THE RICHMAN

The Richman - Shirakawa Go



The Richman - Shirakawa Go

0Menginap di hotel berbintang dengan fasilitas super mewah sudah biasa bagi Aldric dan juga Adrianna yang sejak kecil terlahir dari keluarga berada. Dan untuk membuat sesuatu yang lebih spesial, Aldric memutuskan untuk mengajak Adrianna berlibur di sebuah desa brnaama Shirakawa Go, sebuah destinasi wisata yang mengusung budaya pedesaan jepang dengan rumah-rumah adat yang umurnya sudah lebih dari 250 tahun. Rumah-rumah itu memiliki bentuk yang khas sehingga memberikan keunikan tersendiri saat menginap di salah satu rumah untuk beberapa hari.     

***     

Adrianna dan Aldric meningap di Shiragawa Terrace, salah satu hotel yang aksesnya paling mudah. Dengan mengendarai mobil sewaan, Aldric dan Adrianna memutuskan untuk bermalam selama dua malam di daerah itu. Mereka berangkat pagi hari dan tiba di daerah cagar budaya yang telah tetapkan oleh Unesco. Tak hanya wisatawan mancanegara, banyak juga wisatawan lokal yang mengunjungi daerah itu. Desa Shirakawa Go yang begitu eksotis benar-benar memanjakan mata setiap orang yang datang berkunjung, apalagi yang baru pertama kali ke Jepang dan datang ke sana.     

"Ini sangat menakjubkan." Apalagi mereka datang tepat disaat musim salju, dimana hawa begitu dingin menusuk tapi pemandangan begitu menakjubkan untuk dilewatkan. Setelah berjalan-jalan di siang hari, malam hari dilewatkan dengan menenggak arak Jepang untuk menghangatkan tubuh, dan saat ini Adrianna dan Aldric tengah berbaring di tempat tidur lipat khas Jepang dan saling berhadapan.     

"Aku penasaran mengapa kau tiba-tiba menysusulku, sedangkan saat aku mengajakmu kau menolak?" Aldric akhirnya bertanya pada sang isteri.     

Adrianna mengrenyitkan alisnya, dia tampak tak terlalu yakin apakah akan mengatakan alasan sebenarnya atau tidak pada suaminya. "Em..." Dia tampak ragu, dan Aldric menunggu jawabannya dengan penasaran.     

"Em... apa?" Desaknya.     

Adrianna mengigit bibirnya, "Ini ide mommy." Jujurnya, dan Aldric mengangkat alisnya sekilas mendengar jawaban itu. "Bagaiman bisa ibumu punya ide sebrilian ini?"     

"Dia..." Adrianna kembali menggantung kalimatnya, "Dia ingin cucu." Ujarnya singkat dan Aldric membeku mendengar kalimat isterinya itu.     

"Aldric...?" Adrianna menatap suaminya itu dengan tatapan khawatir. "Aku tahu kau tidak siap." Imbuhnya, "Sorry."     

Aldric tersenyum ragu kemudian, "Itu sedikit mengejutkan."     

"Ya aku tahu." Angguk Adrianna. "Kita belum pernah membahas ini sebelumnya."     

Aldric mengangguk, "Soal bayi, I have no idea about that." Jawabnya.     

"Me too." Adrianna juga terlihat frustasi. Aldric beringsut dan mendekap isterinya itu dalam pelukan, "Jangan tersinggung sayang, aku bukan tak ingin memiliki anak denganmu. Hanya saja soal anak, kita harus membahasnya lebih dulu. Aku belum siap sekarang, tapi tidak menutup kemungkinan nanti."     

"Ya aku paham, aku juga belum siap untuk memiliki anak secepatnya." Jujur Adrianna.     

Bagai sepasang suami isteri yang berkarir, memiliki anak bukanlah sebuah perkara mudah yang bisa di putuskan begitu saja. Mereka harus mempertimbangkan bagaimana untuk mengurus anak-anak sementara mereka berkarir, meskipun sebenarnya mereka sangat mampu untuk membayar pengasuh bayi tapi ini bukan soal siapa yang akan mengasuh saja, merka juga harus mempersiapkan mental untuk bisa membagi perhatian, untuk bisa menjalani masa-masa kehamilan dan lainnya.     

"Aku menyesal menyusulmu kemari, aku benar-benar tidak berniat merusak moodmu." Ujar Adrianna, tapi Aldric menggeleng. "Belum ingin memiliki bayi bukan berarti aku menolakmu sayang." Aldric mengecup bibir Adrianna sekilas.     

"Tapi . . ." Adrianna baru saja ingin menjawab dan Aldric sudah mendaratkan ciumannya lagi. Cuaca dingin dipadukan dengan arak yang baru saja mereka minum, kehangatan dari dalam tubuh yang membuat gairah juga meningkat, apalagi minuman ginseng yang dipercaya memiliki khasiat yang berhubungan dengan keperkasaan pria, dan malam ini Aldric ingin menguji teori itu tampaknya.     

Ciumannya semakin dalam, tangannya menyentuh tubuh isterinya dengan lembut, memberikan rangsangan yang dibutuhkan untuk membangkitkan gairah Adrianna. Aldric menuruni bibir Adrianna, melalui leher, hingga ke dadanya dan dengan satu telunjuk dia menyingkap gaun tidur yang dikenakan isterinya itu hingga dia bisa dengan leluasa mengeksporasi bagian payudara isterinya itu.     

"Ah . . ." Adrianna mengerang begitu Aldric menemukan bagian sensitif dirinya dan memainkannya dengan begitu cantik.     

Bercinta di tempat yang baru memang memberikan sensasi yang berbeda, lantai kayu, ruangan yang hangat dan juga alas tidur yang tidak terlalu tebal. Ditambah dengan pemandangan diluar yang bersalju, meski Adrianna dan Aldric memilih untuk mematikan lampu, tapi mereka masih bisa melihat bayangan wajah satu dengan yang lainnya. Bagaimana Adrianna tersenyum dalam kepuasan setiap kali Aldric melakukan aksinya.     

Setelah merasa bahwa isterinya itu cukup siap untuk menerima keperkasaannya, Aldric mulai merangsek masuk dan memberikan sensasi penuh di dalam diri Adrianna hingga wanita itu kembali mengerang penuh kenikmatan.     

Perlahan namun pasti Aldric bergera sesuai dengan irama yang dia ciptakan, "Quick Quick, slow... Quick Quick slow." Aldric tersenyum, sesekali dia mengecup bibir Adrianna, atau berpindah ke puncak payudara isterinya itu dan mengulumnya, sementara bagian tubuhnya yang lain bergera penuh irama membuat Adrianna semakin kewalahan.     

Setelah puas dengan posisi itu, Aldric memilih untuk meminta Adrianna memutar tubuhnya hingga Al bisa mengeksplorasi isterinya itu dari belakang. Adrianna yang merasa Aldric menghujamkan dirinya terlalu dalam hingga dia tak kuasa menahan erangan kerasnya.     

"Sorry . . ." Bisiknya setelah sadar betapa kerasnya dia mengerang barusan, dan itu membuat mereka tersenyum untuk dirinya masing-masing. Merasa dirinya hampir menemukan puncak sebelum isterinya merasakan kepuasan, Aldric menyerah, dia menarik diri dan memilih untuk rebah terlentang. Memberikan ruang bagi Adrianna untuk mengeksplorasi tubuhnya dengan berada di posisi atas.     

Entah mengapa posisi woman on top selalu berhasil membuat seorang wanita merasa sexy, begitu juga dengan Adrianna. Merasa seperti cow boy wanita yang sexy Adrianna menggoyangkan tubuhnya sembari mengibaskan rambutnya penuh kenikmatan. Sementara pemandangan sempurna itu dinikmati oleh Aldric dengan bahagia. Sejak pertengkaran mereka setelah menjadi suami isteri, ini kali pertama mereka menikmati sensasi bercinta yang berbeda dengan sebelumnya dan rasa diantara mereka juga semakin bersar tampaknya. Aldric dan Adrianna menemukan pelepasannya masing-masing dan kini mereka berbaring bersebelahan dalam keheningan setelah tubuh mereka menjadi panas karena gairah mereka yang besar sudah terpuaskan.     

"Bagaimana jika pada akhirnya kita memiliki bayi?" Tanya Adrianna, matanya menerawang ke atas, ke langit-langit.     

"Apa kau sudah siap?" Tanya Aldric.     

Adrianna menoleh ke arah suaminya itu, "Sepanjang hidupku, aku tidak pernah mendengar mommy meminta sesuatu, tidak padaku, pada Ben atau pada daddy. Tapi hari itu Dad mengatakan bahwa mommy mendadak membahas soal cucu, dan paginya dia datang padaku untuk mengatakannya secara langsung. Sedikit aneh, tapi aku merasa akan sangat keterlaluan jika satu-satunya permintaannya dan tidak bisa kukabulkan." Adrianna memberikan penjelasan panjang lebar soal bayi dan Aldric tampakknya melunak.     

Dia menghela nafas dalam sebelum menimpali semua penjelasan isterinya itu, "Soal memiliki bayi, yang akan mengalami perubahan paling besar adalah dirimu sayang. Jika kau siap untuk semua perubahan itu, aku akan setuju. Tidak ada alasan untuk menolak."     

"Ok." Angguk Adrianna. "We make a deal." Adrianna mengulurkan tangannya dan Aldric menyambuntya, mereka bersalaman untuk sebuah deal, "memiliki bayi"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.