THE RICHMAN

The Richman - Honneymoon Plan



The Richman - Honneymoon Plan

0It's always a honneymoon after the wedding, begitu juga dengan George dan Claire. Mereka sempat bersitegang soal rencana liburan karena George memilih Paris, German, Swis, Maldives, Bali, Tailand, tapi Claire memilih England.     

"Mengapa kau memilih UK sayang, kita bisa keliling dunia tapi tidak ke tempat itu." George terlihat sedikit kesal, di hari kedua dia menikahi Claire.     

"What's wrong with UK, kau bahkan bisa menikmati reunion dengan orang-orang yang kau kenal selama di tempat itu, kau juga bisa mengunjungi tempat-tempat yang dulu sering kau datangi." Claire sedikit memaksa.     

George menatap Claire dalam-dalam, "Ada apa denganmu sayang?" Tanyanya.     

"Nothing, kita hanya merencanakan honeymoon dan tempat yang paling ingin ku kunjungi saat ini adalah UK."     

"Sebutkan tempat yang spesifik yang ingin kau kunjungi." George mengalah.     

"Palace, may be we can meet the King and Queen of England." Ujar Claire dengan nada candaan sembari mengikat dasi untuk George dan pria itu membeku mendengarnya.     

"Don't be stupid." George bergumam dan gumamannya itu didengar oleh Claire.     

"Kau mengatakan aku bodoh?" Alis Claire bertaut. "What's wrong with you?" Claire menatap George dengan tatapan bingung. "Sejak kemarin kau selalu membujuk untuk bulan madu meski aku menolaknya. Dan sekarang aku sudah memutuskan bahwa tempat yang sangat ingin kukunjungi adalah UK, and you said that I'm stupid."     

George menghela nafas dalam, "Aku tidak mengatakannya." Sangkalnya.     

"Ok, jadi pilihanku yang bodoh?" Claire mengerutkan alisnya pada George.     

"Ok, kita akan pergi ke UK. Aku akan meminta sekretarisku mengurus semua rencana perjalanannya." George memilih untuk menghindari perdebatan dan Clarie menolaknya.     

"No, I do my self." Jawabnya dan itu membuat George membeku beberapa saat menatap isterinya. "Ada apa denganmu sayang, mengapa kau . . .?" George justru dibuat bingung mengapa Claire begitu ngotot soal UK, apakah dia tahu sesuatu tentang masalalu George atau dia ingin mencari tahu sesuatu yang tidak dia tahu atau apa? Menerka-nerka membuat George frustasi.     

Claire menghela nafas, dia menatap suaminya itu, "Ask your self, whats wrong with you George." Calire menggeleng pelan sebelum meninggalkan kamarnya dan keluar untuk membatu Adrianna ibu mertuanya menyiapkan sarapan. Meski ada asisten rumahtangga yang melakukannya, tapi Adrianna tampak senang melakukan semuanya sendiri. Dia sempat mengatakan bahwa menyibukkan diri adalah salah satu caranya untuk tetap sehat dan bahagia.     

"Hei sweetty." Sapa Adrianna.     

"Hi mom." Claire tersenyum sekilas.     

"Are you ok?" Adrianna melihat senyum Claire tak setulus biasanya, dan dia merasa perlu bertanya tentang hal itu. Mengingat hari-hari pertama dalam pernikahan menjadi sangat crusial bagi pasangan muda, perbedaan pendapat hingga pertengkaran sangat mungkin terjadi.     

Claire menggeleng, "Not really." Jawabnya lemah.     

"Katakan padaku, apa masalahnya?" Adrianna meraih tangan Claire, dia tahu bahwa terkadang menghadapi George puteranya bukanlah perkara mudah. George memang mewarisi sembilan puluh persen sifat Adric ayahnya, tapi sepuluh persen dari sifat dan sikap George cukup sulit untuk ditangani jika seseorang belum mengenalnya dengan begitu dalam. Dan Claire masih dalam tahap mengenali suaminya itu. Bahkan pasangan yang sudah menikah puluhan tahun terkadang masih tercengang-cengang dengan sikap pasangannya dalam situasi tertentu.     

Claire tertunduk sekilas, "George mengatakan untuk kami berbulan madu, tapi aku sudah menolaknya."     

"Hei, pergilah. Bulan madu akan sangat menyenangkan dan itu akan membuat kalian semakin dekat sayang, intimasi yang kalian butuhkan sebagai bekal untuk menjalani hari-hari kalian sebagai suami isteri." Adrianna memberikan penjelasan bahkan sebelum tahu apa masalah yang sebenarnya dialami oleh menantunya itu.     

"Bukan masalah itu, pada akhirnya aku setuju dan dia meminta aku menentukan tempat tujuan kami." Ujar Claire.     

"Ok, lalu?" Adrianna mencoba mendengarkan kali ini.     

"Aku memilih UK dan George menolaknya tanpa alasan yang jelas, dia membingungkan." Claire terlihat sedikit kecewa. Ekspresi wajah Adrianna berubah sekilas, sedikit banyak dia tahu cerita masalalu antara puteranya dan seorang gadis di tempat itu. Jika mereka memutuskan untuk kembali ke negara itu, mungkin George tidak nyaman karena berbagai kenangan mungkin akan bangkit tanpa dia inginkan.     

"Pilih tempat lain kalau begitu." Adrianna tersenyum sembari mengusap lengan menantunya itu.     

Claire menatap ibu mertuanya, "Apa ada sesuatu yang tidak ku tahu tentang negara itu? Atau orang dimasalalu George?" Tanya Claire tiba-tiba dan itu membuat Adrianna membeku.     

"Nothing." Gelengnya berbohong. "Mungkin George hanya tidak nyaman kembali ke tempat itu sayang, percayalah ada jutaan tempat yang indah untuk dihabiskan selama bulan madu dan kau bisa memilih alternatif lainnya." Adrianna tersenyum sebelum dia menyelesaikan sentuhan terakhirnya.     

"Aku lupa memeriksa ponselku, aku akan ke kamarku sebentar." Ujar Adrianna sembari meninggalkan meja makan. Bukan tanpa sebab, dia ingin memberikan ruang pada George dan Claire untuk membicarakan masalah ini berdua sebelum George meninggalkan rumah. Dia berharap agar masalah yang mereka alami tidak mengguncang rumahtangga mereka yang baru seumur jagung itu.     

George turun dari lantai dua dan berjalan ke ruang makan untuk sarapan sebelum dia pergi ke kantor. Claire menuangkan kopi untuknya.     

"Your coffee." Ujarnya lirih.     

"Thank you." George sempat menatap isterinya itu, tapi Claire sibuk menghindari tatapan suaminya itu. "Soal honeymoon ke UK, aku minta maaf karena reaksiku yang berlebihan." Sesal George.     

Claire menatap suaminya itu. "Apa yang kau sembunyikan dariku?" Tanya Claire.     

"Nothing." Geleng George.     

"Mengapa kau menolak dengan reaksi berlebihan seperti itu?" Claire benar-benar tidak bisa menerima jawaban George dengan logikanya.     

"Sesuatu yang belum selesai?" Tanyanya lagi.     

"Tidak." Jawab George. "Aku hanya tidak ingin kembali ke tempat itu jika alasanmu adalah untuk mengorek masalaluku." Imbuhnya.     

Claire menggelengkan kepalanya tak percaya, "Aku tidak percaya kau mencurigaiku, George."     

"Sebaiknya kita pilih tempat lainnya, sebelum kita pergi ke tempat itu, kita bahkan sudah menghabiskan banyak waktu untuk bertengkar." Kesal George. Dia bangkit dari tempat duduknya dan meninggalkan ruang makan, bahakan tak ada pelukan atau kecupan di kening pada isterinya itu.     

Claire duduk, dia menghela nafas dalam dan berusaha tetap tenang meski George membuatnya kecewa dengan sikapnya yang kekanak-kanakan. Dia menyangkal bahwa dirinya menyembunyikan rahasia dari isterinya itu, tapi dia tidak mengatakan kejujuran dan tetap bersikap reaktif. Sesuatu jelas tidak beres, tapi Claire bukan tipe wanita yang gemar mengkonfrontir suaminya secara brutal, dia memilih untuk menyimpan dan mencari tahu sendiri.     

Dia mengirim pesan singkat pata Shiena untuk bertemu pada saat makan siang, selepas dia mengajar. Claire berharap dia bisa tahu banyak hal dari Shiena mengingat George dan Sheina adalah sepupu. Mungkin Sheina sempat mendengar tentang "kisah cintah George selama di UK"     

"Bisakah kita bertemu untuk makan siang?" Tanya Claire dalam pesan singkatnya.     

"Of course." Balas Sheina.     

"I'll pick you up." Balas Claire lagi.     

"See you." Jawab Sheina.     

***     

Setelah selesai dengan kliennya hari ini Sheina terpaksa menolak ajakan makan siang dengan Oliver demi bisa makan siang dengan isteri sepupunya itu. Tidak biasanya Claire mengajak makan siang bersama jika tidak ada yang mendesak untuk dibicarakan.     

"Jadi kau menolak ajakan makan siangku?" Tanya Oliver     

"Sorry boss." Sheina tersenyum.     

"I'm your fiance." Protes Oliver.     

"Aku akan ke apartmentmu malam ini." Jawab Sheina.     

Oliver menghela nafas dalam, "Berapa ribu kali aku harus memintamu untuk tinggal bersamaku, aku bahkan sudah melamarmu dan kau tetap menolak untuk tinggal bersama."     

"Aku sudah memikirkannya sayang, beri aku waktu." Sheina menatap Oliver dan pria itu mengangguk. "Pergilah, aku akan makan siang dengan klien."     

"Jangan makan siang dengan klien perempuan, big no!" Sheina memberikan peringatan dan Oliver mengangkat tangan sembari menggelengkan kepala.     

"Nice boy." Sheina tersenyum kemduian meninggalkan rungan boss sekaligus tunangannya itu. Rupanya Claire sudah menunggu di loby dan itu membuat Sheina bergegas karena tak ingin Claire menunggu lebih lama.     

"Kau sudah menunggu lama?" Tanya setelah memberikan pelukan singkat pada Claire.     

"Ok, mari kita pergi."     

"Aku benar-benar butuh bantuanmu." Ujar Claire.     

"Aku akan membantu semampuku." Jawab Sheina. Mereka berkendara dengan mobil yang dikendarai Claire. Meski pasca kecelakaan hebat itu, Sheina sempat trauma menyetir sendiri kendaraannya, tapi beberapa bulan terakhir dia sudah kembali mengendarai sendiri mobilnya. Mobil baru yang dihadiahkan Oliver untuk ulangtahunnya beberapa bulan lalu.     

Setelah berkendara, Claire dan Sheina sepakat untuk makan di restorant yang letaknya dekat dengan kantor Sheina. Bukan menu yang mereka pikirkan, hanya tempat yang nyaman untuk berbagi cerita sembari menyantap makan siang.     

Menu yang mereka pesan sudah terhidang di atas meja, baik Claire maupun Sheina bersiap untuk bersantap.     

"Jadi apa yang ingin kau katakan?" Sheina tersenyum menatap Claire.     

"Aku bertengkar dengan George." Ujarnya singkat.     

"Oh, di dua hari pertama pernikahan kalian?" Sheina memutar matanya.     

"Tepat sekali." Angguk Claire putus asa.     

"Apa masalahnya?" Sheina terlihat penasaran.     

"Buan madu." Jawb Claire sembari menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.     

Sheina terkekeh, "Mengapa hal indah itu membuat kalian bertengkar? tidak masuk akal." Jawabnya.     

"Pertama dia mengajak bulan madu sementara aku menolak. Tapi setelah kupikirkan lagi, akhirnya aku menyetujui rencana bulan madunya. Saat aku bertanya padanya soal tujuan kami, dia memintaku menentukan dan aku memilih UK." Terang Clarie.     

"Lalu apa masalahnya, UK juga punya banyak tempat menarik untuk dikunjungi." Jawab Sheina santai, tapi justru dari jawaban itu Claire bisa menilai bahwa Sheina tidak tahu banyak soal negara itu dan kenangan Goerge selama tinggal di sana.     

Sheina yang baru sadar bahwa Claire tampak kecewa dengan jawabannya menatap wanita itu dengan bingung, "Ada apa dengan UK?" Tanya Sheina pada Claire.     

"Justru itu, aku berharap kau tahu." Claire terlihat putus asa, dia meletakkan alat makannya. "Sepertinya dia menyembunyikan sesuatu dariku." Ujarnya.     

"Hei, bukankah kau pernah mengatakan padaku lebih baik tidak tahu apa-apa dibandingkan sibuk menggali sesuatu yang tidak kita tahu yang mungkin akan membuat kita terkubur hidup-hidup." Ujar Sheina.     

"Ya." Angguk Claire lemah. "Reaksi Geroge menggangguku." Ujarnya lirih.     

Sheina menghela nafas dalam, "Jika kau takut masalalu George akan menyeretnya dan merebutnya darimu, jangan bawa dia mendekati masalalu itu." Sheina merema tangan Claire. "Jangan sekali-kali mencoba menggali, atau mencari tahu jika itu membahayakan hubungan kalian." Ujar Sheina sekali lagi.     

"Jadi aku harus diam sementara suamiku menyimpan rahasia masalalunya dariku? Masalah yang mungkin tak pernah hilang darinya."     

"Kau menikahinya Claire, mengapa kau ragu setelah kau memiliki George seutuhnya." Sheina menatap wanita itu.     

"Semua itu menjadi sia-sia jika aku hanya menikahi raganya dan bukan hatinya." Jawab Claire sedih.     

"George mencintaimu." Sheina meyakinkan Claire dan wanita itu mengangguk. Meski dalam hati dan pikirannya, dia jelas tidak bisa menerima penjelasan dan masukan dari Sheina begitu saja. Beberapa hal yang dikatakan oleh Sheina itu benar, tapi tidak mudah untuk dilakukan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.