THE RICHMAN

The Richman - Cant Stop Thinking Of You



The Richman - Cant Stop Thinking Of You

0Sheina berusaha menyibukkan dirinya dengan semua kegiatan yang bisa dia lakukan namun dia memilih untuk tidak menghubungi keluarganya dan bosnya, Oliver sebelum dia merasa yakin betul bahwa rasa nyeri yang terkadang masih datang itu bisa dia atasi dan dia sembunyikan dari mereka semua.     

Hari ini Sheina keluar apartment sekedar untuk membeli kopi dan menikmati berjalan kaki setelah dia cukup pulih dan sudah nyaman bergerak. Dia membawa dua cup kopi ditambah satu bungkus besar popcorn, chips dan sandwich. Kemudian dia masuk ke dalam apartment dan memakan semua itu sembari menonton acara televisi. Setelah bosan dengan acara televisi dia mendengarkan musik sambil membaca hingga jatuh tertidur.     

***     

Tok Tok     

Terdengar suara pintu diketuk, Sheina membuka matanya dan beringsut duduk di sofa untuk menemukan kesadarannya, sebelum dia bangkit dan berjalan ke arah pintu karena dia mendengar suara ketukan lagi. Sheina mengintip dari lubang pintu, tapi karena pria itu berdiri cukup dekat, jadi yang terlihat hanyalah setelan yang dikenakannya.     

Tok Tok, sekali lagi pintu diketuk dan Sheina menarik gagang pintu hingga daun pintu terbuka ke bagian dalam. Matanya membeku melihat siapa yang berdiri di ambang pintunya.     

"Marcus?" Desisnya pelan.     

"Hi." Pria itu menyapa meski ekspresinya bukanlah ekspresi ceria.     

"Bagaimana kau tahu aku tinggal di sini?" Tanya Sehina kebingungan.     

"Kau tak membiarkanku masuk?" Tanyanya.     

Sheina terbengong-bengong setelah dia membuka pintu lebih lebar dan memberikan akses bagi Marcus untuk masuk ke apartmentnya. Bagaimana mungkin pria ini muncul di hadapannya begitu saja setelah dia mengatakan bahwa mereka tidak akan bertemu lagi dan tidak perlu bertemu lagi setelah Marcus mengirimnya kembali ke New York dengan jet pribadi miliknya beberapa hari lalu.     

Marcus menebar pandangannya sebelum dia duduk di sofa, sementara Sheina mengeluarkan air mineral dingin dari dalam lemari pendingin dan menuangkannya untuk Marcus.     

"Bukankah kau bilang kita tak perlu saling mengingat?" Sheina menyodorkan air mineral itu dan Marcus menatapnya. "Aku tidak mengatakan bahwa kita harus saling melupakan." Sangkalnya.     

Sheina masih tak percaya pria itu duduk di hadapannya saat ini. "Mengapa menatapku seperti itu?" Tanya Marcus.     

"Karena kau tampak tak nyata bagiku." Jawab Sheina lirih.     

Marcus menarik bibirnya dalam sebuah garis sekilas. "Kemarilah." Marcus meminta Sheina mendekat dan gadis itu mendekat ke arah Marcus.     

"Bagaimana lukamu?" Tanya pria itu.     

"Semakin membaik." Jawab Sheina pelan, dia tak bisa banyak berkata dibawah tatapan Marcus. Dia bahkan terlihat seperti baru saja terhipnotis oleh pria di hadapannya itu.     

Marcus mendekatkan wajahnya, "You drive me crazy." Gumamnya sebelum mendekatkan wajahnya ke sisi wajah Sheina. Gadis itu membeku saat Marcus menemukan bibirnya dan melumatnya lembut. Sheina menghela nafas dalam begiut bibir mereka bersentuhan. Aroma tubuh Marcus yang musky dan segar tercium oleh Sheina dan merasuk hingga ke syaratnya memberikan ketenangan sekaligus membangkitkan gairahnya. Sehina membalas ciuman marcus sementara tangan kanannya menyentuh sisi wajah Marcus.     

Ciuman diantara mereka mengharu biru bercampur dengan kerinduan yang membuncah diantara keduanya. Tapi ditengah ciumannya, Marcus menarik diri.     

"Aku ingin melihat bekas lukamu." Gumamnya dan Sheina berbalik memunggungi Marcus. Pria itu menurunkan zipper dari pakaian yang dikenakan Sheina dan di bagian belakang sebelah kanan atas, tepat dimana peluru itu menembus tubuhya juga tindakan pengangkatan yang dilakukan oleh tim dokter menimbulkan bekas luka sayatan yang sudah pulih namun tetap saja meninggalkan bekas.     

Marcus menyibakkan rambut panjang milik Sheina yang dibiarkan terurai ke sisi samping lehernya hingga menjuntai ke depan tubuhnya. Dan dengan lembut Marcus mendaratkan ciumannya di bekas luka itu, membuat Sheina terperagah dengan sensasinya. Matanya berkaca, Sheina mengigit bibirnya, berusaha menahan keharuan saat dengan manis Marcus melakukannya.     

Ruangan itu begitu hening hingga Sheina bisa mendengar saat Marcus menelan ludahnya sendiri setelah mencium bekas luka di punggung bagian atasnya. Tangan Marcus menarik zipper semakin kebawah hingga tepat berada di penghujung tulang belakang Sheina, dan dengan batang hidungnya Marcus menghirup dalam-dalam aroma Sheina dimulai dari pangkal leher hingga menuruni sepanjang tulang belakangnya hingga ke bagian tengah yang bisa dia jangkau.     

Sheina menahan nafas menikmati sensasi yang dia rasakan itu. "Kau sangat cantik." Gumam Marcus di belakang telinga Sheina. Sementara gadis itu tidak menjawab, namun seulas senyum di wajahnya jelas menggambarkan betapa bahagiannya saat Marcus memujinya seperti itu.     

"Is it ok?" Marcus berbisik sekali lagi di belakang telinga Sheina dan gadis itu mengangguk malu. Dengan satu tangannya Marcus menurunkan tali dress yang dikenakan Sheina hingga tersangkut di setengah lengannya. Begitu juga dengan bagian lainnya. Kali ini Marcus mendekatkan wajahnya ke pundak Sheina dan mengecupnya lembut.     

"Aku menginginkan ini sejak awal bertemu denganmu." Gumam Marcus.     

"Kau memiliki puluhan gadis yang jauh lebih cantik dariku." Jawab Sheina.     

Marcus menghirup dalam-dalam aroma Sheina sekali lagi sebelum kedua tangannya meraba bagian depan tubuh Sheina dan menemukan payudara gadis itu. Sheina menggeliat geli sekaligus nikmat saat Marcus memainkan dadanya itu dengan kedua tangannya. Sheina bahkan menoleh untuk membuat wajahnya dapat terjangkau oleh Marcus. Dengan begitu leain mengeksplorasi bagian dada Sheina, Marcus juga mengimbanginya dengan ciuman yang membuat malam itu semakin semarak diantara mereka berdua.     

"Apa kau yakin akan melakukannya?" Bisik Marcus.     

"Ya." Angguk Sheina cepat, nafasnya memburu.     

"Ok, kita akan mulai dengan sangat pelan." Marcus melucuti semua pakiannya dan membalik tubuh Sheina. Dengan bantal sofa yang ada Marcus membuat posisi Sheina senyaman mungkin. Marcus ingin memberikan kenikmatan pada Sheina, sekaligus melampiaskan apa yang menjadi fantasinya pada gadis itu sejak pertama kali mereka bertemu.     

Ciuman diantara mereka semakin dalam, meski begitu Marcus tak meletakkan seluruh beban tubuhnya diatas tubuh Sheina. dia menyangganya dengan kedua lengan agar Sheina tak merasa bekas lukanya terancam.     

Setelah Sheina cukup tertarik dan bangun, dia mulai berniat menguasai permainan sementara Marcus tampaknya memilih memberikan akses bagi Sheina untuk memimpin permainan hari ini.     

Sheina merundukkan kepalanya untuk mencium Marcus, sementara pria itu tampak menikmati menatap sheina dengan eksplosure sempurna seperti itu. Mendadak terdengar suara ponsel berdering, baik Marcus maupun Sheina mengabaikannya, tapi ponsel itu berdring berulang kali hingga akirnya Marcus meraih ponselnya itu dan membuka pembicaraan dengan orang di seberang.     

Marcus beringsut turun dari ranjang dan merapikan pakaiannya. Sementara menunggu Marcus kembali ke permainan, ponsel lainnya berdring-dering, Sheina sangat terganggu hingga akhirnya di sadar bahwa ponsel yang berdrag-deering adalah ponselnya. Dengan setengah tersadar dia meraba-raba meja di sisi dinding dan menemukan ponselnya.     

"Marcus?" Sheina mengusap matanya berkali-kali tapi tampaknya pria itu tida ada di apartmentnya. Shina menatap dirinya ke arah cermin, dia masih berpakaian lengkap.     

Sheina menatap ke layar ponsel dan itu "Ben" Ayahnya.     

"Apa ini hanya mimpi?" Gumam Sheina dalam hati.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.