THE RICHMAN

The Richman - Another Night



The Richman - Another Night

0Setelah bertemu Claire, Sheina kembali ke kantornya. Seorang klien baru sudah menunggunya dan begitu dia masuk kedalam ruangan sang klien juga masuk dengan masalah yang dibawanya.     

"Mrs. Robinson, please have a sit." Shiena menyambut baik wanita ini karena sebelumnya mereka sempat bekerjasama untuk kasus sengketa kepemilikan lahan dan kali ini Sheina tidak menyangka bahwa wanita berusia empat puluhan itu datang dengan kasus lain.     

"Hi Mss. Anthony." Wajahnya terlihat tak seramah biasanya.     

"Ada yang bisa kubantu?" Tanya Sheina lagi.     

Wanita itu tersenyum getir, "Suamiku memiliki wanita lain." Ujarnya sedih.     

"Aku tidak pernah berharap mendengar ini darimu, kau dan Patric sangat kompak, kalian terlihat saling mencintai." Sheina tercengang dengan kabar buruk yang dibawa Mrs. Robinson padanya.     

"Aku memang sangat mencintainya, tapi aku tidak pernah bertanya apakah dia mencintaiku juga." Jawab Mrs. Robinson.     

"Apa maksudmu?" Shiena menatap wanita itu.     

Mrs. Robinson menghela nafas berat, "Aku dan Patric menikah kurang lebih duapuluh tahun, dan aku merasa dia adalah cinta sejatiku, belahan jiwaku, dia segalanya. Kami memiliki tiga orang anak dan mereka tumbuh dengan baik, kami juga memiliki bisnis yang lancar." Ujarnya. "Dulu . . ." Wanita itu terlihat sedih setelah mengkoreksi kalimatnya.     

"Puteriku Yash masuk ke perusahaan yang dihandle ayahnya dan menemukan banyak sekali pengeluaran yang tak penting, dan dia curiga tentang itu." Imbuh Mrs. Robinson. "Sudah enam tahun terakhir, karena faktor kesehatanku aku mempercayakan perusahaan yang didirikan ayahku itu pada Patric, suamiku." Ujarnya.     

Dia menjeda kalimatnya dan menghela nafas dalam, "Tapi saat aku sibuk dengan kesehatanku agar aku tetap bisa bertahan hidup dan memberikannya kehidupan yang layak sebagai suami. Ternyata sejak enam tahun yang lalu dia sudah meninggalkanku." Ujarnya sedih, airmatanya berjatuhan.     

"Why?" Mrs. Robinson bertanya untuk dirinya sendiri di tengah tangisnya. "Mengapa dia melakukannya?"     

Sheina menarik beberapa lembar kertas tissue lalu menyerahkannya pada Mrs. Robinson, "Thank you." jawab wanita itu.     

"Hubungan seks diantara kami tidak lagi berjalan, dia selalu menolak." Ujar Mrs. Robinson, "Dengan alasan dia mencintaiku, dia ingin aku fokus pada penyembuhanku dan dia mengatakan bahwa dia bisa menunggu."     

Sheina menghela nafas dalam, begitu berat mendengar cerita wanita di hadapannya ini. Pernikahannya bahkan sudah puluhan tahun, dan tetap tidak ada jaminan bahwa pasangan masing-masing akan memegang komitment seperti yang mereka sepakati di awal.     

"Jadi yang kau inginkan sekarang?"     

"Menceraikannya." Tegas Mrs. Robinson.     

"Apa kau yakin?" Alis Sheina bertaut menatap wanita itu.     

Mrs. Robinson menggelengkan kepalanya, "Aku tak punya pilihan lain. Dia memakai harta keluarga untuk membiayai hidup wanita simpanannya." Ujarnya sedih.     

"Pernikahanmu sudah puluhan tahun, apa kau tidak ingin memberikan kesempatan kedua pada suamimu?"     

Mrs. Robinson tersenyum getir, "Pernikahan yang usianya sudah puluhan tahun, tapi dia masih bisa menipuku selama enam tahun, hampir sepertiga usia pernikahan kami, dia menipuku, menyimpan rahasia yang saat terbongkar sanggup menghancurkanku berkeping-keping." Mrs. Robinson menyeka kembali air matanya, "Aku tidak memiliki alasan untuk bertahan." Ujarnya. "Aku ingin menendangnya keluar dari rumah tanpa sepeserpun. Dan pastikan hak asuh anak jatuh padaku." Tegasnya.     

"Kita harus menemukan bukti-bukti jika begitu."     

"I'll send you the file."' Ujar Mrs. Robinson sembar meninggalkan ruangan Sheina. Gadis muda itu melemparkan tubuhnya ke sandaran belakang kursinya. Disaat dia sedang berjuang untuk meyakinkan dirinya menikahi Oliver, tunangannya, kasus seperti ini datang bertubi-tubi, tentang rahasia yang disimpan salah satu pasangan suami isteri atau bahkan keduanya. Dan selama ini mereka hidup dalam legalitas yang sesungguhnya hanya selembar kertas.     

***     

Sepulang kantor Sheina menyempatkan diri untuk mampir ke rumah ayahnya sekedar menyapa keluarga baru ayahnya dan memastikan mereka semua baik-baik saja. Selain itu Sheina juga berjuang keras untuk mengalihkan perhatiannya dari masalah yang baru saja didengarnya, baik dari Claire atau dari Mrs. Robinson, kliennya.     

Setelah tak menemukan apa yang dia cari, Sheina memilih untuk berpamitan dan memacu kendaraannya menuju apartment Oliver. Mungkin pria itu bisa memberikannya jawaban atau pencerahan dari gemuruh di dalam hatinya yang membutuhkan jawaban.     

"Sheina mengetuk pintu apartment Oliver dan pria itu membukanya.     

"Hi." Sapa Sheina.     

"Hi." Jawab Oliver, dia membuka pintu lebar-lebar dan Sheina masuk ke dalam apartment tunangannya itu.     

"Kau sudah makan?" Tanya Oliver dan Sheina menggeleng, "Aku justru datang karena sedang kelaparan." Godanya.     

"Duduk di situ dan tunggu sebentar, aku buatkan makanan untukmu." Ujar Oliver. Selain dia mahir dalam perkerjaannya, tampan secara fisik dia juga memiliki keterampilan memasak yang membuat wanita meleleh saat diperlakukan bag ratu. Duduk di belakang meja dan meliatnya memasak dengan keahliannya.     

"Apa yang kalian bicarakan?" Tanya Oliver sembari menoleh ke arah Sheina yang sedang menuang wine di gelas yang dia pegang.     

"Girls talk." Jawab Sheina sebelum kembali menyesap minuman dalam gelasnya.     

Oliver terkekeh, "Oh come on." Dia memotong sayuran lalu menumisnya dengan api besar dan itu membuat Sheina terkesima. "Kau tidak sedang berniat membakar apartmentmu kan?" Godanya.     

"Of course not." Geleng Oliver. Setelah tumisan sayuran, Oliver mengeluarkan udang yang sudah bersih dan dia tumis diatas minyak dan juga bawang putih sampai matang tapi masih terlihat juicy lalu bagian terakhirnya adalah menyiapkan sausnya.     

"Claire merasa bahwa George menyembunyikan sesuatu darinya." Ujar Sheina tanpa diminta, memang sulit bagi perempuan untuk menjaga rahasia karena naluri mereka adalah berbicara. Oleh karena itu mengama bayi perempuan meiliki kemampuan lingusitik lebih baik dibandingkan laki-laki, karena sejatinya bagi perempuan akan lebih mudah bicara dibandingkan mendengarkan.     

"Lalu apa hubungannya denganmu?" Oliver menyiapakan menunya dalam dua piring dan satu dihidangkan di depan Sheina.     

"Thank you." Gadis muda itu terpesona dengan penataan yang dibuat oleh Oliver, bag menu findining. Oliver tersenyum kemudian duduk di hadapan Sheina setelah melepas celemeknya.     

"Kau tahu, aku tidak pernah berpikir pria memasak itu cool, tapi setelah melihat kau melakukanya, kurasa aku menemukan alasan lain untuk semakin jatuh hati padamu." Sheina menatap Oliver dan pria itu menggelengkan kepalanya.     

"Sejak kapan kau pandai membual?" Ujarnya sembari terkekeh, "Back to the topic, apa hubungannya denganmu, mengapa Claire ingin menemuimu?"     

"Mungkin dia berpikir aku tahu sesuatu tentang masalalu George." Jawab Sheina sambil mulai bersantap. "Ini sangat lezat by the way." Pujinya.     

"Kau harus menghabiskannya kalau begitu."     

"Pasti." Angguk Sheina dan Oliver menikmati menatap gadis itu melahap makanannya, sekilas dia terkenang kejadian di rumahsakit saat Sheina bahkan memuntahkan kembali semua yang masuk kedalam perutnya hingga terakhir dia memuntahkan darah dan dokter menemukan masih ada pendarahan di dalam tubuhnya kala itu.     

"Mengapa menatapku seperti itu?" Tanya Sheina.     

"Nothing." Geleng Oliver. "Lanjutkan makananmu dan ceritakan tentang Claire nanti.     

"Bukankah kau ingin mendengarnya?" Sheina menyipitkan matanya ke arah Claire.     

"Aku lebih suka melihatmu makan dibandingkan mendengarkanmu bercerita." Jawab Oliver.     

Sheina menatap Oliver, "Aku mendengar tentang gadis di masalalu George, tapi aku tidak yakin dengan apa yang kudengar jadi aku memilih untuk bungkam. Apa aku salah?" Sheina meminta pertimbangan Oliver.     

"Tentu saja tidak, jika kau membuka suara dan mengatakan sesuatu yang kau sendiri tidak yakin, itu akan menjadi salah bagimu mengingat imbasnya bagi rumahtangga mereka mungkin akan cukup buruk." Jawab Oliver.     

Sheina menyuapkan makanan ke dalam mulutnya, dan sejurus kemudian dia menatap Oliver, "Mengapa kalian para pria begitu senang menyimpan rahasia?" Tanyanya.     

"Kembali ke kebiasaanmu, mengeneralisasi." Oliver menatap Sheina sekilas.     

"Jujurlah padaku Mr. Hawkins, kau pasti punya rahasia yang tidak kuketahui." Sheina menyipitkan matanya ke arah Oliver.     

"Lusinan mungkin." Jawab Oliver dan Sheina terlihat memutar matanya. "Aku serius." Protes Sehina.     

"Beberapa rahasia lebih baik tetap menjadi rahasia, karena jika itu terbuka hanya akan berakibat buruk. Mungkin kami para pria berpikir sesederhana itu." Terang Oliver.     

"Itu pembelaanmu?" Protes Sheina lagi.     

"It's the truth." Oliver mengerucutkan bibirnya sekilas.     

"Jadi itu kebenaran?"     

"Ya." Angguk Oliver.     

"Aku memberimu kesempatan untuk membuka satu rahasia paling besar dan aku menjamin tidak akan bereaksi apapun setelah kau menceritakannya, katakan hal yang paling buruk." Ujar Sheina.     

"Kau menjebakku?" Alis Oliver menyipit pada Sheina.     

"No, tentu saja tidak. Aku hanya ingin kau mengatakan kebenaran padaku, sesuatu yang selama ini kau simpan untuk dirimu sendiri dan tidak pernah kau katakan karena kau tidak ingin itu mempengaruhi hubungan kita." Sheina meraih tangan Oliver. "Aku ingin kau mengatakanya dan aku berjanji tidak akan bereaksi untuk apa yang akan kudengar."     

"Not to night." Oliver menggeleng.     

Sheina menghela nafas dalam, "Ok." Dia terlihat sedikit kecewa.     

"Apa peluru yang menembus tubuhku belum cukup meyakinkanmu?" Tanya Oliver.     

"Ini bukan soal siapa yang paling besar berkorban atau siapa yang rela mati demi siapa, ini soal komunikasi dan keterbukaan dan aku ingin kita menjalani hubungan yang sehat, hanya itu." Sheina menatap Oliver.     

"Aku mencintaimu dan hanya kau satu-satunya, I swear." Oliver berjanji dengan mengangkat dua jarinya.     

Sheina menatap Oliver, "Ini bukan soal seberapa besar cintaku, atau sebarapa besar cintamu padaku, ini soal keterbukaan."     

Oliver membalas tatapan Sheina dan rahangnya mengeras sekilas, "Aku belum siap." Ujar Oliver.     

Sheina menatap Oliver, dia melepaskan cincin di tangannya dan meletakkannya di atas meja, "Aku kembalikan cincin ini padamu. Kau bisa memintaku lagi saat kau sudah siap terbuka padaku." Sheina tersenyum sekilas.     

"Tunggu, kau ingin kita putus?" Tanya Oliver.     

"Just take a break, sampai masing-masing dari kita benar-benar siap untuk hubungan yang lebih serius." Jawab Sheina.     

Oliver menghela nafas dalam, "Kau bicara soal cinta dan perasaan dan aku memberikan semuanya untukmu." Protes Oliver.     

"Aku akan berakhir seperti Claire yang hidup dalam tandatanya karena dia tahu suaminya memiliki rahasia tapi dia tak akan pernah menemukan jawaban." Ujar Sheina. "Aku tidak ingin berakhir sepertinya." Sheina meraih tangan Oliver dan meremasnya. "Perasaanku padamu tidak pernah berubah, aku masih dan masih sangat mencintaimu, dan akan selalu seperti itu." Ujar Sheina.     

Oliver menghela nafas dalam, "Kau akan pulang malam ini?" Tanyanya mengalihkan perhatian.     

Sheina menatap Oliver beberapa saat dan pria itu terlihat pasrah, "Karena besok weekend dan kau tidak akan bangun sangat pagi, jadi kuputuskan menginap." Jawab Sheina.     

Seulas senyum singkat terlihat di wajah Oliver, tapi dengan dikembalikannya cincin pertunangan itu oleh Sheina, tentu ini bukan perkara remeh bagi Sheina si gadis keras kepala. Dia pasti akan mengorek semua fakta hingga tak akan ada yang tertinggal lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.