THE RICHMAN

The Richman - George Anger



The Richman - George Anger

0Pagi-pagi saat George membuka mata, dia terheran karena Judith sudah tidak berada di kamar, dan bahkan di seluruh penjuru rumah. Menjadi sangat aneh karena gadis itu pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun. George menjadi curiga, tidak ada barang yang hilang dan tidak ada tanda-tanda kejahatan yang dilakukannya. George melihat ke CCTV di rumahnya dan mencari tahu kapan gadis itu pergi. Rupanya dia tidap pergi pagi hari, melainkan malam hari.     

George melihat ke CCTV yang berada di sekitar kamar tamu, dan dia melihat Judith menelepon di lorong dekat pintu keluar dari samping. George mendengarkan dengan head set untuk membantunya mendengar lebih jelas.     

"Mrs. Anthony, aku sudah melakukan semua sesuai yang kau inginkan." Ujar Judith. George tidak mendengar jawaban dari seseorang di seberang telepon, yang dikatakan oleh Judith berikutnya adalah. "Aku akan meninggalkan rumahmu, orang dari agency akan menjemputku." Ujarnya. "Untuk pembayarannya, kau bisa transfer ke rekeningku, aku akan mengirimkan rekeningku padamu." Setelah mengakhiri panggilan itu, Judith meninggalkan kediaman George.     

Pria itu terduduk lemas di ruang monitor, dia meremas wajahnya. Antara kesal dan marah karena Claire ternyata belum bisa mempercayainya meski George berusaha keras untuk meyakinkan isterinya itu bahwa dia tidak berselingkuh di belakangnya. George bahkan tak habis pikir jika Claire sampai menyewa jasa profesional untuk menggodanya.     

Rahang George mengeras sekilas, dia menatap ponselnya dimana layar utamanya adalah foto isteri dan puteri cantiknya. "How dare you." Gumam George kesal.     

***     

Claire pulang dua hari lebih cepat dibandingkan rencana kepulangannya. Dia menerima pesan singkat dari George dan di pesan singkat itu, George jelas sangat marah untuk apa yang dilakukan Claire. "Jika kau ingin tahu sesuatu, bertanyalah. Jangan memata-matai suamimu apalagi membayar jasa profesional untuk menggoda suamimu. Kau benar-benar melukai hargadiriku dan aku tak lagi bisa menerima itu. Jika kau tak percaya, mungkin sebaiknya kau pikirkan ulang untuk melanjutkan pernikahan ini." Tulisnya.     

Claire menjadi panik seketika dan dengan membawa puteri kecilnya, dia segera kembali ke New York untuk bicara dan menjelaskan semuanya pada George suaminya itu. Dia dan Ella tiba di rumah tapi kebetulan George masih berada di kantornya.     

Dikantornya, Goerge baru saja mengakhiri meeting dengan beberapa orang termasuk Ben pamannya.     

"Uncle Ben, bisakah kita bicara sebentar?" Tanya George.     

"Sure." Ben menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah George. Pria muda itu meminta pamannya berbicara di ruangannya.     

"Aku berniat untuk menceraikan Claire." Ujarnya.     

"What?" Alis Ben berkerut. Dalam sejarah kehidupan keluarga Anthony secara turun temurun, tidak satupun pernikahan yang berakhir dengan perceraian selama dua pasangan masih hidup. "Mengapa kau berpikir seperti itu?"     

George melipat tangannya di dada, "Claire membayar agency untuk menggodaku dua hari yang lalu." Ujarnya dan itu membuat Ben tertawa.     

"Ini tidak lucu, uncle. Aku benar-benar kecewa padanya." Ujar George.     

Ben menghela nafas dalam, "Aku tidak percaya isterimu melakukannya." Ben menatap George. "Apa kau melakukan kesalahan sampai isterimu tidak lagi bisa percaya padamu?" Mata Ben menyipit ke arah George.     

"No." Sangkal George.     

"Lalu mengapa dia begitu tidak percaya padamu?" Tanya Ben. "Setiap wanita bertindak karena ada alasan yang melatarbelakanginya, apalagi jika tindakan itu adalah tindakan gila."     

Rahang George mengeras sekilas, "Dia curiga tengan Ella." Jujur Geoge.     

"Mantan kekasihmu?" Tanya Ben.     

"Tidak sepenuhnya seperti itu, kami sempat dekat tapi kami bahkan tak pernah berpacaran." Jujur George.     

"Tapi kau sangat mencintai wanita itu?" Alis Ben berkerut menatap George.     

"Dulu ya." Angguk George.     

"Dan sekarang?" Tuntut Ben.     

George menghela nafas dalam, "Sejujurnya dia menghubungiku beberapa hari sebelum Claire pergi ke rumah orang tuanya. Dia bercerita tentang situasinya dan aku berempati, tapi aku sama sekali tidak berencana meninggalkan Claire dan puteriku demi wanita di masalaluku." George terlihat bingung.     

"Kau dalam masalah anak muda." Ben bangkit berdiri. "Jika selama ini kau tak pernah mengatakan dengan jujur tentang masalalumu, maka ini saatnya kau memperbaiki semuanya. Katakan dengan jujur pada isteirmu bagaimana hubunganmu di masalalu dan bagaimana posisinya di masa sekarang."     

"Aku peduli pada wanita itu, dan itu tidak bisa kupungkiri." George terlihat terjebak di antara dua pilihan, "Tapi aku juga menyayangi Claire."     

"Kau tidak bisa beridiri di dua perahu yang berbeda." Ben menepuk pundak George. "Segera ambil keputusanmu, jangan biarkan ini berlarut-larut dan justru akan menenggelamkanmu."     

Ben meninggalkan ruangan itu, dia tak bisa memberikan banyak ceramah atau masukan pada Goerge, karena Ben tahu bahwa sejujurnya masukan apapun yang diberikan orang lain padanya tak akan mengubah pendiriannya tentang perasaannya dan Ben tahu betul seperti apa George. Ben memilih untuk tidak terlibat terlalu dalam untuk keputusan yang akan diambil keponakannya itu dalam rumah tangganya. Dia memberikan kebebasan pada George untuk menentukan pilihannya, karena soal hati, tak ada yang berhak mendikte pilihan seseorang.     

George mengambil ponselnya dan juga tasnya, dia berniat untuk pulang. Dalam perjalanan, dia masih memikirkan berbagai kemungkinan tentang keputusan yang akan dia ambil atau yang akan dia katakan pada Claire. Bagaimana dia akan menjelaskan perasaannya pada Claire, sementara dia tidak bisa membiarkan Emanuella Dimitry menjadi korban dari kekejaman monarki yang rela menjebaknya, menjadikannya kambing hitam atas apa yang tidak dia perbuat demi menyingkirkannya dari istana dan glear bangsawannya.     

Pagi ini berita tentang Ella tersebar di seluruh penjuru dunia dan menggemparkan. Dikabarkan bahwa Ella memiliki hubungan gelap dengan pria dari kalangan biasa di London. King of England memutuskan untuk menceraikannya dan mencabut gelar bangsawannya. Itu membuat situasi George semakin rumit. Berkali-kali dia menghubungi Ella dengan nomor yang dia gunakan untuk menghubunginya, tapi tak dijawab. Wanita itu pasti sangat terguncang dan butuh teman untuk bicara dan menguatkannya. George ingin hadir di sana sebagai temannya, sahabat yang selalu mensupportnya.     

George bahkan tak habis pikir bahwa Robert Owen tega membiarkan isterinya dijadikan kambing hitam untuk apa yang tidak dikerjakannya. Kesetiaan Ella padanya jelas tak perlu diragukan lagi, berkali-kali dia mengalami tindakan yang menyudutkannya tapi Ella selalu tetap pada pendiriannya bahwa dia mencintai Robert dan akan selalu seperti itu. Tapi melihat Ella di buang seperti sampah yang tak lagi berguna oleh keluarga kerajaan, itu juga membuat Goerge murka. Andakata George tahu bahwa nasib wanita itu akan seburuk ini pada akhirnya, tentu saja George akan berusaha lebih keras untuk mendapatkannya di masalalu. Bahkan dengan segala cara, termasuk mengawininya sepcara paksa.     

Kini nasi sudah menjadi bubur, dia memiliki Claire yang juga disayanginya, dan bayi mungil, buah cinta mereka. George tak mungkin egois meninggalkan kedua manusia yang sangat berharga bagi kehidupannya itu.     

***     

George masuk kedalam kamar dan melihat Claire sudah berada di rumah. Dia duduk di depan meja rias dan tengah mengenakan krim malamnya. Saat George masuk, Claire segera meletakkan barang-barangnya dan berjalan mendekati George untuk memberinya ciuman tapi George menepisnya.     

"Don't touch me." Ujar George, dia meletakkan blazernya di sofa dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Mata Claire berkaca-kaca, George memang cukup sering marah, tapi diam bukanlah gaya marah yang familiar baginya. Dan itu justru lebih menakutkan dibandingkan saat George berbicara dengan nada keras dan mengungkapkan apa yang dia rasakan. Menolak disentuh dan menolak diajak bicara, itu dua hal mengerikan yang tidak bisa diterima Claire dari kemarahan suaminya.     

Namun Claire berusaha sabar dan menunggu sampai George selesai mandi dan bersiap untuk tidur. Mereka berdua sudah berbaring di ranjang yang sama, tapi George memunggungi Claire dan tak ingin menatap wajahnya.     

"Aku ingin menjelaskan." Claire membuka suara.     

"Aku kecewa padamu." Ujar George.     

Claire menelan ludah, "Andai kau jujur padaku sejak awal, aku tidak akan melakukan hal itu." Ujarnya. Mata Claire berkaca, wajahnya memanas dan dia hampir menangis meski George masih belum menatapnya. "Dan berita hari ini membuatku semakin yakin bahwa aku tidak sembarang menuduh, kau memang memiliki hubungan dengan wanita itu." Ujar Claire.     

George geram, emosinya terpancing saat Claire mengatakannya, "Kau sadar apa yang kau katakan?" Tanyanya di antara celah giginya yang terkatup.     

"Aku tahu kalian bicara di telepon, dan aku mendengar semua percakapan kalian." Tampaknya kegilaan Claire tak hanya berhenti dengan menyewa agency untuk menggoda suaminya, dia bahkan menyadap telepon suaminya itu.     

"Kau sudah gila Claire." George bangkit dari tempat tidur dan berniat keluar dari kamarnya.     

"Aku gila karenamu!" Teriak Claire. "Kau membuatku ketakutan setiap hari George." Ujarnya dengan suara bergetar, George menghentikan langkahnya.     

"Aku tak bisa melanjutkan pernikahan ini denganmu, wanita yang sama sekali tak pernah percaya padaku." Ujar George, dia keluar dari kamar, bahkan beberapa saat kemudian terdengar suara raungan mesin mobil, pertanya George meninggalkan rumahnya.     

Claire menangis di dalam kamarnya dia benar-benar hancur karena George mengatakan kalimat mengerikan itu pada akhirnya, "Perceraian." Hal yang tak pernah dia pikirkan seumur hidupnya, berpisah dengan pria yang membuatnya jatuh hati sejak pertama bertemu dan berhasil meyakinkannya bahwa cinta yang tulus itu ada, bahwa pernikahan itu sesuatu yang nyata dan layak dijalani. Tapi sekarang semuanya hancur dengan sekali hempas.     

Ketidakterbukaan secara bertahun-tahun membuat komunikasi diantara mereka tidak berjalan baik. Claire hidup dengan rasa curiganya yang menggulugnya seperti bola salju, awalnya kecil, tapi kemudian semakin dia menggali gulungan itu membelitnya semakin besar. Rasa curiga menjadi rasa cemburu yang membabibuta dan menelannya bulat-bulat. Tak ada yang tersisa selain hari-hari penuh kegelisahan. Dia bahkan harus berurusan dengan psikiater dibelakang suaminya itu untuk mengatasi hari-harinya sulit tidur, namun berpura-pura terpejam sementara di kepalanya sejuta hal buruk berlomba-lomba menghantui. Apalagi jiga George dalam perjalanan bisnisnya keluar kota atau keluar negeri, Claire bahkan harus meminta obat yang mengandung psikotropika dengan resep dokter untuk bisa tertidur.     

Dia berjuang sendiri untuk keluar dari masalah psikologis yang dia alami disaat dia juga harus berjuang mengkompromikan semua sikap-sikap George yang tak jarang menjadi dingin saat dia tengah begitu sibuk dengan pekerjaannya. George memang mencintai Claire, tapi dia tidak seperti Aldric ayahnya yang penuh ekspresi dan dengan mudah mengekspresikan semua bentuk cintanya pada Adrianna dalam berbagai format. George tampaknya bertolak belakang, dia tak begitu bisa mengumbar kemesraan, apalagi setelah pernikahannya berjalan bertahun-tahun. Dan sejak tahun pertama hingga tahun ke enam, tak pernah mereka lewati dengan mulus. Selalu ada percekcokan, ketidak percayaan, tuduhan, rasa tidak terima dan sebagainya.     

Dan puncaknya adalah malam ini, pertengkaran yang membuat salah satu melangkah keluar dari rumah, itu adalah pertanda buruk. Berarti mereka sudah melanggar komitment yang mereka buat sendiri, mereka bersepakat untuk tidak pergi dari rumah meski pertengkaran diantara mereka menjadi sangat buruk, tapi George meninggalkan rumah malam ini. Itu berarti dia tak lagi memegang salah satu komitment yang mereka buat, tampaknya George juga tak peduli lagi dengan sisa komitment yang lainnya.     

Pria itu berakhir di sebuah bar dengan bergelas-gelas alkohol yang dia tenggak dan mulai mabuk, sementara isterinya di dalam rumah menangis semalaman dalam kehancuran hati yang dalam. Satu-satunya yang tersisa adalah Emanuella Clementine Anthony, bayi mungil mereka yang tertidur dalam damai meski ibunya berbaring di sisinya dengan linangan air mata, membayangkan kehidupan mereka setelah itu, tanpa kehadiran sosok ayah karena perceraian.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.