THE RICHMAN

The Richman - The Old man from the old story



The Richman - The Old man from the old story

0- 6 bulan -     

Pagi ini Claire dan George bertemu, tapi dalam keadaan yang kurang menyenangkan karena Adrianna mendadak pingsan dirumahnya dan dilarikan kerumahsakit. Dokter mengatakan bahwa potassium di dalam tubuhnya terlalu rendah dan dia memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Dan setelah dilakukan pengecekkan menyeluruh berita buruk menyusul kemudian, kedua ginjal Adrianna mengalami kerusakan sehingga tidak bisa lagi berfungsi dengan baik. Jalan satu-satunya adalah dilakukan cuci darah.     

Enam bulan belakangan ini di sering mengalami anemia dan cepat lelah tapi semenjak Aldric meninggal, Adrianna melewatkan beberapa sesi pemeriksaannya dan setahun terakhir dia merasa dirinya kembali menemukan kehidupannya dan bisa kembali ceria apalagi enam bulan terakhir dia disibukkan dengan berbagai kabar baik yang datang silih berganti. George sudah melamar Claire dan akan menikah di pertengahan tahun, dan Ben serta Ketty bahkan tengah dalam persiapan pernikahan mereka.     

Adrianna menjadi sangat sibuk dengan hari-hari mempersiapkan pernikahan keduanya, meski mereka menyewa jasa wedding organizer tapi tetap saja Adrianna ikut ambil bagian, bahkan dengan prosentase yang besar. Dan di usianya yang tak lagi muda dia tampaknya keleahan. Kebiasaan mengabaikan kecukupan air dalam tubuhnya membuat Adrianna mengalami gagal ginjal. Dokter juga merunut kejadian-kejadian sebelumnya, dimana dia sering mengkonsumsi antri depresan pasca meninggalknya Richard sang ayah juga disusul dengan Aldric suaminya. Rupanya semua itu terakumulasi dan menjadi pemicu menurunnya kondisi kesehatan Adrianna.     

"Tell the truth, dok." Ujar Adrianna dengan wajah pucat, dia bahkan masih terbaring di ranjang rumahsakit.     

"Kedua ginjal anda mengalami penurunan fungsi hingga lebih dari delapan puluh persen." Ujar sang dokter. Adrianna tampak sedih, tapi dia berusaha untuk tegar.     

"Apa aku bisa pulih dengan pengobatan?" Tanya George, dia memegangi tangan ibunya dan keduanya menatap sang dokter dengan tatapan nanar.     

Sang dokter menghela nafas, dan menggeleng. "Sayangnya tidak." Jawab Dokter itu kembali.     

"Jadi apa yang bisa dilakukan?" Tanya Claire yang juga ada di ruangan itu dan berdiri di dekat calon ibu mertuanya.     

"Kita akan mencari donor ginjal, tapi sampai donor itu ada Mrs. Bloom harus melakukan cuci darah setiap dua hari sekali." Ujar sang dokter.     

"Seburuk itu?" Mata Adrianna berkaca.     

"Aku akan mengajukan diriku untuk menjadi pendonor." Ujar Goerge.     

"NO!" Tolak Adrianna.     

"Mom . . ." George berusaha meyakinkan ibunya.     

Adrianna tersenyum meski matanya berkaca-kaca, "Aku wanita tua George, jika kau mendonorkan ginjalmu untuk mommy, mungkin dia hanya akan bertahan bersama mommy beberapa tahun." Ujar Adrianna. "Hidupmu masih panjang, kau masih harus menjalaninya dengan sehat. Aku tidak akan menerima donor dari puteraku." Ujar Adrianna.     

"Mom." George terlihat frustasi.     

"Kami akan mencarikan donor untuk anda, tapi paling tidak anda akan menunggu untuk satu atau dua tahun." Ujar sang dokter.     

"I can live with that, Dok. Thank you." Adrianna tersenyum dan dokter itu keluar dari ruangan setelah mengusap lengan Adrianna untuk memberi kekuatan pada pasiennya itu. Sementara George menatap ibunya dengan berkaca-kaca.     

"George, setelah seseorang mendonorkan satu ginjalnya, dia tidak akan bisa beraktifitas seperti layaknya orang yang memiliki dua ginjal, kau harus tahu itu." Ujar Adrianna sembari menyentuh wajah puteranya. "I love you so much, dan aku tidak ingin melihat puteraku hidup dalam rasa sakit sepanjang sisa hidupnya karenaku, aku tidak akan bisa hidup tenang."     

"Mom, tapi dua taun itu lama." Protes George.     

Adrianna tersenyum, "Aku bisa tetap hidup dengan cuci darah selama dua tahun karena aku ingin melihat pernikahan kalian, aku ingin melihat cucu-cucuku lahir." Senyumnya sembari meraih tangan Claire dan memegang kedua tangan putera dan calon menantunya itu.     

"Thank you sudah berada di sini bersamaku." Ujarnya.     

Tak berapa lama Ketty dan Ben datang begitu mereka menerima kabar. Dan saat mereka sampai sudah tak banyak yang bisa dikatakan, Adrianna jatuh tertidur karena pasca cuci darah kondisinya cukup lemah dan dia merasakan tubuhnya lemas.     

Ben, George, Ketty dan Claire berunding di luar ruangan. Mereka bahkan berpikir untuk membeli ginjal dari brooker organ demi menyelamatkan Adrianna tapi belum menemukan kesepakatan di antara mereka.     

***     

Menjelang sore tiba-tiba seorang pria tua berkulit hitam mendatangi kamar Adrianna, dimana Geroge dan Ben duduk di sana. Sementara Ketty pulang untuk mengurus anak-anaknya dan Claire juga pulang untuk mengambil pakaian bersih untuk George.     

"Hi." Pria tua itu masuk ke dalam ruangan tempat Adrianna di rawat.     

"Hi." Ben mendekatinya, dia tampak asing dan tak pernah bertemu sebelumnya.     

"Apa pasien yang dirawat di sini adalah Adrianna Anthony?" Tanya sang pria.     

"Ya." Angguk Ben. "Anda mengenalnya?" Tanya Ben sekali lagi.     

Pria tua yang usianya mungkin sudah delapan puluh tahun itu tersenyum. "Aku mengenal ibunya." Ujarnya.     

"Mom?" Alis Ben bertaut.     

"Christabell Anthony, dan Richard Anthony." Pria tua berkulit hitam itu tersenyum. Dia berjalan masuk lalu mendekat ke arah ranjang tempat tidur dimana Adrianna berbaring dalam tidurnya.     

"Dia masih sangat kecil saat aku bertemu ibunya." Ujar pria tua itu.     

Ben masih tak mengerti arah pembciaraan sang pria, "Dia dilahirka di Poerto Rico dalam pelarian ibunya dari seorang wanita yang menculiknya." Terang sang pria.     

"Aku tak pernah mendengar cerita itu." Ujar Ben.     

"Kau putera kedua Richard Anthony?" Pria tua itu bertanya dengan suara berat yang serak.     

"Ya. Aku Ben Anthony."     

"Kau tampan seperti ayahmu." Puji sang pria tua.     

"Aku benar-benar tak mengenal anda." Ben menatap sang pria.     

"Namaku Pablo, Aku bertemu dengan ibumu di Poerto Rico." Ujarnya. "Saat itu aku membantunya melahirkan puteri kecil yang manis bagaikan malaikat, aku bahkan memberinya nama Adrianna." Ujar Pablo, si pria tua dari masalalu Christabell.     

"Bagaimana anda bisa datang kemari?" Tanya Ben.     

Pablo menghela nafas dalam, "Aku mencintai ibumu sejak pertama kali aku melihat wanita hamil yang ketakutan itu." Ujarnya. "Sudah sangat lama sekali, lima puluh tahun lebih aku hidup dalam bayang-bayang masalalu, sampai akhirnya aku memutuskan untuk datang ke New York dua puluh tahun lalu." Terangnya.     

Ben terkesima mendengar cerita pria tua itu, tapi dia juga tak mungkin percaya begitu saja, dia tak pernah mendengar Christabell bicara soal Poerto Rico dan penculikan. Keluarga mereka selalu terlihat bahagia dan jauh dari masalah setelah kelahiran Ben.     

Pablo mengeluarkan sebuah foto dari dalam dompetnya, foto lama yang diambil saat Christabell dan Adrianna masih tinggal di rumahnya.     

"Ini ibumu, dan bayi mungil ini adalah kakakmu." Ujarnya. Setelah melihat foto itu, barulah Ben percaya. "Selama di New York aku tak pernah bertemu ibumu, aku tak pernah berusaha menemuinya." Ujarnya.     

"Seorang temanku bekerja untuk ayahmu di yayasan, dia memberikan kabar padaku tentang semua yang terjadi di keluarga Christabell bahkan sampai dia meninggal dunia. Aku datang ke pusara ibumu beberapa kali, dan sempat bertemu dengan kakakmu Adrianna, meski dia tak mengenaliku sebagai siapa diriku di masalalunya." Terang pak tua Pablo dengan mata berkaca.     

"Dia mengenalku sebagai penjual barang bekas." Ujar Pablo. "Saat itu kamu berkenalan dan beberapa kali dia datang ke kedai kecilku." Pablo terus bercerita.     

"Tapi sudah beberapa tahun terakhir dia tidak pernah datang lagi, kudengar suaminya meninggal dunia." Terangnya.     

"Ya, ayahku meninggal lima tahun lalu." Ujar Ben.     

"Ayahmu meninggal di usia yang cukup muda, bahkan belum genap lima puluh tahun." Pablo terlihat sedih.     

"Hari ini aku datang karena mendengar kabar tentangnya yang sakit dan dirawat di rumahsakit ini."     

Ben tersenyum, "Thank you, meskipun aku tak mengenal anda secara langsung, tapi mewakili kakaku dan ibuku, aku berterimakasih untuk kepedulianmu."     

Pablo tua membalas senyum Ben, "Apa yang dideritanya?"     

"Gagal ginjal." Jawab Ben.     

"Oh. Gadis kecilku yang malang." Gumam Pablo dalam hati.     

"Jika dia bangun katakan aku datang untuk mengunjunginya." Ujarnya. Pria tua itu meraih tangan Adrianna dan dengan gemetaran dia mengusapnya. Setelah itu dia kembali menatap Ben dan berujar demikian.     

"Pasti." Ben tersenyum, dan pria tua itu melangkah keluar dari ruangannya. Selang satu jam kemudian perawat datang dan mengatakan bahwa Adrianna baru saja mendapatkan donor ginjal untuknya. Si pria tua Pablo mendonorkan ginjalnya untuk Adrianna dan ternyata keduanya mengalami kecocokan.     

Cinta Pablo pada Christabell juga bayi Adrianna tak pernah lekang oleh waktu, meskipun sudah puluhan tahun. Meskipun Christabell dan keluarganya tak pernah lagi memperhitungkan Pablo dalam kehidupan mereka, tapi bagi pria tua Pablo, Christabell tetaplah wanita yang paling dia cintai, begitu juga bayi Adrianna. Mendonorkan satu ginjalnya untuk Adrianna menjadi penebusan dosa bagi Pablo yang kala itu sempat berniat untuk menculik Adrianna dan ibunya, dan menjauhkkan Adrianna dari ayahnya. Ben berlari keluar dari ruangan Adrianna untuk menemukan pak tua Ben, dan pria itu sudah pergi setelah melakukan serangkaian test.     

***     

Dokter masuk ke ruangan pagi hari saat Adrianna tengah diperiksa untuk memastikan kondisinya stabil dan siap untuk dilakukan transplantasi esok hari.     

"Bagaimana keadaanya Dok?" Tanya George.     

"Stabil." Jawab sang dokter. "Dua hari lagi kita akan melakukan transplantasi ginjal." Ujar Dokter.     

"Secepat itu aku mendapatkan donor?" Tanya Adrianna dengan mata berkaca-kaca. "Bagaimana bisa?"     

Ben menghela nafas kemudian tersenyum, "Ya. Ini keajaiban." Dia meraih tangan kakaknya itu dan memegangnya erat, Adrianna menatap semua orang yang ada di ruangan itu secara bergantian, dia bahkan begitu sulit mengungkapkan kebahagiaanya saat ini. Semalam dia sempat berpikir bahwa mungkin sudah saatnya hidupnya berakhir, dua tahun hidup dengan rutinitas cuci darah hanya akan merepotkan seluruh keluarganya.     

George dan Claire baru akan memulai kebahagiaannya begitu juga dengan Ketty dan Ben. Adrianna tak ingin menjadi batu pengganjal bagi kebahagiaan siapapun. Adrianna bahkan sudah mempersiapkan rencana-rencana terburuk seperti dengan sengaja mengakhiri hidupnya agar tak menjadi beban untuk siapapun. Tapi keajaiban justru terjadi disaat-saat terakhir dirinya berserah dan pasrah pada keadaan yang ada.     

"Siapa yang menjadi pendonor untukku?" Tanya Adrianna. "Geroge?" Alis Adrianna berkerut menatap sang putera, dan George tersenyum, dia meraih tangan ibunya dan mengecupnya ringan "Bukan aku, mom." Geleng George.     

"Siapa?" Alis Adrianna.     

"Pablo, old friend of our mom." Jelas Ben.     

"Who is Pablo?" Tanya Adrianna " Dan bagaimana dia tahu siapa aku dan bagaimana keadaanku? Namanya saja bahkan asing di telingaku." Ujar Adrianna.     

"Long story." Ben meraih tangan kakaknya itu. "Kalian bisa saling bicara setelah kalian berdua recovery." Ujar Ben.     

"Aku benar-benar harus bicara padanya dan berterimakasih." Adrianna berkaca. "Mom . . ." Bisiknya sembari menengadah ke atas, matanya berlinangan air mata. "Meskipun kau tak ada lagi, tapi kau terus menolongku dengan orang-orang yang mengenalmu dengan baik." Ujarnya.     

Ben berkaca, "Ya, mommy memang ibu terbaik." Ujarnya. Meski anak-anak sudah tua, tapi kasih sayang seorang ibu tak pernah berakhir. Terkadang kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh orang tua semasa hidup tak melulu akan dipetik oleh mereka sendiri buahnya, mungkin anak-anak mereka yang akan menikmati buah dari kebaikan-kebaikan yang ditabur oleh orang tua mereka.     

***     

Transplantasi dilakukan dan dalam prosesnya pak tua Pablo mengalami henti jantung yang mengakibatkan dia tak pernah keluar dari ruang operasi dengan selamat. Dalam suratnya dia bahkan mengatakan jika dalam proses pengangkatan ginjalnya dia kehilangan nyawa, dia meminta agar dua ginjalnya disumbangkan untuk Adrianna. Dan itulah yang terjadi, cinta Pablo pada si bayi kecil Adrianna yang puluhan tahun lalu lahir dihadapannya itu benar-benar dia wujudkan dengna memberikan nyawanya untuk Adrianna.     

Seminggu setelah operasi, Adrianna diperbolehkan untuk keluar dari rumahsakit. Dan hal pertama yang dia lakukan adalah menangis di pusara pria tua yang menyelamatkan hidupnya dan bahkan kehilangan nyawanya sendiri. Pria tua itu menitipkan dompet berisi foto dirinya dan ibunya saat dia di Poerto Rico.     

"Thank you." Kalimat itu yang bisa keluar dari bibir Adrianna selain tangisnya yang mengharu biru saat tangannya menyentuh pusara tempat pria tua itu dikebumikan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.