THE RICHMAN

The Richman - Secret Duty



The Richman - Secret Duty

0Hari ini, sesuai janjinya dengan George, Ella sengaja menyempatkan diri untuk ke cafetaria di sela-sela kelasnya, begitu juga dengan George. Mereka berdua sudah sepakat untuk bertemu dan saling bicara.     

"Hi . . ." George yang datang terlambat menyapa Ella yang sudah datang lebih dulu.     

"Hi." Jawa Ella yang memang sudah menunggu George sejak tadi. George duduk di hadapan Ella dengan makanan dan minuman yang sudah dia pesan untuk dua orang, sementara di hadapan Ella dia sudah memesan kentang goreng dan juga minuman soda.     

"Bagaimana kehidupanmu princess?" Tanya George dan Ella mengkerutkan alisnya, "Apa maksudmu dengan princess, George?" Ella tampak tak terlalu senang dengan candaan George itu.     

"Maaf aku hanya bercanda." Ujar George mengkoreksi sementara Ella tampak tak begitu senang.     

"Kau kehilangan selera humormu El." George menyesap minuman sodanya.     

"Mungkin, atau mungkin kau yang lupa bahwa aku tak pernah suka bercanda." Ujar Ella.     

"Ok, aku bertemu denganmu bukan untuk berkelahi." Ujar George. "Aku melihat postingan resmi Royal Family tentang Prince Robert." George membuka percakapan lainnya.     

"Ya." Ella ngengangguk singkat.     

"Apa benar dia akan segera menikah?" Pertanyaan itu lagi-lagi terlontar begitu saja dari bibir George dan tampak tak terlalu di minati oleh Ella.     

"Aku tidak bisa menjawabnya, karena aku sendiri juga tidak yakin." Ella teringat kalimat Prince Robert semalam padanya. Prince Robert bahkan hampir saja mengungkapkan perasaannya.     

"Aku tahu dia menyukaimu El." George menatap Ella sekilas dan gadis itu membeku.     

"Apa kau yakin soal itu George?" Ella bertanya seolah dia butuh pendapat dan pandangan orang lain tentang sesuatu yang dirinya sendiripun tak begitu yakin.     

Geroge menghela nafas dalam. "Dia melakukan semuanya untukmu, aku tidak bermaksud mendiskreditkan kemampuanmu soal menjadi asisten sosial media. Tapi aku merasa bahwa dia sudah memilihmu sejak awal, hingga prosesnya begitu cepat dan begitu mudah. Sorry, tapi itu pandangan jujurku."     

Ella mengatupkan bibirnya, sekilas dia juga teringat soal kalimat princess Eleonnore soal campur tangan Robert di balik semua kesempatan emas yang diperolehnya itu. Lagipula gajinya juga tidak main-main.     

Ella mengambil satu batang kentang goreng dan mengunyahnya, "George, bagaimana menurutmu?" Tanya Ella mendadak, dia tampak butuh pandangan dari orang lain soal statusnya.     

George meraih tangan Ella. "Aku menyukaimu Emanuella Dimitry, tapi aku tahu hatimu bukan untukku. Dan aku ingin mengatakan bahwa kau harus mengejar cintamu."     

Ella mematung menatap George, "Haruskah . . ." Bisiknya perlahan.     

"Aku akan selalu jadi orang yang ada di belakangmu, jika kau lelah kau bisa berbalik dan aku masih akan berdiri di sana." Ujar Geroge meyakinkan.     

"Tapi aku tidak mungkin mengejarnya, George. Dia terlalu sulit untuk ku raih." Ella bergidik, tapi dengan lembut George meremas tangan Ella. "Dia ada di hadapanmu, di dekatmu, katakan saja perasaanmu dan setelah itu biarkan dia memilih. Setelah mengatakan perasaan kita, setidaknya kita tidak lagi membohongi diri kita sendiri. Seperti yang ku lakukan padamu, aku tau kau tidak bisa bersamaku karena kau menyukai orang lain, tapi itu tidak masalah bagiku, aku akan tetap berada di tempatku jika kau berubah pikiran."     

Ella menghela nafas dalam, "Maafkan aku Gerorge." Sesal Ella.     

"Itu bukan salahmu. Aku yang menyukaimu, jadi ini keputusanku." Ujar George dan Ella tersenyum meski dia semakin bimbang. Bagaimana tidak, George Bloom adalah pria yang baik dan mereka sebaya. Tidak ada masalah yang rumit jika Ella menyerah dengan perasaannya dan berjalan bersama George. Mereka hanya akan berjalan layaknya dua mahasiswa kasmaran yang menghabiskan banyak waktu bersama dengan saling mendukung dalam studi, hang out bersama dan mungkin sesekali bercinta.     

Tapi Ella selalu tertarik dengan sosok pria yang lebih dewasa darinya. Pria yang memiliki otoritas dan juga dominan hingga bisa membuatnya menurut. Pria yang dalam setiap kalimatnya mampu membuat Ella merasa nyaman dan juga merasa di lindungi dan di ayomi. Pria yang pelukannya hangat meski raut wajahnya terkadang dingin.     

"Terimakasih sudah selalu mendukungku." Ella tersenyum sekilas dan George melepaskan tangannya. Entah mengapa hal itu terjadi tepat sekali saat Ellyn datang dengan nampan berisi makanan dan duduk di antara mereka berdua.     

"Hi, aku bisa duduk di sini?" Tanya Ellyn sambil menatap sinis ke arah Ella.     

"Tentu." Jawab Ella.     

"Bukannya kau mengencani kakakku, mengapa kau masih diam-diam bertemu dengan George?" Alis Ellyn berkerut, entah mengapa belakangan ini Ellyn terlihat jauh lebih kekanak-kanakan dibandingkan dengan saat pertama kali mereka bertemu.     

"Aku tidak berkencan dengan Prince Robert." Sangkal Ella.     

Ellyn melipat tangannya di dada, "Karena ibuku menghalangi kalian?" Ellyn menatap Ella dalam.     

"Princes Eleonnore." George menarik tangan Elllyn dan mengenggamnya. "Ella tidak seburuk itu, berbenti memusuhinya." Bela George.     

"Karena kau juga menyukainya?" Ellyn memutar pandangannya ke arah George dan itu membuat Goerge tersenyum.     

"Berhenti bersikap kekanak-kanakan dan makan kentang gorengmu sebelum pengawalmu datang dan harus mencicipi makanan sembaranganmu itu." George memberikan isyarat untuk Ella pergi dari tempat itu, dan gadis itu berterimakasih pada George yang menyelamatkannya dari ocehan Ellyn yang mulai tidak jelas.     

"Aku pergi ya, aku harus ke perpustakaan." Pamit Ella dan dia segera pergi.     

"Ah!!!" Ellyn terlihat kesal, sebenarnya dia sudah menunggu moment untuk bisa beradu argumen di hadapan Geroge untuk membuka mata George bahwa Ella sudah berkencan dengan kakaknya atau setidaknya mereka saling menyukai, agar George mundur dan berpaling dari Ella kemudian melirik dirinya. Ellyn bahkan tidak menyadari bahwa George sudah di butakan oleh cintanya pada Ella, bahkan George akan tetap menunggu Ella meski dia tahu gadis yang disukainya itu tengah berusaha untuk memenangkan hati pria lain.     

"Saat kau lelah mengejarnya dan ingin berhenti, kau bisa berbalik karena aku masih akan berada di tempatku, sama seperti saat ini." Kalimat itu benar-benar menunjukkan betapa George pada akhirnya tidak bisa melepaskan dirinya dari Ella meskipun sebelum Ella dia sangat mudah untuk berganti pasangan.     

Ella berjalan ke perpustakaan dan mengerjakan pekerjaannya, membuat postingan tentang kegiatan Robert. Hari ini Robert ada kegiatan sosial di panti asuhan dan Ella baru saja menerima dokumentasinya, hingga dia siap membuat postingan. Dan entah mengapa dia memilih untuk menyisipkan postingan tentang gadis berkulit hitam bernama Emanuella dari camp pengungsian lengkap dengan cerita yang menjadi narasinya, seperti apa yang diceritakan Robert padanya semalam.     

Setelah upload dua postingan itu Ella sibuk mengerjakan tugasnya dengan buku-buku yang sudah di pinjamnya dari perpustakaan kampus. Tepat satu jam setelah postingan itu Ella melihat like dan komentar yang bahkan sudah ratusran ribu like dan juga puluhan ribu komentar dan semua bernada positif. Ella tersenyum saat melihat postingan kedua yang tampak menadapatkan like dan komen tiga kali lipat lebih banyak dari postingan pertamya tentang kegiatan Robert hari ini. Di postingan kedua itu Ella mem beri judul "Reminiscing about Emanuela"     

***     

Tak terasa waktu sudah menjelang sore hari saat Ella selesai dengan tugas-tugasnya. Dengan tumpukan buku dia berjalan ke arah penjaga perpustakaan untuk mengembalikan buku-buku yang di pinjamnya.     

"Kau tampak sibuk hari ini." Ujar sang penjaga berbasa-basi.     

"Ya, aku mengerjakan tugas minggu ini." Jawab Ella berbasa-basi.     

"Bagaimana dengan pekerjaan barumu hah?" Tanya sang penjaga perpustakaan.     

"Kau tahu tentang itu?" Tanya Ella bingung, seharusnya tak banyak orang tahu.     

"Sedikit, aku mendengar beberapa mahasiswi membicarakanmu." Ujarnya.     

"Apa yang mereka katakan?"     

"Kau sangat beruntung." Ujarnya.     

"I'm." Ella mengangguk. "Thanks for today." Ella berpamitan.     

"Good luck." Bisik sang penjaga perpustakaan dan Ella mengangguk, juga melemparkan senyum kepadanya sebelum berbalik pergi. Gadis itu menikmati perjalanan pulangnya dengan kereta dan memakan waktu sekitar satu jam tiga puluh menit untuk mencapai istana.     

Setibanya di istana Ella segera berganti pakaian dan masuk ke ruang kerjanya. Dia sangat terkejut saat melihat Ratu sudah menunggunya.     

"Your Majesty." Ella memberi hormat.     

"Mss. Dimitry, silahkan masuk." Sang ratu tersenyum pada Ella dan gadis itu mendadak menjadi gugup. Dengan ragu-ragu Ella masuk dan berdiri di hadapan sang ratu.     

"Have a seat pelase." Ujar sang Ratu.     

"Thank you, Your Majesty." Ella duduk dengan sopan dan tak berani menatap langsung pada sang ratu.     

"Aku melihat hasik kerjamu dan kau mencitrakan Robert dengan sangat baik, aku berterimakasih untuk itu."     

"Sebuah kebanggaan bagi saya bisa bekerja untuk Royal Family your Majesty." Ella benar-benar sudah belajar banyak selama dia berada di istana ini.     

"Aku tahu puteraku percaya padamu, dan kalian cukup dekat." Ujar sang Ratu sembari menatap dalam pada Ella, sementara gadis itu dibuat hampir pingsan karena dia benar-benar tidak ingin di usir oleh sang Ratu saat wanita itu tahu apa yang di rasakannya untuk sang pangeran.     

"Maaf jika itu mengganggu anda Your Majesty." Sesal Ella lirih.     

"Oh tidak sama sekali, itu justru sangat baik. Karena tugasmu setelah ini adalah tugas rahasia dariku." Ujar yang mulia Ratu dengan senyum di ujung kalimatnya.     

"Saya akan sangat senang melakukan tugas dari Your Majesty."     

"Good girl." Puji Ratu Elena.     

"Kau tahu bahwa Robert tidak muda lagi, dan sudah selayaknya dia menikah. Rumor tentang dia Gay dan yang lebih buruk sudah mulai merebak dan lama kelamaan itu akan sangat menyulitkan untuk di bendung jika dia tidak segera menikah. Dan aku ingin kau membantuku untuk mengatur agar puteraku dan Clara Benedict, puteri dari ketua parlemen semakin dekat hingga akhirnya mereka bisa saling menyukai, dan aku berharap selama enam bulan kau berada di sini, pernikahan Robert bisa terwujud. Itu tantangan untukmu." Sang ratu menyipitkan matanya ke arah Ella dan gadis itu membeku menatap ke arah sang Ratu.     

"Apa kau bisa melakukannya untukku?" Tanya Ratu dengan elegan, terdengar seperti memaksa tapi karena dia yang mengatakan tetap saja terdengar seperti perintah yang halus.     

"Ya your Majesty." Ella mengangguk, tidak ada pilihan lain selain mengiyakan. "Saya akan berusaha."     

"Aku yakin kau bisa. Robert sangat mempertimbangkan pemikiranmu, dia percaya padamu, jadi bujuk puteraku dan aku akan memberikan imbalan yang besar untukmu." Sang ratu bangkit dari tempatnya duduk kemudian dengan anggun meninggalkan ruangan kerja Ella. Menyisakan beban di pundak Ella yang begitu besar dan juga rasa sakit yang mengaga di hatinya. Bagaimana tidak, disaat dia menyukai pria itu yang tidak lain adalah pangeran Robert, sementara di sisi lain ibunya ingin dia menjadi mediator untuk terjadinya antara Robert dengan wanita lainnya. Ella terduduk dalam kebingungannya dan tak tahu harus berbuat apa. Disaat dia merasa lega dengan dukungan dari George dan merasa mampu dan memiliki kekuatan untuk memperjuangkan cintanya, di saat itu juga Queen Elena menghancurkan mimpinya.     

Mendadak suara seseorang terdengar dan Ella terlonjak dari tempatnya duduk. "Nice job." Prince Robert masuk tanpa mengetuk pintu.     

"Your highness." Ella terlihat gugup melihat pria itu.     

"Kau melihatku seperti melihat hantu?" Prince Robert kebingungan menatap ekspresi Ella.     

"Em . . . maafkan saya your highness." Ella cepat-cepat mengkoreksi tatapannya.     

Robert mendekat ke arah Ella, "Apa ada masalah?" Tanya Robert, meski dia sangat sibuk tapi dia tampak begitu perhatian pada Ella, hingga saat gadis itu bersikap tak seperti biasa, Robert langsung bisa merasakan sebuah ketidakberesan. Mungkin itu sangat terkait dengan dirinya yang memiliki background militer.     

"Tidak, your highness. Semua baik-baik saja." Ella bergidik.     

"Emanuella Dimitry, tell me the truth." Pinta sang pangeran.     

"Nothing, just thinking about you." Ujar Ella dan itu membuat mata Robert membulat dan sebuah senyum mengembang di wajahnya. Pria itu berjalan ke arah pintu dan menutupnya dari dalam kemudian kembali berjalan kearah Ella dan mendekatkan wajahnya dengna begitu dekat.     

"Apa yang kau pikirkan tentangku?" Robert berbicara dengan suara pelan, bahkan terkesan berbisik. Dan itu merusak seluruh benteng pertahanan Ella untuk mencoba memberi jarak yang jelas antara pekerjaan dan perasaan ditambah lagi dengan tekanan dari Queen Elena.     

"Em . . . soal beberapa rumors." Ella mencari jalan keluar sebelum dia terjebak semakin dalam dengan keadaan ini.     

"Rumors?" Robert menarik dirinya, dia terlihat mengkerutkan alis.     

"Ya, beberapa orang berpendapat bahwa anda gay. Maaf terpaksa saya mengatakannya, your highness." Ella bergidik, dia menutup mulutnya seketika setelah selesai bicara, tapi Robert justru terbahak mendengarnya.     

"So?" Tanya Robert.     

"Sebaiknya anda menunjukan pada publik bahwa anda mengencani seseorang."     

Robert mengkerutkan alisnya, dia menatap Ella dalam-dalam, "Dari nada bicaramu, aku tahu siapa yang baru saja menemuimu." Ujar Robert.     

"Apa?" Ella justru terlihat kebingungan.     

"Apa yang dikatakan Queen Elena padamu?" Tanya Robert dan Ella menggeleng pasrah.     

"Pasti dia memintamu untuk membujukku, soal Clara Benedict." Tebak Robert dan tidak meleset, tapi Ella tak berani mengiyakannya. Dia sudah berjanji soal misi rahasia ini akan tetap jadi rahasia antara dirinya dan Queen Elena.     

Robert menghampiri Ella dan memegangi kedua lengan gadis itu, "Jika waktunya tiba aku akan mengumumkan pasanganku di depan publik." Ujar Robert dan Ella tak berani menatapnya, dia tertunduk.     

"Tapi orang itu bukan Clara Benedict." Imbuh Robert, Ella kontan mengangkat wajahnya.     

"But you." Robert menatap dalam pada Ella dan gadis itu membeku tak tahu harus berkata apa. Seluruh dirinya bergejolak seketika saat tatapan itu menembus kedalam jiwanya dan kata-kata Robert membuat detak jantungnya seolah berhenti seketika.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.