THE RICHMAN

The Richman - The Plus Sign



The Richman - The Plus Sign

0Sebulan terakhir kegiatan di kantor benar-benar menguras tenaga baik Aldric maupun Adrianna. Merger perusahaan pada akhirnya benar-benar dilakukan dan itu membuat Aldric dan Adrianna harus melakukan berbagai penyesuaian karena mulai saat ini mereka akan berkantor di tempat yang sama. Aldric memilih untuk menginduk di perusahaan Richard Anthony dan menyerahkan perusahaannya yang sekarang sudah menjadi satu payung dengan perusahaan induk pada tim management profesional.     

Alasan Richard Anthony untuk pensiun dini bisa diterima oleh Adrianna dan Aldric, dengan konsekwensi mereka harus pontang-panting bersama management baru untuk membuat perusahaan tetap berjalan dengan baik. Sementara Richard memilih menghabiskan hari-harinya untuk menemani Christabell kemanapun wanita itu pergi. Yang sungguh menjadi kabar baik adalah kondisi Christabell bisa dibilang sangat stabil selama sebulan terkhir. Dengan dukungan dari keluarga dan juga perhatian penuh dari suaminya Richard, dibawah pengawaasan dokter yang selalu mengobservasi setiap tahapan perkembangan penyakitnya, Christabell justru bisa menjalani hari-harinya dengan cukup baik. Untuk beberapa hal terkadang Christabell seperti mengalami kehilangan memori jangka pendek, seperti kejadian satu atau dua hari yang lalu, beberapa kali dia sempat lupa. Selebihnya hanya migrain ringan beberapa kali, itu saja.     

Sementara Richard yang harus menyesuaikan diri dengan perubahan rutinitas tampak begitu menikmati menghabiskan waktu bersama isterinya. Rich bahkan mengambil alih posisi supir pribadi Christabell untuk sebulan terakhir. Kemanapun wanita itu akan pergi, Richard mengemudikan sendiri mobilnya untuk mengantar sang isteri. Kecuali jika dia sangat lelah makan Patric sang supir akan menjadi andalannya.     

***     

Pergi ke kantor cukup pagi dan pulang begitu larut membuat Adrianna dan Aldric melewatkan malam-malam tanpa gairah. Setelah tiba di rumah, terutama Adrianna tampak sudah begitu payah dengan rutinitas hariannya. Dia hanya akan mandi lalu jatuh tertidur di sembarang tempat, seperti di sofa saat dia menonton TV atau di ranjang dengan posisi masih memegang ponselnya. Tak jarang Adrianna tertidur sepanjang perjalanan pulang dari kantornya menuju apartment, tentu saja sejak sebulan lalu praktis Adrianna dan Aldric berangkat dan pulang kantor bersama karena mereka kini berkantor di gedung yang sama meski berbeda ruangan.     

Dan pagi ini setelah menyempatkan sarapan seadanya, Aldric dan Adrianna berangkat ke kantor. Mereka masih belum memutuskan untuk melibatkan orang lain di dalam rumah mereka, bahkan untuk urusan binatu dan makan, mereka masih menyempatkan mengerjakan semuanya sendiri terutama saat weekend dan ternyata itu menyenangkan. Anehnya hal itu justru mereka sepakati sepulang dari Jepang, menjadi wisatawan backpacker membuat Aldric dan Adrianna justru saling mendukung dan membantu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik yang sebenarnya bisa mereka selesaikan dengan membayar orang.     

Dalam perjalanan menuju kantornya, Adrianna tampak tertidur sepanjang perjalanan. Praktis setelah sepulih menit mobil berjalan, Adrianna dan Aldric masih sempat membicarakan tetang isue bisnis yang sedang hangat pekan ini. Namun mendadak Adrianna tak lagi menjawab obrolan itu, dan saat menoleh ke arah isterinya, tampak Adrianna sudah jatuh tertidur di sandaran jok mobil.     

Aldric melirik arlojinya. "Nine am and you fall a sleep." Gumamnya lirih. Rasa iba tumbuh di hati Aldric karena melihat bagaimana perjuangan isterinya itu untuk mendukung pekerjaannya. Meski Aldric sudah mempekerjakan tim management profesional dengan bayaran tinggi tapi Adrianna masih ingin involve di perusahaan untuk membantu suaminya itu.     

Perjalanan tiga puluh menit berakhir dan Aldric memarkirkan mobilnya di basement gedung kantor mereka. Beberapa saat dia menunggu di dalam mobil sampai Adrianna terbangun. Benar saja, dua menit kemudian Adrianna terbangun saat menyadari mesin mobil sudah mati.     

"Oh, sorry. Aku ketiduran." Ujarnya.     

"Mungkin kau terlalu banyak makan panekuk." Seloroh Aldric dan itu membuat isterinya itu tersenyum lebar. "Ya, entah mengapa panekuk buatanmu pagi ini sangat enak Mr. Bloom." Pujinya, namun beberapa saat sebelum turun dari mobil Adrianna sempat memegangi kepalanya yang mendadak terasa begitu ringan.     

"Are you ok?" Tanya Aldric.     

"Ehem." Angguk Adrianna. "Don't worry." Senyumnya mengembang meski terlihat begitu pucat.     

"Sayang kau terlihat pucat hari ini." Ujar Aldric begitu mereka keluar dari mobil.     

Adrianna hanya tersenyum sekilas, "Rasanya seperti marathon, dan sepertinya aku kelelahan." Jawabnya santai. "Akan segera membaik setelah liburan." Selorohnya dan itu membuat Aldric tersenyum lebar,     

"Kau benar-benar nakal Mrs. Bloom. Pekerjaanmu masih banyak yang belum selesai dan kau sudah minta liburan."Aldric dan Adrianna berhenti di depan lift dan menunggu lift yang akan membawa mereka ke lantai tujuh gedung itu. Setelah berdiri sekitar dua menit pintu lift terbuka, Adrianna dan Aldric berjalan masuk ke lift dan menunggu beberapa saat hingga lift itu bergerak naik dan membawa mereka ke lantai tujuh tempat mereka berkantor.     

Adrianna berniat melangkah keluar dari lift disusul oleh Aldric suaminya namun baru dua langkah dia terhuyung hampir terjatuh, untung saja dengan sigap Aldric langsung menopangnya.     

"Are you ok?" Aldric mendadak khawatir karena Adrianna terlihat semakin lemas.     

"I'm spining now." Jawabnya beberapa saat sebelum akhirnya benar-benar lemas tak sadarkan diri dalam pelukan suaminya. Beberapa orang yang baru saja keluar dari lift segera membantu mengevakuasi Adrianna.     

***     

Aldric menunggu dengan cemas di ruang instalasi gawat darurat sementara dokter dan perawat memberikan pertolongan pada Adrianna. Setelah mendapatkan infuse dan juga suntikan vitamin dan oksigen Adrianna mulai sadar, meski dalam keadaan lemas.     

"Bagaimana keadaanmu?" Tanya Aldric, Adrianna tidak menjawab, matanya masih berkedip dengan lemah. Sang dokter segera menemui Aldric, "Sepertinya isteri anda harus mendapatkan perawatan untuk sementara waktu, tekanan darahnya sangat rendah." Ujar sang dokter.     

"Ok dok." Aldric akan menyetujui semua prosedur yang diperlukan agar isterinya bisa kembali sehat.     

Sebelum dipindahkan ke kamar perawatan, dokter sempat menyampaikan diagnosanya terkait dengan penyakit yang mungkin diderita oleh Adrianna. "Untuk sementara Mrs. Bloom mengalami anemia yang membuatnya pingsan. Tekanan darah yang terlalu rendah secara mendadak membuatnya kehilangan kesadaran tapi itu bukan hal yang buruk Mr. Bloom."     

"Apakah mungkin karena dia kelelahan?" Tanya Aldric.     

"Sangat mungkin, faktor yang bisa menyebabkan anemia salah satunya adalah pola istirahat yang kurang baik, ditambah dengan pola makan yang rendah nutrisi."     

"Ya, beberapa waktu belakangan dia bekerja terlalu keras." Ujar Aldric.     

Sang dokter tersenyum, "Kami akan melakukan pemeriksaan darah lanjutan untuk memastikan apakah ada bakteri atau virus yang menyerang isteri anda. Sementara itu kami akan tetap melakukan observasi untuk memastikan perkembangan kondisinya."     

"Ok dok."     

Adrianna dipindahkan ke ruangan VVIP untuk mendapatkan perawatan dan juga observasi maksimal dari tim medis. Sementara itu Adrianna tidak tampak memiliki keluhan nyeri atau sakit, dia justru terlihat menikmati tertidur dengan sangat pulas di ranjang rumahsakit itu.     

Dua jam setelah masuk ke ruangan perawatan perawat datang untuk memastikan kembali tekanan darah Adrianna yang sempat begitu rendah, dan sekarang tampaknya sudah kembali normal.     

"Tekanan darahnya sudah membaik. Isteri anda hanya butuh istirahat. Kami akan kembali untuk mengambil sample darah setelah dia bangun. " Ujar perawat yang datang untuk memeriksa keadaan Adrianna.     

***     

Menjelang tengah hari Adrianna bangun tepat saat perawat datang untuk mengambil sample darahnya oleh tenaga medis, seorang perawat bernama Amber.     

"Anda sudah terlihat lebih segar sekarang." Ujar perawat itu.     

"Thanks." Adrianna tersenyum.     

"Apa anda mengalami keluhan sakit?" Tanya sang perawat, tapi Adrianna tampak menggeleng.     

"Aku hanya merasa sangat mengantuk." Jawabnya dan perawat itu tersenyum.     

"Anda tidak merasakan mual atau sesuatu yang lain?"     

"Em, beberapa hari hampir setiap pagi. Tapi kemudian mereda begitu saja." Jawab Adrianna dan membuat ekspresi sang perawat berubah.     

"Sebenarnya aku akan mengambil sample darahmu, tapi jika kau tidak lagi merasa pusing, mungkin sebaiknya kita lakukan pemeriksaan paling sederhana dulu." Ujar sang perawat.     

"Apa itu?" Tanya Aldric yang sedari tadi tampak mendengarkan percakapan antara isterinya dan sang perawat.     

"Kita harus melakukan pemeriksaan urin." Ujar sang perawat.     

"Aku bisa menemanimu untuk buang air kecil dan mengambil sample di wadah ini." Ujar sang perawat.     

"Aku bisa sendiri." Adrianna mengambil cup kecil itu dan berusaha turun dari ranjang di bantu oleh Aldric.     

"Akan kutemani." Ujar Aldric, dan Adrianna tampak tidak menolak karena dia memang butuh bantuan orang lain karena satu tangannya diinfuse.     

Aldric masuk ke kamar kecil dan membantu isterinya berkemih juga mengambil sample dari air seninya. Setelah itu menyerahkan kembali pada perawat dan sang perawat mencelupkan testpack dalam wajah yang berisi air seni Adrianna. Setelah beberapa saat dia mengangkat alat itu dan menunggu beberapa saat.     

Wajahnya terlihat sumringah dengan senyum mengembang saat menunjukan alat itu pada Adrianna yang kembali berbaring dan Aldric yang berdiri di sebelahnya. "Congratulation." Ujarnya pada mereka berdua. "Your wife not sick, she is pregnant." Imbunya kemudian menyerahkan alat test dengan tanda positif itu pada Aldric. Setelah itu dia meninggalkan mereka berdua yang masih menatap tak percaya ke arah alat test kehamilan itu.     

"Kau hamil." Aldric menatap isterinya itu dan Adrianna berkaca. "Ya." Angguknya. Setelah itu Adrianna dan Aldric tampak saling memeluk dalam keharuan.     

"Are you ready for it?" Bisik Adrianna, dan Aldric tersenyum. "I have no idea, I'm going to be a daddy."     

"Yahh . . ." Angguk Adrianna.     

"It's crazy but I think this is the best news I ever had." Aldric tersenyum lebar dalam kebingungannya.     

"Ehem." Mereka saling berpelukan kembali. Ini akan menjadi berita terbaik bukan hanya untuk Adrianna dan Aldric, tentu saja untuk Christabell dan Richard juga orang tua Aldric. Anak ini akan jadi cucu pertama dalam keluarga itu.     

Aldric melepaskan pelukannya lalu mendekatkan wajahnya ke perut Adrianna yang masih rata. "Hi dude, how are you?" Bisikny pada perut Adrianna.     

"Bagaimana kau begitu yakin dia laki-laki?" Protes Adrianna.     

"Aku ingin anak laki-laki." Jawab Aldric.     

"Bagaimana jika dia perempuan." Adrianna tampak masih membantah.     

"Dia harus laki-laki, terlalu berat beban yang harus dia tanggung jika dia adalah seorang anak perempuan." Ujar Aldric.     

Adrianna menghela nafas dalam, "Ya, seharusnya bayi pertama adalah laki-laki yang akan menjadi penerus ayahnya. Ok, aku setuju dengan bayi laki-laki." Adrianna melunak. Dia sendiri menyadari bahwa bebannya menjadi anak pertama perempuan di keluarga Anthony sangat berat, alahkah baiknya jika anak pertamanya adalah seorang anak laki-laki yang akan menajdi sekuat dan sebijak ayahnya juga kekeknya.     

"Aku akan menghubungi ibuku dan ibumu." Ujar Richard. Melalui video call conference yang menampakkan Adrianna dan Aldirc, Jollene dan juga Christabell dan Richard mereka mulai mengobrol.     

"Oh sayang, mengapa kau menghubungi kami dengan video conference." Ujar Jollene.     

Christabell yang baru saja terhubung tampak mendadak khawatir melihat puterinya berbaring di ranjang, tampak seperti bukan kamar mereka. "Sayang, apa kau di rumahsakit?" Tebak Christabell kahawatir.     

Aldric tersenyum. "Kami tidak ingin menjadi pilih kasih dengan menelepon siapa lebih dulu, jadi kami membuat video conference." Ujar Aldric.     

"Apa Adrianna baik-baik saja?" Tanya sang mertua hampir berbarengan dengan pertanyaan yang dilemparkan Christabell.     

"Ya dia baik-baik saja." jawab Aldric sementara Adrianna hanya tersenyum.     

"Show them honney." Aldric menatap ke arah Adrianna dan wanita itu mengangkat testpack dengan tanda plus atau positive ke depan kamera hingga membuat Jollene dan Christabell berteriak histeris dalam kebahagiaan.     

"Oh my God, oh my God!!" Jollene berteriak girang sementara Chistabell menjerit senang. "Yeeeyyy, aku akan memiliki cucu." Stelah itu mereka berdua justru sibuk menimpali satu dengan yang lain hingga ucapan selamat Richard tenggelam dalam obrolan Jollene dan Chirstabell yang mulai sibuk memikirkan apa yang akan mereka beli dan siapa nama calon bayinya.     

"Congratulation dear." Ujar Richard engan tulus.     

"Thanks dad." Adrianna berkaca.     

"Segera akhiri panggilanmu sebelum calon cucuku terganggu dengan kedua neneknya." Seloroh Richard. Adrianna melambai ke kamera dan Aldric langsung mengakhiri panggilannya.     

"Thanks." Aldric menatap wajah isterinya itu.     

"What for?" Tanyanya bingung.     

"Aku tidak pernah melihat ibuku sebahagia ini." jawab Aldric.     

"Aku juga." Adrianna mengangguk setuju. Bayi ini benar-benar akan menjadi penerus dua keluarga, Anthony dan Bloom. Dia akan disirami dengan banyak cinta dan perhatian begitu lahir, atau bahkan sebelum dia lahir, selama dia masih berada di dalam kandungan ibunya, karena kedua keluarga itu sangat menantikan kehadirannya di dunia.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.