THE RICHMAN

The Richman - Stop Act Like a Fool



The Richman - Stop Act Like a Fool

0Geroge akhirnya kembali ke New York setelah dua minggu dia tidak mendapat kabar dari Ella dan mendadak siang ini secara resmi di istana diumumkan pertunangan antara dirinya dan King Robert Owen Fredric Jr.     

Robert dan Ella muncul dan menemui wartawan. Robert mengenakan setelelan resmi berwarna biru begitu juga dengan Ella yang kala itu tampil begitu angun dengan dress berlengan dengan warna senada. Dia terlihat mengenakan cincin berlian dengan mata biru yang sama dengan gaunnya. Rambutnya ditata dengan anggun, Ella bahkan terlihat begitu stuning di hadapan kamera para wartawan.     

Seyum diumbar sejak dia keluar bersama dengan Robert. Kilatan-kilatan kebahagiaan tergambar jelas di wajah mereka.     

"Terimakasih sudah menunggu." Robert memulai dengan senyum khasnya yang menawan.     

"Aku ingin memperkenalkan wanita cantik di sebelahku ini. Dia adalah Emanuella Dimitry, beberapa dari kalian sudah tahu bahkan dengan sangat baik mungkin. Beberapa bahkan dengan brutal mengungkap fakta yang sebenarnya tidak pernah ingin disembunyikan olehnya dari publik." Robert memulai pidatonya dengan brilian.     

"Kami resmi bertunangan dan akan segera mernikah, jadi aku berharap kalian berhenti untuk mempublikasikan hal-hal buruk tentangnya karena itu tidak benar samasekali." Robert tersenyum dan meraih Ella di pinggangnya. Gadis itu tersenyum ke arah hampir semua kamera tanpa bicara apun sampai mereka menyudahi konfrensi pers itu.     

Beberapa pertanyaan di bantu di jawab oleh juru bicara resmi istana sehingga tidak ada wawancara langsung dengan King of England dan calon isterinya. Pertanyaan soal pendidikan, kewarganegaraan, bahkan pekerjaan Ella menjadi sasaran empuk bagi wartawan.     

Tapi citra yang ditampilkan ternyata bukannya membuat Ella buruk di mata rakyat, beberapa gerakan muncul membela rakyat biasa yang akhirnya bisa menjadi calon isteri pangeran. Hastag #Cinderella menggelora di seluruh UK. Bahkan semua akun gosip yang sempat membuat Ella menjadi bulan-bulanan media sekarang justru berbalik mendukung Ella dengan postingan-postingan bernada positif. Semua berita buruk itu sudah hilang entah kemana.     

Sementara itu setelah mendengar beberapa interview dan tidak menuntaskannya, George terlihat menghela nafas dalam, dia menyandarkan tubuhnya ke sofa. Rahangya sekilas mengeras dan dia bergegas mematikan televisinya.     

George mengambil ponselnya dan segera memesan tiket pesawat untuk kepulangannya ke US setelah tak ada lagi yang tersisa untuknya di UK meski proyek ayahnya masih belum selesai.     

George segera mengepak barangnya dan bersiap untuk penerbangannya sore ini kembali ke US.     

***     

First class flight malam ini dan ia akan menempuh perjalanan selama enam jam dan akan tiba di New York esok pagi.     

Dua jam pertama penerbangan begitu lancar namun tiba-tiba pilot mengatakan bahwa mereka akan mengalami sedikit ketidaknyamanan karena cuaca buruk, namun semua penumpang diharapkant tenang.     

"Excuse me." Seorang wanita yang duduk di samping kursinya tampak terlihat panik dan mulai berkeringat.     

"Are you ok?" Tanya George.     

"Aku takut terbang, dan ini mengerikan bagiku." Ujarnya dengan nafas pendek-pendek, pertanda bahwa dia memang tengah sangat panik saat itu. Sang perepuan segera mengenggam tangan George dan mencengkeramnya erat-erat hingga kuku-kuku panjangnya tampak melukai kulit George tapi pria itu memilih untuk tidak mengeluh, justru meyakinkan gadis itu bahwa semuanya akan baik-baik saja.     

"Keep breathing, take a deep breathe." George terus mengafirmasi gadis itu agar tidak panik. "Everyghing's goona be ok."     

Benar saja setelah mengalami turbulensi kurang lebih sekitar enam menit, pesawat kembali berjalan dengan mulus dan semua kepanikan reda. Tapi kepanikan berikutnya muncul karena sang gadis melihat luka bekas kukunya di pergelangan tangan George.     

"Oh my gosh." Dia menutup mulutnya dengan kedua tangan. "Aku benar-benar minta maaf karena sudah melukaimu." Sesal wanita itu. Dia segera mengambil tas jinjinya dan mengeluarkan sebuah plaster luka.     

"Abigel" George membaca tulisan kecil di pojok plaster.     

"Em . . . ya, sesuatu yang bodoh karena membuat sendiri plaster lukaku. Itu namaku."     

"Oh, it's cool." George tersenyum. "I'm George Bloom."     

"Thanks Mr. Bloom."     

"Just George, Abigiel."     

"Call me Aby."     

George tersenyum sembari mengangkat tangannya yang sudah ditempel dengan plester dengan tulisan nama gadis yang membuatnya terluka. "Oh . . . It's nice to see you Aby."     

Gadis itu menggeleng. "Maaf karena luka di tanganmu mungkin akan meninggalkan bekas." Ujar Aby.     

"Kau terdengar seperti orang Amerika." Aby menduga.     

"Yes, I'm." Angguk George.     

Aby tersenyum, "Sorry, tapi aku melihat seperti kau sedang tidak dalam mood yang baik sejak awal penerbangan, maaf telah membuat situasinya menjadi semakin buruk." Sesal Aby.     

"Kau melihatnya seperti itu?" Alis George berkerut, namun senyum mengembang sekilas di bibirnya.     

"Ya, wajah muram, tatapanmu juga redup." Aby menatap George, "Biar kutebak, kau patah hati?" Tanyanya dan George tersenyum.     

"No." Bohongnya.     

Aby menatap George, "Aku terpaksa kembali ke New York karena kuliahku selesai." Ujar Aby.     

"Terpaksa?" Alis George berkerut.     

"Ya, kuliah adalah rencanaku melarikan diri sebenarnya." Aby tersenyum manis, matanya berkilat-kilat penuh kejujuran dan keceriaan. Sangat kontras jika dibandingkan dengan gadis pucat pasi dengan keringat yang membanjir beberapa waktu lalu akibat ketakutannya pada turbulensi.     

"Sudah sangat malam, sebaiknya kau tidur." Ujar George.     

"Aku tidak akan bisa tidur selama penerbangan." Jawabnya.     

George menatap Aby, "Why?"     

"Aku akan terbangun dalam mimpi buruk dan menjadi panik seketika, sudah pernah terjadi sebelumnya."     

"Jadi selama kau berada di UK kau praktis tak pernah kembali ke US?" Tanya George dan gadis itu menggeleng.     

"Oh, perfect escape plan." Senyum George.     

"Ya." Angguk Aby. "Kalau begitu biarkan aku menemanimu begadang malam ini.     

"Mengapa kau sampai harus lari ke UK?" Tanya George.     

"Long story." Jawab Aby, tampaknya gadis itu mendadak menjadi insecure dan menutup mulutnya rapat-rapat.     

"Ok." George menyerah.     

"Thanks." Aby berkata tulus dan George tersenyum. Keduanya kembali duduk di posisinya. George mulai memejamkan matanya sementara Aby masih terlihat membuka mata dan terlihat gelisah.     

"Mr. Bloom, aku ingin menebus kesalahanku." Aby mendadak menoleh ke arah George dan pria itu tersenyum. "Tidak perlu."     

"Bagaimana dengan minum kopi atau hang out?"     

George tersenyum sekilah, "Ok." jawabnya.     

"Bisakah aku menulis nomor ponselmu?" Tanya Aby malu-malu.     

George mendiktekan nomor ponselnya dan Aby menulisnya dengan cepat. "Aku akan meneleponmu."     

"Ok." George mengangguk, kemudian kembali memejamkan matanya. Baginya dunia perempuan akan semakin rumit jika dia menambah panjang deretan gadis yang di kecaninya meski tanpa melibatkan perasaannya. Amy, lalu Ella, dan sekarang Aby. Meski gadis itu terlihat menggoda tapi George sudah mengunci hatinya.     

Kebohongan Ella yang membuatnya terguncang, meski George selalu berada di dekat Ella setiap kali ada masalah terjadi, tapi tampaknya George sudah menemukan batasannya. Setelah Ella dan Robert mengumumkan pertunangan dan rencana pernikahan mereka, tidak ada lagi kesempatan bagi George meskipun dia tetap menepati janjinya untuk tidak beranjak. Senyum kebahagiaan Ella ketika mendampingi King of England mengumumkan berita baik itu menjadi akhir dari segalanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.