THE RICHMAN

The Richman - 3 Month Later



The Richman - 3 Month Later

0Hari ini adalah peringatan ulang tahun pernikahan Richard dan Christabell yang ke tiga puluh tahun. Mereka mengundang anak-anaknya untuk datang di acara yang diadakan oleh Rich dan Christabell. Semua anggota keluarga excited, mereka datang membawakan kado yang spesial untuk kedua orang tuanya itu. Baik Adrianna dan Aldric, maupun Ben dan Leah, semuanya tampak sibuk memilih kado terbaik untuk kedua orang tua mereka itu.     

Adrianna tengah sibuk mengemas kado yang akan di bawa ke rumah orang tuanya saat Aldric tiba-tiba masuk ke kamar dan menghampiri isterinya yang duduk di kursi rias itu.     

"Hei . . ." Adrianna mengusap wajah suaminya sekilas sementara Aldric merunduk untukmengecup bagian leher jenjang Adrianna yang terekspose karena dia membuat cepol di rambutnya.     

"Kita akan berangkat sepuluh menit lagi." Bisik Adrianna dan Aldric tampak tak peduli, dia mengusap lengan isterinya itu dengan telunjuknya dan menghirup aroma Adrianna dalam-dalam dari sudut lehernya.     

Adrianna menoleh dan Aldric langsung menyambar bibir isterinya itu dengan bibirnya hingga Adrianna tak bisa menolak. Aldric melepaskan ciumannya dan menarik diri, dia tersneyum lebar, "Sorry aku merusak lipstickmu." Godanya sebelum berjalan ke arah meja untuk mengambil kunci mobil.     

"Kau sengaja melakukannya?" Alis Adrianna bertaut menatap suaminya dan Aldric mengangkat alisnya sembari tersenyum lebar.     

"Warna itu membuatmu begitu sexy." Puji Aldric dan Adrianna meutar matanya sebelum akhirnya memutuskan untuk memoleskan lipistick lagi di bibirnya. Setelah memastikan bahwa penampilannya sudah sempurna, Adrianna bergegas keluar dari kamar dan menyusul suaminya yang sudah menunggu di lantai satu.     

Tapi Aldric justru tampak memainkan pianonya, sesuatu yang selama menjadi isterinya tak pernah diketahui oleh Adrianna. Mata Adrianna berbinar mendengar alunan lembut dari bunyi tuts piano yang mainkan oleh jemari suaminya itu. Adrianna menghampirinya dan duduk di sisi Aldric, pria itu menoleh sekilas pada isterinya dan tersenyum.     

"Aku sudah lama sekali tidak bermain." Ujar Aldric.     

"Aku bahkan tidak pernah tahu jika kau bisa bermain piano." Adrianna bergidik.     

Aldric mengerucutkan bibirnya, "Aku melihat Ben bermain piano meski aku juga tidak menyangkan jika dia bermain, dan saat kulihat Leah begitu kagum padanya, aku mencoba untuk melakukannya, mungkin isteriku akan menatapku dengan cara yang sama." Seloroh Aldric.     

"Dan aku menatapmu dengan . . .?" Adrianna menuntut jawaban.     

"Dengan tatapan yang lebih dramatis." Adric meraih wajah isterinya dan menciumnya lagi, kali ini dengan sangat lembut, tapi hanya sekilas. "Aku tak ingin merusak lipstickmu dua kali." Senyumnya dan Adrianna membalas senyum itu.     

"Mommy dan Daddy bukan pasangan yang tak pernah bertengkar, dan lihatlah sekarang ini mereka bisa tetap bersama dan memperingati tiga puluh tahun kebersamaan mereka." Adrianna menatap suaminya itu.     

"Kita juga akan memperingati pernikahan kita tiga puluh tahun, empat puluh tahun, bahkan mungkin sampai lima puluh tahun." Jawab Aldric dengan tatapan dalam pada isterinya itu.     

"Aku juga berharap begitu." Adrianna dan Aldric berpelukan hangat, Adrianna tampak menemukan kenyamanan dalam pelukan suaminya itu.     

***     

Sementara di apartment Ben, Leah tengah berada di walking closet dan belum keluar lebih dari setengah jam.     

"Sayang kau berganti pakaian atau apa? Mengapa lama sekali?" Protes Ben, dia tampak berjalan ke arah walking closet untuk mencari isterinya. Dan dia melihat Leah berdiri di depan cermin dengan beberapa baju bertebaran di lantai.     

"Aku mencoba semuanya dan tidak ada yang pas bagiku." Ujar Leah.     

"Apanya yang tidak pas?" Tanya Ben sembari mengamati penampilan isterinya itu. "Ini sempurna, warna yang cantik, plum, potongan yang sederhana tapi terlihat begitu elegan di tubuhmu, apanya yang tidak cocok?" Ben meraih pinggang isterinya itu dengan kedua tangannya.     

"Aku bahkan bisa melihat bokong indahmu semakin indah dengan gaun ini."     

"Oh benarkah?" Leah mencibirkan bibirnya.     

"Gaun ini sempurna, ayo kita pergi."     

Leah tampak masih tak ingin beranjak dari depan cermin. "Aku tidak ingin terlalu mencolok di hadapan keluargamu."     

"Mereka keluargamu juga." Ben berbalik kemudian menatap isterinya itu, dia memegangi wajah isterinya dengan kedua tangannya. "Mereka keluargaku, tapi mereka juga keluargamu." Ben mencoba membesarkan hati isterinya itu. Setelah tiga bulan pernikahan mereka Leah bakan belum terbiasa dengan status barunya. Setiap pagi dia berangkat dari apartment suaminya untuk bekerja merwat ibunya. Meski kali ini dia tidak lagi bekerja sebagai perawat melainkan sebagai bentuk bakti dirinya pada ibu mertuanya, Leah dengan sangat tulus merawat Christabell.     

Meski penyakit lupa yang menggerogoti Christabell tampak tak mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik, tapi kondisi fisiknya stabil cenderung terlihat lebih sehat, itu yang membuat keluarga itu bahagia.     

"Ini gaun terbaik yang sangat pas di tubuhmu, tidak berlebihan sama sekali." Ben berkata sekali lagi dan pada akhirnya Leah percaya pada kalimat yang dilontarkan suaminya itu dan memilih untuk berangkat ketimbang mempermasalahkan soal pakaian.     

***     

Setelah sama-sama menempuh perjalanan dari apartment masing-masing baik Leah maupun Ben dan Adrianna juga Aldric tiba di kediaman Richard hanya berselang sepuluh menit. Mereka tampak duduk mengitari meja makan dengan berbagai menu enak dan juga kue ulang tahun pernikahan dengan lilin angka tigapuluh.     

Setelah meniup lilin, berdoa dan juga memotong kue, ini saatnya semua memberikan kado pernikahan untuk Richard dan Christabell. Ben dan Leah membawa kado mereka masing-masing beberapa bungkus untuk Richard dan Christabell. Begitu juga dengan Adrianna dan Aldric, tentu saja semua kado itu adalah pilihan Adrianna untuk diberikan pada kedua orang tuanya.     

"Aku sudah lelah." Christabell tersenyum paslu, dia bahkan tak mengerti perayaan apa ini dan mengapa semua orang membawa kado. Dia bahkan tak ingat siapa dirinya, bagaimana dia mengingat ulang tahun pernikahannya dengan Richard.     

"Em . . . Bisakah tunggu sebentar. Aku masih punya kado terkahir." Adrianna membuat mata semua orang tertuju padanya. Acara memberikan kado bahkan sudah berakhir beberapa menit lalu.     

"Sayang . . ." Aldric menoleh pada isterinya itu.     

Adrianna tersenyum lalu mengambil tasnya dan mengeluarkan sebuah kotak panjang, kurang lebih lima belas senti meter dengan warna merah maroon dan pita. Semua orang sudah pasti menebak bahwa itu adalah perhiasan, jam tangan atau kalung atau sepasang cincin, dilihat dari kotaknya itu tampak seperti kotak perhiasan.     

"Mom . . ." Adrianna menyodorkan kotak itu pada Christabell dan tatapan semua orang mengikuti kotak merah maroon itu.     

"Biar kubantu buka." Richard mengambil alih karena tangan Christabell terlalu gemetaran untuk membuka bungkusan dari puterinya itu.     

Richard membukanya dan Christabell tersenyum menatap kado itu. Richard menatap ke arah Adrianna dan mata wanita muda itu berkaca sambil mengangguk, membuat Richard tersenyum lebar.     

"Congratulation dear." Richard memeluk puterinya itu karena posisi duduk mereka cukup dekat. Adrianna duduk kembali dan meraih tangna ibunya lalu mencium tangan keriput itu. Adrianna bangkit dari kursinya dan memeluk ibunya itu. Meski Christabell tak mengingat banyak hal tapi entah mengapa soal kehamilan Adrianna itu selalu menjadi berita baik baginya.     

Aldric berkaca menatap isterinya setelah Adrianna berjalan ke arahnya, mereka bahkan berciuman dan berpelukan cukup lama. Aldric dan Adrianna begitu terharu saat kejutan yang disimpan Adrianna sejak seminggu terakhir akhirnya bisa benar-benar menjadi kejutan bagi semuanya.     

"Selamat . . ." Ben memeluk kakaknya singkat begitu juga dengan Leah yang juga memberikan selamat dan pelukan hangat. Ini benar-benar menjadi acara yang begitu mengharukan sekaliguse membahagiakan, meski tak lama setelah itu Christabell meminta ijin untuk kembali ke kamar untuk berisirahat.     

"Terimakasih anak-anakku." Richard berkaca saat mengatakannya. Christabell memilih masuk ke kamar diantar oleh Aby sang perawat barunya setelah Leah menikah dengan Ben. Christabell mengatakan bahwa dia sudah lelah dan ingin beristirahat. Mereka masih sempat berbincang untuk beberapa waktu sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang ke apartment masing-masing.     

***     

Setibanya di apartment, Adrianna membersihkan diri dan berbaring di ranjang dengan pelukan hangat dari suaminya. Apa yang begitu mereka nanti-nantikan akhirnya bisa terwujud.     

Adrianna menatap suaminya itu. "Bagaimana perasaanmu?" Tanya Adrianna.     

"Sangat bahagia." jawab Aldric dengan senyum lebar. "Bagiamana kau bisa menyembunyikan ini dariku bahkan lebih dari seminggu?" Tanya Ben penasaran.     

"Beberapa kali kau hampir menemukan benda itu saat kau mencari barangmu." Ujar Adrianna.     

"Apa kau menyimpannya di laci dasiku?" Tanya Aldric.     

"Awalnya aku meletakkannya di laci ku, tapi kau mencari kunci laci jam tangan hingga ke laciku dan itu hampir saja ketahuan, aku memindahkannya ke lemari besar tempat menyimpan pakaian gantung dan kau sempat mengambil salah satu setelanmu hingga benda itu jatuh di lantai." Cerita Adrianna.     

"Sesering itu dan aku tetap tak menyadarinya." Aldric membulatkan matanya.     

"Mungkin bayi ini memang ingin memberi ayahnya, kakek dan neneknya juga paman dan bibinya kejutan." Senyum lebar mengembang di bibir Adrianna.     

"Kau terlihat sangat bahagia sayang, dan aku senang melihatmu kembali ceria." Jawab Aldric sebelum mengecup bibir isterinya itu.     

"Aku merasa dia adalah bayiku, bayiku yang kembali padaku sayang."     

"Ya, dia adalah bayi kita yang kembali padamu. Dia sangat menyayangi ibunya." Aldric mengangguk setuju untuk membesarkan hati isterinya itu.     

"Dia hanya bayiku yang tertunda lahirnya bukan?" Adrianna meminta peneguhan sekali lagi.     

"Iya, dia sempat hadir di rahimmu dan seseorang membuatnya pergi beberapa saat, lalu sekarang dia kembali karena begitu mencintaimu." Aldric meyakinkan Adrianna dan wanita itu mengangguk, matanya berkaca. Dia lebih memilih untuk membenamkan wajahnya di pelukan sang suami dan Aldric mengusap-usap rambut isterinya itu kemudian mengecupnya. Ada semacam kegetiran terselip di tengah kabar bahagia itu, Aldric adalah satu-satunya orang yang tahu bahwa Alexandra meninggal karena kekerasan yang dialami di dalam sel tahanan selain ayah mertuanya Richard Anthony. Mereka berdua memilih untuk merahasiakan dari Adrianna agar Arianna tidak merasa bersalah untuk tuntutan yang diberikan pada wanita itu hingga memuatnya kehilangan nyawa.     

***     

Berbeda dengan Ben dan Leah yang tampak menjadi begitu bergairah setelah obrolan mereka di mobil tadi.     

"Adrianna sudah mengandung lagi, apa kau ingin kita segera memiliki anak?" Tanya Ben.     

"Bagaimana kalau kita menundanya lebih dulu." Jawab Leah.     

"Mengapa?"     

"Aku masih ingin fokus merawat ibumu." Ujar Leah. "Aku tumbuh tanpa kasih sayang ibuku meski aku tinggal bersamanya, dan ibumu, meski setiap pagi aku harus memperkenalkan diriku padanya tapi dia menyayangiku. Dan aku ingin tetap fokus merawatnya." Jawab Leah.     

"Sayang, terimakasih untuk ketulusanmu itu." Ben mengecup tangan isterinya.     

"Apa kau menggunakan alat kontrasepsi?" Tanya Ben dan Leah mengangguk. "Aku berkonsultasi dengan dokter kandungan dan dia memberikan dalam bentuk suntikan."     

"Jadi kita bebas bercinta kapanpun dan dimanapun?" mata Ben berbinar menatap isterinya itu, dengan malu-malu Leah mengangguk.     

"Aku tidak sabar untuk tiba di rumah." Ujar Ben.     

"Ben . . ." Leah tampak semakin malu, tapi sejujurnya bercinta dengan Ben menjadi candu tersendiri bagi gadis yang begitu malu-malu itu karena Ben benar-benar tahu bagaimana untuk memuaskan isterinya itu selain mempedulikan kepuasan dirinya sendiri.     

Ben masuk ke dalam lift bersama dengan Leah tanpa ada orang lain. Tak menunggu sampai di kamarnya, Ben bahkan mulai menciumi Leah dari dalam lift hingga lift itu berhenti di penthouse milik Ben dengan pintu membuka. Ben terus menyerang hingga mereka akhirnya bercinta di sofa karena mereka begitu yakin di apartment itu malam ini hanya ada mereka berdua. Ben dan Leah menghabiskan malam penuh gairah bersama malam itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.