabat anda untuk memastikan alasan mengapa dia tidak berangkat." Imbuhnya.     

"Ya." George mundur dari tempat itu dengan wajah bingung. Dia segera mengambil ponselnya dan menghubungi Ella, tapi panggilannya dijawab oleh mesin penjawab otomatis bahwa nomor ponsel yang dia hubungi invalid. Geroge jatuh terduduk dengan perasaan yang hancur. Ella membatalkan keberangkatannya dan dia kembali pada pria itu lagi?     

Pria muda itu mengendorkan dasinya dan berjalan keluar dari tempat tunggu kedatangan. Dia meletakkan bunga yang di belinya di atas tempat sampah dan berlalu menuju mobilnya. Kali ini prediksinya salah, seperit dia yang tak bisa beralih dari Ella, begitu juga Ella yang tak bisa melupakan Robert Owen begitu saja.     

***     

Sementara itu di kamarnya Robert tengah berdiri menatap keluar jendela dengan segelas minuman di tangannya yang baru saja dia tuang.     

Tok Tok     

Terdengar suara pintu di ketuk, "Come in." Jawab Robert tanpa menoleh. Yang biasa mendatanginya selarut ini hanyalah Ellyn yang merengek padanya untuk sebuah permintaan konyol, ibunya yang datang dengan daftar calon isteri atau Marcus yang membawa berita baru tentang update keamanan di istana.     

Tidak ada pergerakan yang tampak, dan itu membuat Robert memutar tubuhnya dan menatap ke arah pintu.     

"Your Majesty." Ella berdiri di ambang pintu dan itu membuat Robert membeku menatapnya untuk beberapa saat, sebelum akhirnya dia meletakkan minumannya dan menghampiri wanita itu. Robert menarik Ella ke dalam dan menutup pintu di belakang gadis itu.     

"Kau tidak pergi?" Robert bertanya ragu dan Ella menggeleng, seketika Robert menggulungnya dalam pelukan dan mencium bibir gadis itu dengan penuh hasrat, antara kemarahan, kekecewaan, kerinduan, dan cinta yang bercampur aduk menjadi satu. Robert menatap wajah gadis itu sekali lagi dan memeluknya erat.     

Tok Tok     

Suara pintu di ketuk terdengar sekali lagi dan Robert meminta Ella untuk bersembunyi di walking closetnya sebelum Robert membuka pintu. Begitu yakin bahwa Ella tidak berada di tempatnya, Robert membuka pintu.     

"Your Majesty." Ellyn menunduk untuk memberi hormat, sebenarnya dia tidak sering melakukannya saat tidak dalam keadaan formal dengan kakaknya sendiri.     

"What Ellyn?" Tanya Robert, dia terlihat jengkel karena momentnya bersama Ella sang pujaan hati terpaksa terganggu oleh adiknya sendiri.     

"Kau tak suka aku di sini?" Robert bahkan seolah sedang menghalangi Ellyn untuk masuk ke kamarnya. "Kau bahkan terlihat sedang menghalang-halangiku untuk masuk ke kamarmu King Robert Owen." Sindir Ellyn.     

"Aku sangat lelah dan ingin istirahat." Bohong Robert.     

Ellyn tersenyum lebar, "Kau harusnya berterimakasih padaku King Robert Owen." Ellyn menatap kakaknya yang lebih tinggi darinya itu.     

"Why?" Tanya Robert singkat.     

Ellyn melipat tangannya di dada, "Aku mengabaikan keselamatanku dan menyelinap keluar dari istana selarut ini untuk menjemput kekasihmu di bandara. Dia sedang menangis di sudut dan kebingungan antara harus meninggalkanmu atau tidak." Ellyn berbicara di sela-sela giginya yang terkatup. Itu yang menjadi pertanyaan Robert sebenarnya, yang belum sempat dia tanyakan pada Ella, bagaimana bisa dia masuk ke dalam istana dan menembus pengawalan ketat jika tanpa bantuan seseorang.     

"So . . . it's you."     

"Yes it's me." Angguk Ellyn tegas.     

"Aku akan membelikanmu tas paling mahal yang belum kau miliki." Robert langsung tahu apa yang di inginkan oleh adiknya itu.     

"Tapi aku tidak menginginkan itu." Jawan Ellyn.     

"Jadi apa yang kau inginkan?"     

"Ke Amerika." Ujar Ellyn dan itu membuat Robert mengkerutkan alisnya. "Ellyn, jangan menginginkan sesuatu yang tidak mungkin."     

"Robby please, ini hanya antara kita." Ellyn memohon dan rahang sang kakak mengeras sekilas.     

"Aku bahkan rela mengorbankan nyawaku demi kebahagiaanmu Robert Owen, King of England, my lovely Brother, please." Rengek Ellyn.     

"Lakukan sesuatu yang bisa menjadi alasan kuat bagimu untuk berada di sana." Ujar Robert.     

"Marry an American Man." Ellyn mengerlingkan matanya sembari tersenyum lebar sebelum mengecup pipi sang kakak.     

"Aku akan mengelar fashion show pertamaku di New York." Ujar Ellyn, meskipun dia mengambil jurusan bisnis, tapi dia sebenarnya sangat jatuh cinta pada dunia fashion belakangan ini.     

"Apapun asal kau tidak berbuat kriminal." Robert mengalah karena Ellyn sudah berjalan meninggalkan kamarnya. Robert menutup kembali pintu kamarnya dan menguncinya, kemudian dia berjalan ke arah walking closet untuk menemukan Emanuellla Dimitry. Gadis itu tampak duduk di sofa dalam diam.     

"Hei." Robert melangkah masuk dengan hati-hati, sementara Ella hanya tersenyum. Dia terlihat masih begitu kebingungan saat ini.     

"Hei." Ella tersenyum sekilas.     

Robert menghela nafas kemudian duduk tepat di sisi Ella dan meraih tangan wanita itu, Robert mengecupnya lembut. "Terimakasih sudah kembali untukku."     

Ella bergidik, "Aku tidak tahu apakah pilihanku ini benar atau tidak, Your Majesty. You are the King of England, how dare I . . ." Ella tak bisa melanjutkan kalimatnya.     

"Psstt . . ." Robert meletakkan telunjuknya di bibir Ella dan gadis itu berkaca-kaca.     

"We'll think about it tomorrow, now you need some rest." Ujarnya, dia meraih tangan Ella dan membawa wanita itu ke kamarnya.     

"Tidurlah." Ujar Robert.     

"Di ranjang anda?" Alis Ella berkerut.     

"Ini tempat paling aman untukmu di dalam istana ini, my bed." Robert meyakinkan.     

Ella tertunduk, aku harus membersihkan diriku lebih dulu." Ucapnya ragu.     

"Kamar mandinya di sebelah walking closet, ambil pakaian bersihku dan pakai saja." Ujar Robert dan Ella mengangguk setuju. Dia berjalan ke arah walking closet lalu mengambil sebuah kemeja linen berwarna putih milik Robert. Setelah itu dia berjalan ke arah kamar mandi dan membersihkan dirinya. Koper dan pakaiannya tertinggal dikamar Ellyn, dan ini sudah terlalu malam untuk membuat kegaduhan di istana. Lagipula dia adalah penyusup yang masuk ke kamar King of England, bagaimana mungkin dia bisa seenaknya keluar masuk.     

Ella membasuh dirinya di bawah shower air hangat, berharap agar dirinya bisa menjernihkan pikirannya. Bagaimanapun juga dia berhutang kabar pada George, tapi Ellyn meyakinkannya untuk segera membuang sim cardnya begitu Ellyn menjemputnya di bandara.     

"Ellyn, aku harus menghubungi George untuk memberitahunya bahwa aku tidak datang." Ellya setengah memohon, tapi Ellyn sudah membuang simcard ponselnya.     

"Jangan beri kabar apapun padanya, berapa kali kau ingin menyakiti George, Emanuella Dimitry, kejamnya dirimu." Ellyn memutar matanya sebelum akhirnya menekan pedal gas dan membawanya kembali ke istana. Kali pertama dimana dia mencuri kunci mobil dan membawa mobil sendiri keluar istana.     

"Sorry George." Bisik Ella sementara air matanya berlinang. Pilihannya untuk tinggal di UK dan kembali pada Robert juga bukan pilihan yang paling tepat, tapi itu satu-satunya yang dia pikirkan beberapa menit sebelum penerbangannya berangkat.     

***     

Ella berjalan dengan malu-malu keluar dari kamar mandi menuju kamar Robert.     

"Aku sebaiknya pergi ke kamar Princess Eleonnore." Ella benar-benar merasa sungkan, apalagi saat Robert menoleh padanya dan melihatnya dalam balutan kemeja linen yang terlihat oversize di tubuhnya.     

"Ellyn tidak akan menyukaimu bermalam di sana." Robert tersenyum, dia bangkit dari tempatnya duduk dan berjalan menghampiri Ella. Gadis itu bahkan masih membalut kepalanya dengan handuk karena dia baru saja mencuci rambutnya, dan dia terlihat sangat mempesona di mata Robert. Bahkan pandangan King of England tak bisa beralih darinya.     

"Keringkan rambutmu." Bisik Robert dan Ella berjalan ke arah meja, meski itu bukan meja rias, tapi di meja itu ada sebuah kursi dan di lacinya tersimpan hair dryer. Ella mengeringkan rambutnya dibawah pengawasan Robert, pria itu tak bis amengalihkan pandangannya pada sang gadis.     

Setelah rambutnya setengah kering, Ella berjalan untuk mendekat ke arah Robert.     

"Aku tidak tahu apakah keputusanku ini . . ." Ella belum selesai berbicara dan Robert sekali lagi meletakkan telunjutknya ke bibir gadis itu.     

"Jangan bicara." Robert mendekatkan wajahnya ke wajah Ella, perlahan dia mencium bibir gadis itu dengan lembut, meski begitu Ella tak sanggup membalas ciuman hangat sang Raja, di benaknya, rasa bersalah pada George Bloom masih berkecamuk.     

Menyadari bahwa Ella tak membalas ciumannya, Robert melepaskannya.     

"Istirahatlah." ujar Robert.     

"Tidak di ranjang anda your Majesty."     

"Aku akan tidur di sofa." Robert tersenyum. "I won't touch you, seperti janjiku waktu itu." Ujar Robert.     

"Tapi . . ." Ella masih hendak membantah tapi Robert tak memberinya kesempatan.     

"Go to sleep, kita akan bicara besok pagi." Ujar Robert dan Ella mengangguk patuh. Dihadapan pria sempurna yang penuh dengan wibawa dan kuasa itu, Ella sungguh tak berkutik sama sekali. Dia mendadak tampak seperti seekor kucing penurut yang lebih suka bermanja dari pada mencakar.     

Ella berbaring di ranjang sementara Robert memilih untuk membaringkan tubuhnya di sofa. Untuk malam ini baik Robert, Ella, George, maupun Ellyn kesulitan tidur dengan alasannya masing-masing.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.