THE RICHMAN

The Richman - Run



The Richman - Run

0Sheina turun dari mobil dan cukup surprise dengan pemandangan di tempat itu. Anda saja ini bukan sebuah penculikan, dia akan sangat bahagia berada di alam bebas apalagi pantai, karena Sheina begitu menyukai pantai dan laut.     

"Aku ingin ketoilet." Ujarnya pada Marcus.     

Marcus menatapnya sekilas dan Sheina segera memeluk tubuhnya, meski awalnya dia berniat untuk menggoda Marcus dengan memilih tak mengenakan bra, tapi di tatap dengan cara seperti itu membuatnya risih. "Aku akan mengantarmu." Ujar Marcus.     

"Tunjukan saja jalannya." Sheina tersenyum, "Aku tidak akan lama." Dia berusaha bersikap semanis mungkin agar Marcus tak curiga bahwa dia berniat untuk lari. Marcus masih menatapnya beberapa saat sebelum memberikan arahan kemana dia harus pergi, "Kau bisa lurus ke depan dan belok kiri, toilet tidak jauh dari sana." Ujar Marcus.     

"Thanks." Sheina tersenyum. Dia berjalan dengan santai sambil menebar pandangan, dia bahkan menoleh ke arah Marcus dan tersenyum sekali lagi, bukan karena dia mendadak ingin terlihat ramah, tapi dia berharap usahanya kali ini bisa berhasil.     

Sheina berbelok sesuai arahan Marcus dan segera melepas sepatunya, dia berlari dengan sangat cepat dan berbelok-belok mengikuti ingstinya. Di kejauhan Sheina melihat seorang petugas keamanan dan mendekati pria itu dengan terengah.     

"Help me." Ujar nya ditengah engahan nafasnya yang memburu.     

Sang petugas menatap Sheina, "Apa yang bisa kubantu nona?" Tanyanya.     

"Tolong aku, seseorang menculikku." Ujarnya lagi sembari memegangi dadanya.     

"Menculik?" Petugas itu bertanya santai dan bahkan tertawa, dia melihat penampilan Sheina dan tersenyum lagi. "Kau yakin?"     

"Tolong aku, selamatkan aku cepat atau dia akan menemukanku sekarang juga." Sheina memohon pada petugas itu dan si petugas menatap ke arah belakang Sheina.     

"Ya, pria itu yang menculikku. Tolong selamatkan aku cepat." Sheina bersembunyi di belakang sang petugas tapi petugas itu justru mengembalikan Sheina pada Marcus.     

"Daniel." Marcus menyapa sang petugas ramah.     

"Sir." Petugas itu bahkan terlihat sangat hormat pada Marcus dan Sheina dibuat kebingungan.     

"Pacar baru?" Goda petugas itu dan Marcus terlihat menggaruk ujung alisnya.     

"Have fun Sir." Sang petugas meninggalkan Sehine berdua bersama Marcus dan moment itu menjadi sangat canggung diantara mereka berdua.     

"Kau tidak akan lari kemanapun, belajarlah menjadi gadis penurut." Ujarnya sembari menggandeng tangan Sheina dan maksa gadis itu berjalan bersamanya menuju boat yang sudah menunggu mereka.     

***     

Saat ini Marcus dan Sheina berada di dalam boat yang disewa oleh Marcus untuk menikmati Riviera. Hanya ada Marcus dan Sheina di boat yang tengah mengapung di tengah laut itu.     

Marcus berdiri dan memandang lautan luas, tepat di sebelah Sheina berbaring menikmati cahaya matahari siang itu. "Kau tidak takut aku membunuhmu saat kau tidur?" Tanya Sheina sambil berbaring menikmati terik matahari yang membuat kulit pucatnya kemerahan.     

Marcus menoleh sekilas dan dengan kacamata hitam yang membuatnya semakin tampan itu dia melipat tangannya. "Kau tidak akan melakukannya jika kau cerdas." Jawabnya.     

"Dengan berhasil mengagalkan usaha pelarianku, bukan berarti kau akan menang Mr. entah siapa kau." Sheina bangkit dari posisinya yang terlentang dan menatap ke arah Marcus yang menjulang tinggi di hadapannya.     

"Kita terapung di tengah laut." Marcus membungkuk menatap Sheina, "Satu-satunya orang yang bisa membawa boat ini kembali ke dermaga adalah aku, dan jika kau membunuhku maka selamat menikmati kematian perlahan-lahan di tengah laut."     

"Kau sedang mengancamku?" Protes Sheina kesal.     

"Aku memberitahukan fakta, nona keras kepala." Marcus kembali berdiri tegak, kali ini dia tersenyum puas penuh kesombongan. Marcus kembali ke dalam kabin kemudi dan menyalakan mesin, menggiring kapal kecil nan mewah yang mereka tumpangi itu semakin ketengah.     

Sheina merasakan kapal kecil yang mereka tumpangi kembali bergerak, dia berlari ke ujung kapal dan beriniat melompat. "Mungkin mati adalah pilihan bijak." Gumamnya sembari berdiri di ujung kapal dengan pikiran bodoh itu untuk beberapa saat.     

Marcus melihat Sheina dari dalam kemudi dan menggelengkan kepalanya, Dia menaikkan laju kapalnya dan Sheina merasa angin yang menerpa wajahnya semakin keras dan ketakutan mulai membayanginya. Jatuh ke laut dan tertabrak kapal dengan kecepatan sekencang itu akan membuat tubuhnya hancur berkeping-keling dan mungkin bagian-bagian kecil dari tubuhnya akan menjadi santapan ikan di laut. Dia bergidik negri dan turun dari tempat itu lalu berjalan masuk ke dalam kamar dan memikirkan rencana kabur lainnya.     

Tok Tok     

Pintu kamar diketuk, satu-satunya kamar di dalam dek kapal, dan satu-satunya orang yang mungkin mengetuknya adalah Marcus.     

"Sial." Sheina bergumam dalam hati, "Katakan dari luar, jangan berharap aku membuka pintu!" Teriak Sheina dari dalam kamar.     

"Keluar atau kau akan kelaparan." Jawab Marcus.     

"Aku tidak sudi makan makanamu!" Teriak Sehina, "Lebih baik aku mati kelaparan, biar kau puas Mr. Entah siapa kau!!" Imbuhnya.     

Marcus mengangkat alisnya, sekilas dia tersenyum lalu meninggalkan Sheina untuk menikmati makan siangnya. Di dalam kamarnya, Sehina kelaparan dan mulai frustasi karena rasa laparnya bisa begitu menyiksa.     

Dia mondar mandiri di depan pintu dan berusaha untuk membujuk dirinya sendiri.     

"Oh, perutku mengapa kau tidak bisa diajak berkompromi." Ujarnya sembari memegangi perutnya.     

"Sial, aku sangat lapar." Sheina membuka kunci pintu kamarnya dan berjalan keluar. Di atas dek dia melihat Marcus menikmati makan siangnya dengan menu yang menggoda selera.     

"Sedang apa berdiri di sana?" Tanya Marcus.     

Sheina menatap Marcus dan menelan ludah, tapi dia bergeming tak menjawab.     

"Kau lapar?" Tanya Marcus lagi dan dengan wajah bersemu merah, terlihat malu-malu Sheina mengangguk.     

"Bukankah kau berkata bahwa lebih baik mati kelaparan daripada memakan makananku?" Tanya Marcus sembari menoleh ke arah Sheina.     

"Dasar pria kejam!" Gumam Sheina dalam hati.     

"Duduk dan makan." Marcus mengatakannya tanpa menatap Sheina, dan gadis itu melunak. Lebih baik menjilat ludahnya sendiri daripada mati konyol karena kelaparan di tengah laut sebagai tawanan, itu jelas tidak lucu sama sekali sementara si penculik dengan anehnya menyiapkan menu finedining di atas kapal untuk tawanannya. Pencilikan macam apa ini?     

Dengan ragu Sheina menarik kursi dan duduk di hadapan Marcus lalu mulai memakan makanannya dengan rakus karena dia begitu kelaparan. Marcus menyadari hal itu dan memilih untuk tidak berkomentar meski dia sempat membuat seulas senyum tipis untuk dirinya sendiri tanpa disadari oleh Sheina yang sibuk menghabsikan makannya. Marcus bahkan mengambil beberapa udang dari piringnya dan diletakkan di piring Sheina.     

Gadis itu menghentikan aktifitasnya mengunyah dan menatap Marcus bingung.     

"Aku tidak suka udang." Jawab Marcus bohong, meski Shiena tidak bertanya, tapi dari cara gadis itu menatapnya, Marcus paham bahwa Sheina mempertanyakan tindakannya memberikan beberapa potong udang untuk Sheina.     

Dengan ragu-ragu gadis itu memasukkan udang pertama dalam mulutnya dan disusul dengan udang kedua dan ketiga hingga habis tak tersisa. Dia segera menenggak habis minumannya dan meninggalkan meja itu kembali mengunci diri dalam kamar.     

"Apa yang salah dengan pria itu?" Gumam Sheina. "He's sweet." Imbuhnya, tapi kemudian dia memukul mulutnya sendiri. "Dia menculikmu bodoh, jangan memujinya." Sheina menghela nafas dalam dan dia menjadi begitu kebingungan dengan Marcus, si pria entah siapa.     

***     

Menjelang malam Marcus kembali mengetuk pintu kamar Sheina untuk menawarkan makan malam. Dan kali ini Sheina tak menolak, dia segera membuka pintu dalam kesempatan pertama. Dia tidak ingin kelaparan malam ini apalagi udara begitu dingin.     

Mereka duduk di tempat yang sama dengan tempat mereka duduk siang tadi, hanya saja siang tadi langit biru yang menemani mereka dan malam ini gemerlap bintang yang menjadi atapnya. Mereka duduk berhadapan tanpa saling bicara, dan belum mulai makan.     

"Harusnya kau membawa wanita yang kau sukai ke tempat seperti ini, bukannya tawanan sepertiku." Ujar Sheina. Kalimatnya yang profokatif tampaknya tak memberi dampak apapun pada Marcus. Dia menuang wine untuk dirinya dan juga gelas Sheina, kemudian memutar sedikit gelasnya sebelum menyesap wine dari dalam gelas.     

"Makanlah, jangan banyak bicara." Ujar Marcus.     

Pria ini adalah pria dingin yang sebelumnya tak menyadari bahwa dirinya memiliki hati nurani. Namun malam itu dia berubah pikiran. Awalnya Marcus berniat untuk melepaskan Sheina pagi harinya, tapi Drix membawa semua barang-barang Sheina termasuk ponsel gadis itu.     

Marcus melihat isi ponselnya dan membaca semua pesan singkat yang ada di sana. Marcus juga melihat foto-fotonya bersama orang-orang dekatnya dan tentu saja ada foto Oliver. Dia juga menemukan sebuah catatan di buku agenda milik Sheina yang bertuliskan beberapa hal yang ingin dia lakukan selama liburan dua minggunya di Albania. Karena itu Marcus menahannya untuk tinggal bersamanya selama dua minggu untuk menebus kesalahannya karena sudah merusak liburan Sheina.     

Jika dia membiarkan Sheina pergi, maka gadis itu akan kembali ke negaranya dengan ketakutan setelah kesan penculikan. Marcus melakukan semuanya dengan diam-diam, berusaha mewujudkan list liburan Sheina agar gadis itu bisa kembali ke negaranya dan melanjutkan hidup, bahkan memberikan jawaban untuk kekasih yang overprotective padanya itu.     

Bebrapa hal yang ingin di lakukan Sheina tertulis demikian :     

1. Ingin menjauh dari siapapun selama liburan, no phone no text no one     

2. Ingin menikmati berjemur di pantai     

3. Ingin menikmati hal-hal baru yang belum pernah kulakukan     

4. Kembali ke New York dan memberikan jawaban untuk Oliver     

Sementara itu, meski semuanya tampak abu-abu bagi Sheina, tapi itulah sikap Marcus untuk pertama kalinya seumur hidup yang menunjukkan bahwa dia adalah manusia biasa yang juga memiliki hati nurani. Sesuatu yang selama ini selalu dia sangkal. Marcus selalu menganggap dirinya tak memiliki hati nurani dan tak ada alasan untuk menggunakan hatinya.     

Meskipun selama beberapa jam terakhir argumen dan tingkah Sheina berhasil menyedot perhatiannya. Adrenalin Marcus selalu naik saat gadis itu berusaha melawannya dan itu menyenangkan. Melihatnya mengomel atau bertingkah aneh demi membuatnya marah juga bagian yang menurut Marcus lucu, dan itu menjadi dayatarik dari gadis di hadapannya itu.     

Sheina mengunyah makanannya, dan menu makanan malam ini sedikit mirip dengan makan siang tadi. Meski porsi makan di piring Sheina jelas lebih banyak di bandingkan di piring Marcus. Tapi satu hal yang disadari Sheina bahwa Marcus memakan beberapa udang dari piringnya. Jadi jika siang tadi dia mentatakan bahwa dirinya tak menyukai udang, itu bohong. Sheina menyadari bahwa Marcus melihatnya masih lapar dan merelakan makanannya, dan hati Sheina menjadi bimbang.     

Oliver rela tertembak demi dirinya, menemani, melindungi dan merawatnya berminggu-munggu saat dia berjuang bertaruh nyawa, tapi semua itu kalah dengan perlakuan sederhana yang diberikan Marcus, beberapa potong udang.     

"Sheina tetap fokus, kau sedang di culik." Gumam Sehina dalam hati. Dia cepat-cepat menghabiskan makan malamnya dan meninggalkan meja itu. Semakin lama berhadapan dengan Marcus dan ketampanannya yang penuh misteri dan sisi gelap membuatnya semakin bingung dengna perasaanya sendiri. Mengapa ketakutan yang beberapa jam lalu begitu kental kini berubah menjadi kekaguman, ini jelas gila dan Sheina butuh menjernihkan pikirannya.     

***     

Malam semakin larut, dan hanya ada satu kamar tidur, tempat Sheina sudah meringkuk meski matanya belum terpejam.     

"Ada dua pilihan Sheina…" Gumam gadis itu dalam hati. "Mati di tangan pria itu atau mati tenggelam, jika beruntung maka kau akan bisa berenang sampai ketepian." Sheina menemukan ide konyol, hingga membuatnya mengendap-endap keluar dari kamar dan memastikan bahwa titik lompatnya cukup jauh dari keberadaan Marcus.     

Pria itu tampak sedang berada di ruang kemudi kapal, entah apa yang dia lakukan. Sementara Sheina sedang sibuk menuruni tangga, karena menceburkan diri dari atas kapal akan menimbulkan kegaduhan yang akan segera di sadari oleh Marcus.     

Air laut malam hari cukup dingin hingga membuat sekujur tubuh Sheina merinding. Sheina sudah basah sebatas paha, ada perasaan takut dalam benaknya, mungkin saja banyak hewan laut buas di lautan yang akan mengunyah dagingnya selagi dia berusaha berenang ketepian, tapi naik lagi ke atas kapal juga bukan pilihan. Setelah menghela nafas dalam, Sheina mulai mengepakkan kakinya dan berenang menjauh dari kapal.     

Di atas kapal, tempat Marcus tengah berbaring santai terdapat monitor kamar. Marcus yang tidak sengaja melihat ke arah monitor tak sengaja mendapati kamar kosong.     

"Kemana gadis keras kepala itu?" Ujar Marcus kesal, dia bergegas keluar dari kamar dan berjalan melalui dek. Tidak ada Sheina di sana. Marcus segera memutari kapal dan melihat ke arah air, ada pergerakan di jarak sekitar sepuluh meter dari kapal.     

"Shit!" Marcus menghela nafas kesal. Dia segera melepas kemejanya karena yang terdengar bukan lagi suara orang yang hendak melarikan diri melainkan teriakan minta tolong.     

Marcus mencebur, dan dengan cepat dia berenang ke arah Sheina. Setelah mendapatkan gadis itu, Marcus menariknya ke arah kapal dan membawanya naik ke dek.     

Setelah membawanya naik ke dek, Marcus segera membopongnya ke tempat yang kering. Dengan cepat dia berlari kea rah kamar untuk menarik selimut. Setelah melucuti pakaian basah milik Sheina, dengan cepat Marcus menyelimuti tubuh mengigil Sheina dengan selimut dan mendekapnya erat.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.