THE RICHMAN

The Richman - Dealing with Danger



The Richman - Dealing with Danger

0"Kau tidak tahu dengan siapa kau berurusan." Oliver terlihat frustasi menatap Sheina. Sedangkan begitu kembali dari Atlanta, Sheina menemukan setumpukan berkas kasus di atas mejanya dan dia memulai dengan yang paling mendesak.     

"Boss, dia adalah korban perdagangan manusia yang menuntut haknya." Sheina melemparkan berkas di tangannya ke atas meja.     

Oliver mengambil berkas itu, "Kau melakukannya demi kemanusiaan, tapi tuntutanmu tidak akan pernah diproses, mengertilah."     

"Setidaknya aku mencoba." Sheina bersikukuh.     

"You don't know what you dealing with, better to stop now." Oliver menatap Sheina, setengah memohon, tapi Sheina masih berdiri dengan kertolak pinggang, menandakan bahwa dia masih sangat emosi.     

Sebuah kasus dimana seorang ibu ingin memblow up hilangnya sang puteri yang sudah dilaporkan ke kepolisian tapi tak pernah ada titik terang. Dan sekarang ibunya tengah berusaha membawa kasus ini ke media agar beritanya lebih besar hingga mendapatkan perhatian dari pihak-pihak terkait. Karena tanpa memblow up berita ini ke media, suara orang kecil seperti mereka hanya akan terabaikan.     

"Dia punya bukti boss, dan semua buktinya ada. Bahkan plat nomor kendaraan yang dipakai untuk membawa puterinya teracatat, tapi polisi tidka pernah menangani kasusnya."     

"Karena beberapa oknum ada di dalam institusi itu dan off the record, baik kau dan aku paham betul soal hal itu." Oliver meyakinkan.     

"Mungkin dengan ter-blow up-nya kasus ini, istitusi itu akan menjadi bersih." Sheina mengangkat alisnya.     

"No, sistem ini sudah terbentuk bertahun-tahun bahkan puluhan tahun, kau hanya akan membayakan dirimu dengan membantu wanita itu, berdiri di belakangnya dan memblow up kasus ini ke media." Oliver berusaha menahan Sheina dari semua ide gilanya itu.     

Sheina memutari meja, dia menundukkan tubuhnya dan dengan kedua tangannya bertumpu pada sisi kursi tempat Oliver duduk, "Bayangkan jika itu saudarimu, kau akan diam saja?" Tanya Sheina dengan gigi terkatup dan penuh penekanan.     

"Justru karena aku tahu seperti apa rasanya, aku tidak ingin kau melakukan kebodohan itu." Oliver membalas tatapan Sheina dan bangkit berdiri, dia mengatakan semua itu penuh penekanan, sama seperti yang Sheina lakukan padanya beberapa detik lalu, bahkan lebih mengancam.     

Oliver keluar dari ruangan Sheina dengan marah karena ini bukan pertama kalinya mereka beradu argumen, tapi kali ini Oliver mengerahkan segala cara untuk melarang Sheina memback up wanita tua bernama Jovanca itu untuk membawa kasus puterinya ke media.     

Sheina menjatuhkan dirinya ke tempat duduknya, untuk beberapa saat dia memikirkan apa yang dikatakan oleh Oliver, tapi wanita tua itu datang padanya dua hari yang lalu dengan menangis, dia mengatakan pada Sheina. "Kau akan tahu rasanya saat kau membesarkan seorang puteri yang menjadi kebanggaanmu dan satu-satunya yang kau miliki lalu seseorang mengambilnya darimu begitu saja." Ujar wanita tua itu dengan linangan air mata dan suara bergetar.     

Bahkan dua malam terakhir, Sheina mengalami mimpi buruk tentang sebuah penculikan. Seperti saat dia disekap oleh Mala dan Nic meski mereka akhirnya bicara baik-baik, bagaimana jika puteri Mrs. Jovanca Bill mengalami hal yang sama, mungkin lebih buruk. Kejadian ini sudah terjadi satu setengah bulan yang lalu dan tidak pernah ada kejelasan dari pihak kepolisian bahkan laporan ulang sudah dilakukan oleh Jovanca.     

Single mother itu berusaha keras untuk menemukan puterinya, dia juga mati-matian membayar pengacara yang sebelumnya membantunya mengurusi semua yang dibutuhkan untuk membuat laporan dan tuntutan hukum atas kasus puterinya dan tidak ada tindak lanjut bahkan sampai Jovanca hampir kehilangan semua yang dia miliki. Wanita itu bahkan sudah menjual mobilnya dan uang hasil penjualan mobil tua itu dibawa dengan amplop dan diberikan pada Sheina di atas mejanya dengan berkata, "Ambil ini, jika bahkan untuk uang muka saja kau merasa tidak cukup, aku akan berusaha mencarikannya. Sebutkan saja berapa aku harus membayar untuk mendapatkan bantuanmu." Ujar wanita itu, dan Sheina merasa tercabik-cabik.     

Baginya semua kasus sama saja, baik yang bisa membayar mahal atau tidak. Meski Sheina sudah meminta Jovanca untuk membawa kembali uangnya dan berjanji untuk membantunya, tapi setelah Oliver tahu soal kasus ini, dia menolak tegas memberikan ijin bagi Sheina untuk mengadvokasi wanita itu.     

***     

Pukul empat sore, Sheina membawa cangkir kopi yang baru saja dibuatnya dan berjalan ke ruangan bosnya itu. Dia berdiri di ambang pintu dan memilih tidak mengetuk, melihat Oliver sibuk dengan berkas-berkas di atas mejanya.     

Menyadari ada yang mengawasinya, Oliver menatap ke arah pintu dan menghela nafas dalam tanpa mengatakan apapun. Sheina masuk ke dalam ruangan itu dan meletakkan gelas kopinya di atas meja.     

"Aku tak punya banyak waktu untuk berdebat, katakan dengan cepat." Ujar Oliver sembari melakukan pekerjaannya, begitu banyak pekerjaan tertunda selama dia menghabiskan satu minggu di Atlanta demi gadis yang duduk di hadapannya itu.     

Sheina menelan ludah, "Aku akan tetap membantu wanita itu." Bisiknya lirih. Oliver sudah menduga bahwa kekasihnya itu tidak akan menyerah semudah itu, dia pasti hanya menunggu waktu yang tepat untuk melakukan niatnya, dengan atau tanpa sepengetahuannya.     

"Mereka mafia dan kau tidak tahu betapa mengerikannya itu." Oliver meletakkan pulpennya di atas meja dengan keras.     

"Aku sudah berjanji padanya." Jawab Sheina.     

"Kau juga berjanji padaku bahwa kau tidak akan membahayakan dirimu." Oliver melipat tangannya dan menatap Sheina. "Untuk alasan apapun."     

Sheina meremas pangkal hidungnya, "Dua malam terakhir aku tidur dengan mimpi buruk yang sama, seorang gadis muda berteriak minta tolong di ruangan gelap." Bisiknya dengan wajah pucat.     

"Percayalah bahwa polisi melakukan tugasnya dengan baik, mereka masih mencari." Oliver meyakinkan Sheina.     

"What if they're not?" Sangkalnya.     

Sheina menghela nafas dalam, "Aku pernah berada di posisi itu, di culik oleh Mala dan Nic." Ujar Sheina.     

"What?!" Oliver tampak terkejut, dia bahkan tidak berpikir bahwa itu adalah penculikan.     

"Mengapa kau baru mengatakannya sekarang?!" Protesnya.     

"Kau akan membunuh mereka berdua, dan kau tidak akan sudi membantu kasus mereka jika aku mengatakannya padamu." Jawab Sheina.     

Oliver menggelengkan kepalanya, "Aku tak percaya kau menyembunyikannya dariku selama ini."     

"Listen, pointnya bukan soal Mala dan Nic, tapi soal penculikan. Aku pernah merasakannya dan sekarang ini mungkin gadis itu sedang butuh pertolongan di suatu tempat dan harus ada yang menjadi wistleblower."     

"Dan orang itu bukan kau." Oliver menggeleng, "Mereka akan tahu siapa kau dan dengan mudah menemukanmu, lalu mencelakaimu dan aku tidak ingin itu terjadi, tidak dalam pengawasanku."     

"Oliver, ini bahkan belum terjadi padaku. Apa yang kau takutkan?!" Sheina bertanya dengan frustasi.     

"Minta wanita itu mencari bantuan dari detektif swasta, yang aku tahu itu yang terbaik yang bisa dilakukan sekarang. Memblow up berita ini ke media hanya akan berakhir buruk, kau melempar bola liar dan banyak orang akan terkena imbasnya, mereka yang urusannya tidak ingin terganggu olehmu akan terusik dan menyerangmu."     

"Ok." Sheina bangkit dari tempatnya duduk dan membawa cangkir kopinya keluar dari ruangan Oliver. Tapi dalam dirinya, dia api itu masih berkobar. Dia masih berdiri di atas kakinya dan siap melangkah untuk membuat masalah ini menjadi isu yang patut di perhatikan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan. Dan kekuasaan yang mereka miliki seharusnya mereka gunakan untuk membantu yang lemah, bukannya sebaliknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.