THE RICHMAN

The Richman - Sheina



The Richman - Sheina

Sheina Anthony bisa bernafas lega karena dia batal menghadapi Oliver Hawkins di pengadilan karena pada akhirnya George dan Claire memilih untuk membatalkan gugatannya. Hari ini dia selesai memproses pembatalan gugatan dan kembali ke kantornya meski sejujurnya dia merasa kurang enak badan.     

"Sheina, kau baik-baik saja?" Tanya Emilia sang sekretaris.     

"Fine, aku hanya merasa sedikit bermasalah dengan perutku." Ujarnya.     

"Kau belum makan sejak pagi." Sang sekretaris mengingatkan dan Sheina baru teringat bahwa benar dia belum memasukkan apapun ke dalam mulutnya sejak pagi kecuali kopi.     

"Ya kurasa kau benar." Sheina menarik tasnya dan bangkit dari tempatnya duduk, "Aku akan pulang cepat hari ini." Ujarnya.     

"Ok boss." Emilia tersenyum. "Sesekali kau harus memanjakan dirimu." ujarnya lagi.     

"Apa maksudmu dengan memanjakan diri?" Sheina merapikan berkasnya sebelum dia benar-benar pergi.     

"Tinggalkan berkasmu di kantor dan jangan membawa mereka pulang." Ujar Emilia. "Mungkin itu salah satu cara memanjakan diri yang baik."     

Sheina tersenyum, "Sejak menikah kau semakin cerdas tampaknya." Goda Sheina.     

"Sejak menikah aku tak pernah membawa pekerjaan yang kau perintahkan pulang." Emilia tersenyum, "Of the record by the way." Kemudian dia terkekeh. Namun Emilia tiba-tiba celingukan saat seorang pria berdiri di belakangnya dan menatap ke arah Sheina yang juga membeku tiba-tiba.     

"Mss. Anthony, a moment please." Pria itu meminta waktu Sheina.     

"Em, tapi Mss. Anthony sedang kurang enak badan." Emilia menyela, dia tidak mengenal siapa pria yang berdiri di belakangnya itu. "Dia bahkan belum makan sejak pagi." Emilia melanjutkan tapi Sheina tampaknya tak begitu ingin Emilia berkata lebih banyak.     

"It's ok." Sheina keluar dari ruangannya, dia membawa sebuah map coklat yang memang akan dia kirimkan ke kantor si pria bersetelan formal itu besok. Tapi karena dia datang hari ini, tentu tujuannya adalah untuk mengambil amplop itu lebih cepat.     

Sheina keluar dari gedung kantornya besama si pria bersetelan. "Bagaimana jika kita makan lalu ku antarkan kau pulang." Ujarnya.     

"No thanks. Aku akan pulang dengan taksi." Jawab Sheina.     

Oliver menghentikan langkahnya dan itu membuat Sheina berbalik, "Apa masih ada masalah yang belum terselesaikan diantara kita?" Alis Oliver berkerut.     

"Tentu saja tidak, semua baik-baik saja." Sheina mengangkat bahunya. "Kau datang untuk mengambil berkas ini bukan, sekarang berkas ini milikmu. See you next time." Sheina tersenyum sekilas sebelum meninggalkan Oliver yang masih berdiri di tempatnya.     

Hubungannya dengan Sheina Anthony tidak pernah kembali baik setelah mereka memutuskan untuk berjalan dengan kehidupan masing-masing. Namun seperti Geroge yang masih peduli pada Emanuella Dimitry, begitu juga dengan Oliver Hawkins yan masih peduli dengan Sheina Anthony.     

Oliver menyusul Sheina yang berdiri menunggu Taksi, disana mereka sempat bicara kembali.     

"Mengapa kau menghindariku?" Tanya Oliver.     

"Aku tidak menghindarimu." Tolak Sheina meski gadis itu tak menatap lawan bicaranya.     

"Kau resign mendadak, tepat setelah aku menikah dan sekarang kau tidak pernah mau bertemu setiap kali aku menghubungimu." Oliver mengemukakan alasannya dan Sheina menoleh.     

"Kau menikah, dan aku tahu diri untuk tidak merusak hubunganmu dengan isterimu. Harusnya kau berterimakasih padaku Mr. Hawkins." Ujar Sheina tegas.     

"Kita masih bisa berteman." Oliver meyakinkan Sheina.     

"Bagiku tidak ada hubungan pertemanan murni diantara perempuan dan laki-laki, salah satunya pasti akan menderita. Dan aku tidak mau menjadi orang yang membuat wanita lain menderita, itu prinsipku." Tegas Sheina sekali lagi.     

Sheina menatap Oliver "Aku tahu kau masih menyimpan perasaan untukku, but don't. Cintai isterimu, cintai anakmu." Sheina menatap Oliver. "Kita tidak akan pernah bisa berteman." Ujar Sheina sebelum akhirnya dia menemukan taksi yang akan mengantarkanya pulang dan meninggalkan Oliver dibelakangnya.     

Gadis itu menatap ke luar jendela, bagaimanapun dia sempat berada di posisi "nyaman" dekat dengan Oliver. Mendapatkan perhatian dan kasih sayang meski dia menyimpan nama pria lain di hatinya. Dan saat Oliver melangkah untuk wanita lain, saat itu hati Sheina sempat terluka karena tak akan ada lagi perhatian penuh seperti dulu saat Oliver masih menjadikannya satu-satunya. Tapi kemudian Sheina sadar bahwa salah satu pemicu perceraian di usia pernikahan yang masih muda adalah kehadiran orang lain, atau orang lain yang dulu pernah ada dan belum benar-benar hilang dari hati salah satu pasangan. Dan Sheina tak ingin menjadi alasan dari perceraian suami isteri, apalagi untuk Oliver, orang yang selalu dia anggap sebagai teman terbaik selama ini.     

***     

Yang ingin dia lakukan begitu tiba di rumah adalah berendam air hangat sambil menikmati segegelas susu almond hangat. Mungkin itu akan membuat keadaannya lebih baik.     

Benar saja, setibanya di apartment Sheina segera melucuti pakaiannya dan masuk ke bath tube yang sudah dia siapkan dengan air hangat yang sudah penuh dengan busa. Dia menyalakan lilin aromaterapi favoritnya dan membawa segelas susu almond hangat. Sembari berendam Sheina menikmati meminum susu untuk mengisi perutnya yang kosong sejak pagi.     

Makan memang bukan prioritas utama bagi Sheina, hal itu pula yang menyebabkan beberapa waktu terakhir dia bolak balik ke rumahsakit karena urusan lambung. Dan dokter sudah memperingatinya, jika dia masih ingin hidup sehat maka dia harus memperhatikan makanannya.     

Berrrtt Sebuah pesan singkat masuk ke ponselnya dan menimbulkan nada getar di ponselnya.     

"Selamat malam Mss. Pengacara." Tulis Marcus.     

"Mr. Rich, senang akhirnya bisa mendengar kabar darimu." balas Sheina.     

"I miss you." Tulis Marcus.     

"Me too." Balas Sheina lagi.     

"Apa yang sedang kau lakukan? Sibuk dengan pekerjaanmu di kantor seperti biasanya?" Tanya Marcus sekali lagi.     

"Tidak, aku sudah pulang dan sedang berendam di bathtub sambil menikmati susu almond." Jawabnya. Sheina bahkan tersenyum geli untuk dirinya sendiri sebelum dia mengambil foto dirinya yang berendam di bathtub dengan air busa menutupi dadanya.     

"Berharap kau ada di sini." Caption foto itu.     

Dalam hitungan sepersekian detik setelah foto itu dilihat oleh Marcus, dia menghubungi Sheina melalui panggilan telepon.     

"Sejak kapan kau pandai menggoda?" Tanya Marcus dengan suara berat dan itu membuat Sheina terkikik.     

"Aku senang jika kau benar-benar tergoda." Jawab Sheina.     

"Kau tidak di club malam?" Sheina kembali bertanya karena tidak ada suara kebisingan terdengar dari seberang.     

"Tidak, aku ada urusan di luar." Jawab Marcus.     

"Menemui gadis-gadis dan berpesta bersama mereka?" Tukas Sheina.     

"Apa itu membuatmu cemburu?" Pancing Marcus.     

Sheina menghela nafas dalam, dia menyesap susu almondnya, sebenarnya membayangkan Marcus dengan sejuta pesona yang dia miliki, menemukan gadis cantik yang mau tidur dengannya semudah dia menjentikkan jari tangannya, tapi dia sudah berkomitment untuk mencintai pria itu, maka dia harus siap dengan semua resiko yang dia hadapi. "Ya." Jawab Sheina kesal.     

Marcus terbahak, "Oh ya, aku lupa sandi apartmentmu." Ujarnya setelah meredakan tawanya.     

"Kau memang tak pernah tahu." Jawab Sheina. "Kau bahkan tak pernah datang." Kesalnya lagi.     

Marcus tersenyum untuk dirinya sendiri. "Kalau begitu katakan sekarang."     

"35870990" Ujar Sheina.     

"Akan ku ingat." Jawab Marcus.     

"Good." Sheina mengrenyitkan alisnya, "Mengapa kau tiba-tiba bertanya?" tanyanya.     

"Minggu depan aku mungkin akan ke New York." Jawab Marcus.     

"Can't wait to see you here." Sheina mengigit bibirnya.     

"Apa kau sedang menggigit bibirmu nona muda?" Alis George bertaut.     

"Mungkin." Jawab Sheina dengan suara yang sengaja dia buat agar terdengar seksi. Tiba-tiba seseorang menggeser pintu kamar mandi dan Sheina hampir saja terlonjak dari dalam bathtub tempatnya berendam.     

"Helo Mss. Anthony." Marcus berdiri di ambang pintu dengan setelan formal yang membuatnya sangat tampan ditambah senyuman yang hampir merontokan jantung Sheina.     

"Kau disini?" Alis Sheina berkerut.     

"Ya, aku menunggu diluar dan kau memberikan sandimu. Jadi itu kuanggap sebagai free akses."     

"Of course you get it." Sheina mematikan sambungan teleponnya, meletakkan ponselnya di sisi bathtub kemudian dengan telanjang dia keluar dari batutub dan memberikan ciuman untuk Marcus, meski tubuhnya penuh dengan busa. Tapi Marcus mengabaikannya, dia menikmati mencium Sheina dalam keadaan seperti itu, sangat seksi dan menantang.     

"You're so sexy." Gumam Marcus di sela ciumannya.     

"Ehem." Gumam Sheina.     

"Kau tahu, aku rela terbang berjam-jam untuk menemuimu." Ujar Marcus.     

"Dengan jet pribadimu, bukan dengan dengan penerbangan komersial. Jadi jangan membuat seolah-olah itu sebuah penderitaan Mr. Durant." Sheina menyipitkan matanya dan Marcus tersenyum lebar.     

"Ya, on my own jet." Senyumnya.     

"Jadi apa kau menikmati rewardmu Mr. Durant?"     

"Of course I'm." Marcus melucuti pakaiannya dibantu dengan tangan Sheina dan mereka memutuskan untuk berendam bersama. "Kurasa air hangat cocok untuk meredakan jatlegmu." Sheina menggoda dan Marcus mengekor saja. Bersama dengan gadis itu, Marcus bagaikan singa jantang perkasa yang menemukan teritori dan wanitanya. Dia tak berpikir untuk mendua, apalagi meninggalkan Sheina. Wajah garangnya tak selalu mencerminkan bagaimana kesetiaan dan hatinya. Begitu juga dengan pria lainnya, terkadang tampilan fisik mereka tak melulu mencerminkan hati mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.