THE RICHMAN

The Richman - Sacrifice



The Richman - Sacrifice

0Pepatah mengatakan bahwa mencintai bukan harus memiliki, tapi cinta yang sesungguhnya adalah ketika kamu bisa bahagia saat melihat orang yang kamu cintai bahagia meski jika kebahagiannya itu tanpamu.     

Itu yang coba dilakukan oleh George, dia bersiap pagi ini bahkan dia rela untuk membolos dari kelasnya hari ini demi mengantar Ella ke istana untuk menjalani interviewnya.     

Alarm berbunyi keras dan George meraba-raba dengan tangannya sementara badannya masih tertelungkup dan matanya masih terpejam. Dengan setengah kesadarannya dia menggapai alarm dan mematikannya lalu beringsut bangun. Sambil terduduk Geroge mengusap-usap matanya untuk menjernihkan pandangan. Dia beringsut turun dari ranjangnya dan dengan boxer yang menempel dia berjalan ke arah dapur untuk mengambil air mineral dan meminumnya. Setelah itu dia mengambil bubuk kopi dan memasukkannya kedalam coffee maker dan menuangkan air lalu menunggu sampai kopinya siap. Sembari menunggu George menyalakan kompor, mengoleskan sedikit mentega di atas teflon dan memasak telur ceplok. Tak butuh waktu lebih dari lima menit untuk membuat sarapannya siap.     

Pria itu berjalan ke arah kamar untuk mengambil kaos oblong dan mengenakannya sebelum kembali ke dapur untuk menikmati sarapan paginya. Setelah menyantap sarapannya barulah pria muda itu bersiap untuk mandi. Hari ini dia sudah membuat janji dengan Ella untuk mengantar gadis itu interview ke istana, dan dia tidak boleh terlambat.     

***     

Sementara itu di waktu yang sama Ella sudah bangun sejak dua jam yang lalu dan sibuk memilih pakaian. Dia tampak frustasi karena tak ada pakaian yang cukup formal untuk dia kenakan saat ini, apalagi interview ini bukan interview sembarangan karena dia akan berhadapan langsung dengan orang-orang paling penting di UK.     

Ella membongkar habis barang-barangnya dan dia menemukan sebuah dress berwarna biru dengan potongan sederhana yang pas di badannya. Dengan model pensil sepanjang lutut, Ella merasa dirinya akan cukup elegan dan cukup formal untuk menghadiri interview itu.     

Dia juga mengorek-ngorek peralatan make up dan untunglah dia masih membawa hadiah dari Sasya temannya untuk ulangtahunnya tahun lalu, seperangkat alat make up dasar, pensil alis, maskara, eyeliner dan lipstick.     

Ella menggantung pakaian itu dan menatapnya beberapa lama sebelum akihirnya memutuskan untuk mandi dan mencuci rambutnya. Dia merasa bahwa interview ini adalah salah satu kesempatan paling berharga untuk memiliki pengalaman penting dalam awal karirnya. Bekerja untuk Royal Family, meskipun hanya magang untuk beberapa bulan.     

Selesai mandi, dengan handuk masih terlilit di kepalanya, Ella yang kala itu mengenakan hot pant berwarna pink dan kaos putih yang terlihat kedodoran di tubuh kurusnya pergi ke dapur dan hanya menemukan sereal dan susu untuk sarapan. Dia menuang sereal kedalam mangkuk dan menuangkan susu berikutnya, setelah itu dia menghabiskan sarapannya dan berisap untuk merapikan dirinya. Memastikan penampilannya semenarik mungkin, karena dia bahkan tak tahu siapa yang akan menginterviewnya hari ini.     

***     

Dibagian lain, di sebuah kamar besar yang mewah milik Prince Robert, pria itu tampak sudah bangun bahkan sebelum alarmnya berbunyi. Dia bangkit dari tempatnya tidur dan langsung mengambil air mineral untuk diminumnya. Setelah itu dia mengambil jaket hodienya dan sepatu lari yang biasa dia kenakan untuk olahraga pagi.     

Meskipun dia tinggal di lingkungan istana dan dia adalah seorang pangeran di istana itu, Robert tak terbiasa bermalas-malasan dan menikmati gelimang kemewahan itu. Bagaimanapun Robert banyak menghabiskan waktunya di bidang militer hingga baginya kesehatan, kebugaran dan kedisiplinan tak bisa dia tinggalkan.     

Setlah berlari berkeliling dan dirasa cukup untuk olahraga paginya, Robert masuk kembali ke kamarnya dan memakan sarapannya sebelum dia mandi. Itu salah satu alasan mengapa otot Robert seolah dipahat dalam bentuk yang tegas di balik kemeja atau setlan yang dia kenakan.     

Selesai mandi dan mengeringkan rambutnya, Robert mengenakan setelannya dimulai dengan celana dan kemeja putih yang dia kenakan. Robert memilih setelan berwarna coklat hari ini, entah mengapa semua warna tampak begitu hidup saat dia yang mengenakan. Postur tubuhnya dan ketampanannya benar-benar membuat apapun yang dia kenakan tampak indah.     

Robert mengingat dasinya sendiri dan memilih jam tangan dari beberapa koleksi jam tangan mahalnya, dia juga memilih sepatu yang paling disukainya, tentu saja yang senada dengan setelan yang dia kenakan.     

"Good morning Your Highness." Marcus masuk ke kamarnya dan melihat majikannya itu sudah bersiap.     

"Morning Marcus." Jawab Robert dengan ramah.     

"Anda terlihat sangat pas dengan setelan itu."     

Robert mengangkat alisnya sekilas, "Setelan baru, dan kurasa ini cukup nyaman."     

"Apa hari ini begitu spesial bagi anda?" Tanya Marcus dan itu membuat Robert berhenti mengancingkan blazernya dan menatap pengawalnya itu.     

"Kau tahu betul betapa pentingnya hari ini untukku." Senyum Robert.     

"Good luck your highness."     

"Thanks Marcus."     

"Aku akan mempersiapkan ruang kerja anda untuk interview."     

"Thanks." Jawab Robert. Marcus pamit undur diri dari kamar Prince Robert dan berjalan dengan cepat menuju ruang kerja majikannya itu untuk memastikan semua aman di sana.     

***     

Pukul sepuluh tepat dan George tampak sudah siap. Dia keluar dari apartmentnya dan berjalan menuju unit apartment Ella yang berada tepat di sebelah apartmentnya.     

Pria itu berhenti di depan pintu dan untuk beberapa saat dia terdiam di sana. Seolah sedang mengafirmasi dirinya sendiri bahwa apa yang dia lakukan untuk Ella adalah bentuk pengorbanan yang hanya bisa dilakukan oleh pria yang benar-benar mencintai wanitanya.     

George menghela nafas dalam sebelum akhinrnya menekan bell. Beberapa saat dia menunggu sampai akhirnya Ella membuka pintu dan menyembulkan kepalanya dari balik pintu.     

"Hei." Ella membuka pintu dan menyapa George.     

"Hi." George menjawabnya dengan seyum ramah."Come on in." Ella membuka pintu lebih lebar dan membiarkan George masuk. Pria muda itu masuk kedalam mengikuti Ella yang berjalan lebih dulu.     

"Kau sudah siap?" Tanya George dan Ella berdiri menatap pria itu. "Bagaimana menurutmu? Apa pakaianku cukup baik?" Tanya Ella cemas.     

"Jangan menghawatirkan soal pakaian, mereka akan tahu kau gadis cerdas, dan untuk mengelola sosial media mereka, yang dibutuhkan bukanlah gadis modis, melainkan gadis cerdas."     

"Aku tahu." Ella mengangguk, lalu berjalan untuk mengambil sepatunya. "Tapi penampilan mungkin menjadi penting mengingat interview akan dilakukan di istana."     

"Apa kau mencemaskannya?" Tanya George sembari berjalan menghampiri Ella.     

"Aku gugup." Jujur Ella.     

"Don't be, everythings gonna be ok." George meraih tangan Ella dan meremasnya.     

"Thanks George, aku tahu kau teman terbaikku, dan kau bisa diandalkan." Ella menatap mata George dan tersenyum, George membalas senyumnya, tapi kata "teman terbaik" itu membuat George menjadi kecut hati. Sampai kapanpun Ella hanya akan berhenti di posisi "teman", hubungan mereka tidak akan ada kemajuan sama sekali. Mungkin selamanya mereka hanya akan menjadi teman saja.     

"Kita bisa berangkat sekarang?" George mengalihkan topik pembicaraan.     

"Ya." Angguk Ella. "Tapi sungguh, aku tidak ingin merepotkanmu George."     

George mengangkat alisnya, "Aku melakukannya sebagai temanmu El." Jawab George meyakinkan. Akhirnya Ella menyetujui dan mereka berangkat bersama menuju istana.     

Dalam perjalanan, Ella terlihat begitu gugup.     

"Are you ok?" George menoleh ke arah Ella sekilas, kemudian kembali berkonsentrasi pada jalanan di hadapannya.     

"Sedikit gugup." Jawab Ella jujur.     

"Kau pasti berhasil El, aku yakin itu." George berusaha memberi semangat pada gadis itu, tapi di dalam hatinya jika Robert terlibat dibalik semua ini, Ella pasti akan mendapatkan prioritas. Hanya saja Robert terlalu cerdas hingga harus membungkus sandirwaranya dalam bentuk sedemikian formal agar tidak ada yang curiga.     

***     

Sang ratu berjalan ke ruang kerja puteranya, Pangeran Robert dan melihat pria muda itu tampak sibuk dengan beberapa dokumen di atas meja. Sang ratu masuk dan Robert menyambut ibunya itu dengan hormat.     

"Robert." Sapa sang ratu dan Robert menghentikan aktifitasnya, dia bangkit berdiri, mengancingkan blazernya dan memutar untuk mendekati     

"Jadi, kau sudah memutuskan sepuluh orang untuk interview hari ini?" Tanya sang ratu.     

"Yes." Angguk Robert.     

"Mengapa kau tidak meminta pertimbanganku sayang?" Tanya sang ratu.     

Robert menghela nafas dalam, "Kurasa kita sudah deal soal ini mom." Robert tampak tak ingin berpolemik dengan ibunya itu.     

"Ok, jika begitu jangan lupa untuk menepati janjimu." Sang Ratu melangkah mendekat dan membetulkan posisi dasi Robert yang sebenarnya sudah berada di posisi yang tepat.     

"Ok mom, aku ingat janjiku."     

"Good." Sang ratu berjalan meninggalkan ruang kerja Robert dan pria muda itu menarik lacinya hingga terlihat sebagian dokumen yang dia simpan dan salah satunya adalah data diri milik Ella, Emanuella Dimitry.     

"Can't wait to see you." Gumam Robert dalam hati. Setelah melihat beberapa saat, Robert memasukkan kembali dokumen itu dan mengunci lacinya rapat-rapat hingga tak seorangpun tahu dokumen rahasia yang dia simpan di sana.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.