THE RICHMAN

The Richman - Another Young Woman



The Richman - Another Young Woman

0Adrianna masuk ke kamar Ketty saat puterinya itu baru saja selesai menidurkan anak-anaknya dan masih sibuk dengan pekerjaannya di dalam kamar.     
0

"Hai, bagaimana harimu?" Tanya Adrianna.     

"Sibuk." Jawab Ketty dengan senyuman.     

Adrianna menghampirinya dan duduk di sofa di dalam kamar Ketty. "Kau mengerjakan proyek rumah Ben?"     

"Ya, dia memintaku mengurus semua interiornya."     

"Ben tahu kau orang yang tepat." Adrianna tersenyum sekilas.     

Mendadak Ketty meletakkan laptopnya kemudian menoleh ke arah sang ibu angkat. "Mom, aku ingin bertanya padamu." Ketty menatap sang ibu dan memastikan ekspresi ibunya itu.     

"Katakan." Adrianna menatap puterinya itu. Wanita yang disayanginya setulus dia menyayangi George putera kandungnya.     

"Apa alasan mommy menyelamatkanku karena aku mirip dengan mendiang adik ipar mommy, Leah?" Ketty menatap sang ibu dan Adrianna tertegun sekilas. Dia bahkan tak pernah memikirkannya setelah bertahun-tahun, tapi pertanyaan itu menyadarkan Adrianna tentang alasan pertamanya mengapa dia menaruh perhatian lebih pada gadis muda yang malang itu.     

"Ya." Angguk Adrianna dengan mata berkaca. "Aku sangat dekat dengan Leah, dan saat-saat terkahir hidupnya aku tidak bisa melakukan apapun untuk menolongnya." Ujar Adrianna berat. "Saat aku melihatmu untuk pertama kalinya, aku yang selama bertahun-tahun menyalahakan diriku atas kematiannya, akhirnya bisa mendapatkan kelegaan. Aku merasa aku harus menolongmu, dan saat aku bisa melakukannya, aku merasa bebanku berkurang." Adrianna menatap Catherine.     

"Maafkan aku." Sesalnya.     

"Tidak mom, aku harus berterimakasih padamu. Apapun alasanmu, alasan itu membuatmu menjadi malaikat menolongku. Thank you." Ketty tersenyum kemudian memeluk ibu angkatnya itu.     

"I love you my doughter." Bisik Adrianna. "Lanjutkan pekerjaanmu, aku akan menonton televisi." Kalimat Adrianna mencegahnya terbawa perasaan lebih jauh. Dia tidak ingin menjadi melan kolis lagi, banyak hal buruk yang sudah dilewati dan semuanya menguras air mata. Di sisa masa tuanya dia hanya ingin menghabiskannya dengan banyak kebahagiaan, tidak lagi air mata.     

"Jaga kesehatanmu, jangan tidur terlalu malam." Adrianna berbalik sebelum meninggalkan kamar Ketty.     

"Mommy juga." jawab Ketty,     

"Ya, aku akan tidur begitu mengantuk." Jawabnya kemduian keluar dari kamar Ketty dan duduk di ruang tengah. Dia meraih remote televisi dan menyalakannya tepat saat ada siaran breaking news.     

"Mom, kau mau teh?" Tanya George dari arah dapur yang tak jauh dari ruang tengah.     

"Boleh." Jawabnya.     

Tak berapa lama George yang malam itu berniat menginap berjalan ke arah sang ibu dengan secangkir teh dengan madu untuk ibunya dan kopi untuknya.     

"Really?" Adrianna melonjak girang mendadak saat breaking news itu menyiarkan tentang keberhasilan advokad muda. "George, lihat itu Sheina bukan?" Tanyanya dan George segera mengalihkan perhatiannya dari ponsel ke arah televisi.     

"Seorang pengacara muda, Sheina Anthony memenangkan perkara tuntutan janda miskin, Samantha Orlof atas malpraktek yang dialami oleh puterinya." itulah judul headline berita barusan. Bahkan dilayar televisi terlihat jelas wajah Sheina tersenyum dengan penuh kebahagiaan berdiri di samping client pertamanya.     

"Ini kasus pertamaku. Berbulan-bulan aku mengumpulkan fakta dan data untuk memenangkannya. Ini untuk Mrs. Orlof dan puterinya, juga untuk kemanusiaan." Pidato singkat Sheina itu mempesona semua orang termasuk ramainya hashtag "PengacaraCantik" yang viral di dunia maya.     

"Wow . . ." George tersenyum menatap ibunya. "Dia menemukan panggungnya mom." George menatap ibunya dan Adrianna berkaca-kaca, bahkan air matanya berjatuhan. Gadis malang itu akhirnya menjadi seseorang, dan tidak ada seorangpun yang mempertanyakan dari mana dia berasal dan bagaimana dia melewati masa kecilnya. Dia benar-benar menemukan kehidupannya sekarang ini.     

"Tapi uncle Ben mengatakan bahwa dia akan menyusul ke New York."     

"Ini pasti kejutan Sheina untuk ayahnya." Adrianna tersenyum menatap layar televisi.     

George juga menatap object yang sama dengan ibunya, "Dia tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik." Puji George.     

"Dan cerdas." Imbuh Adrianna.     

"Dia pasti sangat cerdas." George mengangguk.     

Adrianna menoleh ke arah puteranya itu, "Dia bukan saudara kandungmu George, kau bisa berkencan dengannya jika kau mau." Sang ibu memberi puteranya itu alternatif. "Lagi pula bukankah dulu kalian begitu dekat."     

"Mom . . ." George menggeleng. "Tidak semudah itu memulai sebuah hubungan."     

"Setidaknya kau mencoba, daripada selalu membantahku." Adrianna menghela nafas dalam sebelum menyesap teh dan madu dari cangkir di tangannya.     

"Aku mungkin bukan tipe pria yang disukainya." George sudah menyerah sebelum berperang.     

Adrianna meletakkan cangkir di tangannya ke atas meja. "George, mengapa kau begitu rendah diri. Kau tampan, bahkan kau lebih tampan dari ayahmu karena kau mewarisi ketampanan kakekmu, dan kau juga pria muda yang mapan, apa yang kurang darimu."     

George tersenyum. "Aku mungkin akan mendekati Claire." Jawab George singkat sebelum akhirnya meninggalkan sang ibu di ruang tengah dan masuk kedalam kamarnya. Adrianna menatap George dan membeku, tapi di ujung tatapannya seulas senyum mengembang di wajahnya, tampaknya puteranya lebih menaruh hati pada Claire Parkert, dan itu berita yang bagus.     

***     

"Hei kau belum pulang?" Tanya sang bos, Oliver pada Sheina yang masih melihat berkas-berkas di atas mejanya. Mendengar suara bosnya itu, Sheina terhenyak.     

"Boss." Dia segera meletakkan berkasnya.     

"Good job today, Kau berhasil dengan cemerlang untuk kasus pertamamu." Oliver Hawkins, sang pemilik Oliver and Partner, biro hukum terkenal di Brooklyn itu untuk pertama kalinya datang dan menghampiri pengacara muda sekelas Sheina yang jam terbangnya masih sangat kecil.     

Oliver adalah pengacara muda tapi kalibernya sudah bisa dianggap tak terkalahkan. Hampir semua kasus yang ditanganinya berhasil dia menangkan. Dia adalah pengacara dengan bayaran paling mahal di New York. Meski begitu dia masih betah melajang, apalagi alasannya selain ingin fokus pada perkerjaannya. Lagipula pekerjaan sebagai pengacara membuatnya sering mendapatkan ancaman, hal itu membuat Oliver mempertimbangkan ulang untuk terlibat secara emosional dengan orang lain yang akan membahayakan nyawa mereka.     

Tapi ini pengecualian tampaknya. Awalnya Oliver tidak tertarik sama sekali dengan gagdis ini, tapi rekanannya di German merekomendasikan Sheina untuk bekerja di Law Firm miliknya karena selama enam bulan, Sheina sudah magang di kantor rekanan Oliver dengan prestasi yang bisa dibilang cukup baik. Sheina bahkan mendapatkan high recomendation dari sang pemilik Law Firm di German.     

Kasus Mrs. Orlof sebenarnya adalah kasus yang berat, dan Oliver sengaja memberikan kasus itu pada Sheina. Oliver berharap itu bisa menjadi alasan untuk menolak gadis itu setelah dia kalah dalam kasusnya. Sejak awal Sheina jungkir balik sendiri menangani kasus ini, Oliver bahkan menolak mementori dirinya. Berkali-kali Oliver menjatuhkan mental Sheina tapi dibawah bimbingan Mr. Marshall, pengacara senior yang bekerja untuk Oliver, akhrinya Sheina berhasil memenangkan kasus pertamanya.     

Dan sebuah kesempatan langka saat Oliver Hawkins melangkahkan kaki ke dalam ruangan kecil milik Sheina itu untuk memberinya selamat. Pria yang selama ini mati-matian mengintimidasi, menjatuhkan, dan bahkan paling meremehkannya selama dua bulan gadis itu bekerja di Law Firm miliknya kini memberinya selamat.     

"Aku tidak akan bisa memenangkan kasus ini jika anda tidak merendahkanku dengan pandangan anda selama ini." Sheina menatap bosnya itu dengan berani dan Oliver tersenyum.     

"Let's say aku salah menilaimu." Oliver mengakui bahwa dia mungkin telah atau akan menjilat ludahnya sendiri. "Welcome to the team." Oliver mengulurkan tangannya untuk berjabatan, tapi Sheina masih mempertimangkan. Sejurus kemudian gadis itu menjabat tangan bosnya.     

"Ok, I owe you an apology. My apologize for being rude on you."     

Sheina menghlea nafas dalam. "Ok."     

"Aku ingin mengajakmu merayakannya." Ujar Oliver.     

"Em, maaf tapi aku harus bertemu dengan ayahku. Aku belum memberitahunya jika aku sudah di New York dua bulan terakhir." Terang Sheina dan itu membuat Oliver sedikit bingung.     

"Long story." Sheina mengatakan alasannya singkat.     

"Ok, lain kali kita akan merayakaannya. Sampaikan salamku untuk ayahmu. Dia membesarkan puteri yang hebat." Puji Oliver, sebelum meninggalkan ruangan Sheina. Dan begitu bosnya keluar dari ruangan kerjanya, Sheina berjingkrak girang karena pada akhirnya pria angkuh itu mendatanginya untuk meminta maaf.     

Sejak pertama kali menginjakkan kakinya di kantor Oliver and Partner, Law Firm yang dimiliki pria itu sebagai pengacara utama dan termahal di kota New York, Oliver Hawkins tidak pernah bersikap ramah padanya sama sekali.     

Tak hanya terkesan meremehkan, tak jarang Oliver bahkan melontarkan kata-kata yang menjatuhkan mental Sheina di hadapan rekan-rekan pengacara lainnya dalam meeting besar.     

Sheina bergegas mengemasi barangnya dan dengan taksi menuju rumah ayahnya. Siang ini dia sudah mengirim pesan singkat pada sang ayah dan mengatakan semuanya, begitu berita tentang dirinya mulai menjadi bahan pembicaraan dimanapun. Dan kini saatnya Sheina datang menemui ayahnya langsung.     

***     

Ben tengah memasak di dapurnya dan tiba-tiba sang puteri datang dan memberikannya bunga.     

"Hi dad." Sapanya.     

"Oh, my princess." Ben memeluknya singkat. "Kau tahu, kau hampir membuat daddy terkena serangan jantung." Ucap Ben, "Aku bangga padamu nak." Ben mengusap punggung puterinya itu.     

"Thanks." Sheina berkaca-kaca, tapi segera menyembunyikannya.     

"Jadi liburan keliling dunia selama dua bulan yang kau minta adalah ini?" Tanya Ben.     

"Maaf, aku hanya ingin membuat kejutan." Sesal Sheina. Dua bulan terkahir dia meminta ijin pada sang ayah untuk melakukan liburan setelah hari-hari panjang dihabiskan untuk kuliah. Sheina meminta ijin untuk liburan ke Asia selama dua bulan dan Ben memberinya ijin. Tapi ternyata dia sudah terbang ke New York dan mulai mengerjakan kasus pertamanya. Ben bahkan tak tahu jika puterinya itu sudah mendapatkan pekerjaan di New York bahkan sebelum sang ayah memutuskan untuk pindah ke New York.     

"Dan kau berhasil mengejutkanku, mari kita rayakan kemenanganmu malam ini." Ben menarik kursi dan memberikan akses untuk puterinya itu duduk.     

"Dad, apakah daddy keberatan jika aku mengundang orang lain?" Tanya Sheina.     

"Siapa?" Alis Ben berkerut.     

Sheina menghela nafas dalam, "Mrs. Orlof." Ujarnya singkat. "Klien pertamaku."     

Ben menghela nafas dalam, tapi dia memilih untuk mengiyakan tanpa berargumen. Bagaimanapun klien pertama bagi puterinya ini pasti sangat berharga mengingat kasus ini begitu penting baginya dalam mengawali karirnya.     

"Ok." Angguk Ben.     

"Dia akan datang beberapa menit lagi." Jawab Sheina.     

"Kau tidak sedang mencoba menjodohkan Daddy lagi bukan?" Tebak Ben dan Sheina menggeleng.     

"Dia sepuluh tahun lebih tua darimud dad, dan aku tahu daddy tidak menyukai wanita yang lebih tua." Sheina menatap ayahnya dan mereka berdua mulai terkekeh bersama.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.