THE RICHMAN

The Richman - Back Home



The Richman - Back Home

0Aldric mendorong Adrianna dengan kursi roda menuju rumah mereka dan disambut oleh George, Ben dan Leah, juga Richard yang pada akhirnya tahu bahwa puterinya mengalami kecelakaan. Meski begitu tidak ada lagi gips di tangan Adrianna, hanya menyisakan tensokrap karena retakan di tangannya juga hanya retakan serabut dan dokter menganggp tidak perlu dipasang gips, hanya perlu menggunakan tensokrap dan lebih hati-hati dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Namun karena yang terluka tangan kiri dan sangat minim penggunaannya maka Aldric bisa memastikan bahwa kondisi Adrianna akan segera pulih.     

"Mommy . . ." George menyongsong kedatangan ibunya dengan senyum cerita dan binar yang terang dimatanya.     

"George . . ." Adrianna memeluk puterainya itu dengan satu tangannya dan mereka mengharu biru.     

"I miss you mom." Ujar George dengan suara bergetar.     

"I miss you too sweetheart." Sementara air mata Adrianna sudah berjatuhan tak tertahankan. Aldric menggendong puteranya itu dan menenangkannya sementara Leah membantu Adrianna bangkit dari kursi roda dan memberinya pelukan singkat, begitu juga dengan Ben dan Richard.     

"Welcome home."     

"Thanks."     

Kepulangan Adrianna dari rumahsakit disambut dengan acara makan bersama di dalam rumah bersama dengan keluarga besar mereka, meski itu hanya Aldric, Adrianna, George, Ben, Leah dan Richard, tapi mereka benar-benar bahagia saat ini.     

"Em . . . aku dan Ben bicara banyak semalam." Ujar Leah ditengah pembicaraan dan itu menarik perhatian seluruh anggota keluarga.     

"Kami akan mengadobsi anak." imbuhnya dan itu disambut bahagia oleh semua anggota keluarga.     

"Ini kabar baik." Ujar Adrianna dengan senyum merekah di wajahnya. "Aku turut bahagia untuk kalian." Imbuhnya.     

Leah membuka ponselnya dan menunjukkan foto seorang bayi perempuan.     

"She is Sheina." Leah menunjukkan ponselnya pertama pada Adrianna dan mata Adrianna berbinar melihat foto bayi mungil itu.     

"Dia begitu cantik dengan mata birunya." Puji Adrianna. "Dad, kau harus lihat calon cucumu." Ujar Adrianna sambil menyodorkan ponsel Leah pada Richard dan pria tua itu tersenyum lebar. "Dia sangat cantik." Puji Rich.     

"Kami sudah mengajukan permohonan adobsi dan sedang di proses sekarang."     

"Aku berharap semua prosesnya berjalan lancar." Ujar Aldric dan Ben juga Leah saling menatap kemudian tersenyum.     

"Ya . . ."     

"George kau akan memiliki adik sepupu, Sheina namanya." Adrianna menyodorkan foto bayi kecil itu lagi pada George dan bocah lima tahun itu terdiam.     

"Kau menyukainya kan George?" Tanya Leah.     

"Dia cantik." Puji George.     

"Ya . . . dia akan jadi adik sepupumu." Ujar Leah bahagia, tapi raut wakah George berubah. "Apa setelah ada bayi lain di keluarga kita, kalian akan melupakanku?" Tanya George dan itu membuat semua orang tertawa.     

"Tentu saja tidak sayang." Adrianna memeluk puteranya itu. "Kami semua mencintaimu, dan Sheina akan menjadi teman baru bagimu. Rasa cinta dan kasihsayang kami padamu tidak akan berkurang George, jangan khawatir sayang. "     

Makan malam berakhir, Ben, Leah dan Richard akhirnya pulang ke rumah Ben, sementara George memilih untuk tidur dikamarnya sendiri yang memiliki pintu penghubung dengan kamar ayah dan ibunya sementara Aldric dan Adrianna tampak belum bisa tertidur meski sudah larut.     

"Kau belum bisa tidur?" Tanya Aldric pada Adrianna.     

"Aku menghabiskan banyak waktu untuk tidur, jadi kurasa mungkin aku sudah bosan tidur." Jawabnya.     

Aldric tersenyum, dia bangkit dari tempatnya duduk dan berjalan ke arah music player dan menyalakannya. Perlahan lantunan music jazz instrumental mengalun lembut.     

"Kau suka Jazz?" Tanya Aldric pada Adrianna dan wanita itu menggeleng.     

Aldric mengangkat alisnya sekilas, lalu mencari music popular, tapi tentu saja oldschool, dan Aldric memilih sebuah lagu lawas yang di cover ulang oleh penyanyi perempuan.     

Saat bait pertama terdengar ditelinga Adrianna, lehernya meremang. Lirih, tapi Adrianna mengikuti menyanyikan lirik lagu itu. Dia yang semula sudah setengah berbaring di ranjang mendadak bangkit dan berjalan kea rah sofa.     

"Another day without your smile...."     

"Another day just passes by.." Adrianna menatap Aldric dan pria itu membalas tatapan isterinya. Dia berjalan ke arah Adrianna tepat saat refrain, dan dengan lirih Aldric menyanyikannya di hadapan Adrianna, membuat isterinya itu berkaca-kaca, apalagi Aldric menyodirkan tangan kanannya, seolah mengajak Adrianna bangkit dari duduknya.     

"I wanna grow old with you"     

"I wanna die laying in your arm"     

Adrianna mengangkat wajahnya, "What?" Tanyanya bingung.     

"Dance with me." Ujar Aldric diiringi senyuman dan Adrianna memutar matanya. "Dance?"     

"Yes." Angguk Aldric.     

"Aku barus aja mengalami patah tangan, I can't dance." Tolak Adrianna.     

"Itu bukan patah, hanya retak yang sangat kecil dan sedikit." Aldric bersikeras hingga akhirnya dengan malu-malu Adrianna bangkit dari tempatnya duduk dan mendekat ke arah suaminya, menerima uluran tangan dari Aldric.     

Adrianna merapatkan tubuhnya pada tubuh Aldric dengan satu tangannya di atas pundak Aldric dan satu tangan yang lainnya digenggam oleh suaminya. Sementara satu tangan Aldric yang bebas berada di pinggang isterinya, melilitnya ketat.     

Sampai lagu itu berakhir dan berganti dengan musik instrumental yang entah siapa komposernya, Adrianna dan Aldric masih saling berpelukan, tak membuat gerakan terlalu banyak. Mereka tampak menikmati mencium aroma masing-masing yang begitu khas. Karena sejatinya manusia juga mengandalkan indra penciumannya dalam hal seksualitas. Bagi manusia, mencium aroma sesuatu atau seseorang akan membuat otak semacam recalling memory, dan kebanyakan memory yang terkait dengan aroma wanita benda, suasana atau tubuh seseorang adalah memori-memori yang indah. Dan saat ini , hal it yang tengah dirasakan oleh Aldric dan juga Adrianna, menikmati memori yang indah masing-masing dengan cara menghirup aroma tubuh pasangannya dengan lembut saat mereka berada begitu dekat.     

Aldric meraih wajah Adrianna, menciumnya, sementara tubuh mereka terus bergerak dengan selaras namun perlahan, mengikuti irama music yang lembut itu.     

Sementara tangan Aldric semakin ketat melilit pinggang Adrianna dan pada akhirnya dia menyentuh simpul pakaian tidur Adrianna yang berbentuk kimono itu.     

"May I?" Tanya Aldric.     

"Aldric?" Adrianna masih tak percaya bahwa suaminya tak bisa menunggu lagi untuk bercinta dengannya meskipun hari ini Adrianna baru saja keluar dari rumahsakit.     

Adric membenamkan batang hidungnya di leher Adrianna dan berbisik, " I miss you so much." Setelah dia menghirup dalam-dalam aroma isterinya itu. Praktis selama hampir satu bulan lamanya dia tak menyentuh isterinya karena tragedy beruntun yang menghantam rumahtangganya.     

Kecelakaan yang menimpa George dan kemarin adalah kecelakaan yang menimpa isterinya itu.     

"Ok." Bisik Adrianna lembut. Tidak bisa dipungkiri juga bahwa Adrianna sama merindunya seperti yang dialami oleh Aldric.     

Aldric menarik tali pinggang piyama tidur Adrianna dan membuat piyama tidur itu terbuka, lingerie yang dikenakannya senada dengan warna kimononya terlihat begitu sexy di tubuh Adrianna yang masih begitu indah meski dia sudah memiliki seorang putera.     

"You buy the new one?" Tanya Aldric.     

"Ya." Angguk Adrianna, "The day before . . ." Adrianna hendak mengungkit kejadian penembakan George tapi Aldric tak membiarkannya. Aldric dengan cepat membungkam mulut isterinya itu dengan bibirnya.     

"Don't . . ." Bisik Aldric sembari melepaskan ciumannya. "Aku tidak ingin mengingat apapun tentang hari itu." Bisiknya sebelum dia menjelajah lebih jauh dari bibir, turun ke leher, hingga menuruni tulang selangka Adrianna.     

"Make love to me." Bisik Aldric.     

"Yes." Adrianna mengangguk setuju dan seketika Aldric mengangkat Adrianna kedalam pelukannya dan membawanya ke arah ranjang lalu dengan lembut membaringkan Adrianna diatas ranjang.     

"Aku harus berhati-hati dengan tanganmu." Aldric tersenyum dan Adrianna mengangguk. Tidak butuh waktu lama untuk Aldric mulai melakukan serangan-serangan kecil di awal. Praktis setelah meloloskan dirinya dari kaos yang dia kenakan, Aldric mulai menciumi Adrianna dengan posisi dia merunduk di atas Adrianna berbaring. Hingga tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka     

Cekrekkk...     

Aldric dengan panic melemparkan diri ke samping dan Adrianna segera mengikat kembali kimononya. Sementara Aldric segera mengenakan kaosnya kembali, sementara itu di dekat pintu George masih mematung sambil mengusap-usap matanya. Adrianna langsung turun dari ranjang dan menghampirinya, dia segera memeluk puteranya itu.     

"Sayang, mengapa kau terbangun?" Tanya Adrianna.     

"Momy, I got a nightmare." Jawabnya dengan suara parau.     

Dengan sigap Aldric turun dari ranjang, menyusul Adrianna dan langsung mengendong puteranya itu. "Don't worry, dady be with you. Let's sleep with daddy in your room."     

Aldric kembali masuh ke kamar George melalui connecting door dan membaringkan puteranya itu, dia juga berbaring di sisi tempat George berbaring sambil membacakan dongeng. Sementara satu tangannya mengusap-usap dada Goerge yang kembali terpejam.     

Beberapa saat kemudian Adrianna melihat mereka dari celah pintu dan tersenyum pada dirinya sendiri. Betapa beruntungnya dia memiliki Aldric sebagai suami, selain hot husband yang begitu mahir bermain di atas ranjang dengannya dan membanjirinya dengan cinta dan kepuasan, Aldric juga sosok hot daddy yang begitu menyayangi puteranya.     

Adrianna kembali ke kamar dan berbaring di ranjangnya sementara Aldric masih memastikan George benar-benar tertidur pulas, barulah dia kembali ke kamarnya. Awalnya Aldric berniat untuk menuntaskan permainannya bersama dengan Adrianna tapi tampaknya tidak memungkinkan lagi. Karena saat dia kembali ke kamar, Adrianna sudah jatuh tertidur.     

Aldric hanya mematikan music dan merangsek naik ke atas ranjang kemudian berbaring di sisi isterinya itu, tanpa berani menyentuh Adrianna.     

"Sorry . . . aku ketiduran." Adrianna bergerak dan tak sengaja menyentuh lengan Aldric hingga akhirnya dia kembali terbangun.     

"It's ok. Back to sleep." Jawab Aldric.     

"Kau bilang kau ingin bercinta?" Tanya Arianna.     

"Tidak dengan isteri tertidur pulas." Jawab Aldric dengan senyum sekilas.     

"Kau kecewa?"     

"Sedikit." Jawab Aldric dan itu membuat Adrianna tersenyum, meski sejatinya dia cukup kantuk tapi dia berusaha untuk membahagiakan suaminya. Adrianna beringsut bagun dan meninduh pinggang Aldric dengan posisi duduk diatas suaminya itu, sementara kakinya berada di sisi tubuh Aldric.     

"Hei . . ." Aldric terkejut, tapi kemudian dia menelan ludah, tak melanjutkan kalimatnya. Sementara itu Adrianna segera menarik tali pinggang kimononya dan melepaskan kimono itu. Dia juga sempat membuka celana Adric dan menemukan bagian tubuh Aldric yang sudah menanti sejak tadi dan masih dalam posisi on.     

Adrianna tersenyum sebelum memainkannya dengan bibirnya dan Aldric meringis penuh kenikmatan. Setlah melihat Aldric cukup terpuaskan, Adrianna membiarkan Aldric masuk kedalam dirinya dan mulai bergerak. Terkadang bagi seorang isteri kepuasan tak menjadi begitu penting saat tubuh sedang enggan untuk diajak berkompromi. Sementara bagi seorang suami, kepuasan adalah segalanya. Penyaluran hasrat wajib dilakukan dengan cara apapun agar tetap waras menjalani hari-harinya.     

Aldric tak bisa menahan diri lebih lama lagi, dia menemukan kepuasannya dan Adrianna turun dari atas tubuh suaminya. Dia mengambil kimononya dan berjalan kea rah kamarmandi untuk membersihkan diri, sementara Aldric menjadi begitu mengantuk setelah terpuaskan. Sesederhana itu.     

***     

Adrianna berbaring di pelukan Aldric dan Aldric tampak gagal mengantuk karena dia baru saja membasuh dirinya dan juga wajahnya setelah bercinta dengan isterinya.     

"Bagaimana menurutmu soal rencana Ben dan Leah mengadopsi Sheina?" Tanya Adrianna.     

"Itu bagus untuk mereka, jika mereka sama-sama menginginkan seorang anak. Itu ide yang lebih baik dari surrogasi, menurutku." Jawab Aldric.     

"Why?" Adrianna mendongak menatap suaminya itu, "Jika surrogasi mereka akan memiliki anak dari keturunan mereka, berbeda dengan adopsi."     

Aldric menghela nafas dalam. "Family is not only about the blood honey." Ujar Aldric. "My dad was adopted when he ten." Jawab Aldric. "My Grand parent who was rich, and my dad become their only son. What's the lucky." Ujar Aldric.     

Adrianna menghela nafas dalam, dia teringat pada mendiang ibunya yang juga sempat bercerita tentang sepanjang masa kecil hingga remaja dihabiskan di panti asuhan untuk mengajarkan anak-anaknya tentang nilai-nilai kesederhanaan. "Aku bahkan tak pernah mendengar cerita itu." Adrianna menatap Aldric dengan nanar.     

"Ayahku bahkan tak memberi tahu ibuku soal ini di awal pernikahan mereka." Aldric tersenyum.     

"Ibuku juga seorang anak yang tumbuh di panti asuhan." Adrianna akhirnya membuka suara. "Mungkin memang harus ada orang-orang yang ditakdirkan untuk membantu anak-anak itu memiliki keluarga dan tumbuh dalam keluarga." Akhirnya Adrianna tersadar.     

"Ya." Angguk Aldric.     

"Bagaimana jika kita mengadobsi anak juga?" Tanya Adrianna.     

"It's not lifestyle sayang, bukan sesuatu yang bisa kita lakukan karena kita ikut-ikutan dengan gaya orang lain. Itu harus tumbuh dari dalam hati kita dengan kesiapan yang baik." Aldric mengusap-usap rambut Adrianna.     

"Ya . . . kurasa akan lebih baik saat aku siap." Ujar Adrianna setuju, dia beringsut mendekatkan dirinya ke pelukan suaminya dan Aldric mengetatkan pelukannya.     

"Ayo kita tidur, atau hari akan segera pagi." Aldric mendekap Adrianna dan wanita itu menyamankan dirinya memejamkan mata di pelukan sang suami. Malam ini menjadi malam rekonsiliasi yang indah bagi Adrianna dan Aldric setelah perang dingin selama berminggu-minggu yang menghanguskan mereka berdua.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.