THE RICHMAN

The Richman - The Legend Die



The Richman - The Legend Die

0George baru saja mendarat di bandara dan menyalakan telepon pintarnya setelah penerbangan panjang. Beberapa pesan masuk ke ponselnya dan salah satunya dari sang ayah yang mengabarkan bahwa kakeknya kritis dan sedang dirawat di rumahsakit. George segera menuju rumahsakit untuk melihat kondisi kakeknya. Sesampai di rumahsakit di mendapati ibu dan ayahnya di depan ruang ICU tengah menangis karena semua peralatan sang medis dari kakeknya sudah dilepas dan jenasah sang kakek didorong keluar ruangan untuk kemudian disiapkan untuk pemakaman.     

George sangat terpukul, dia berharap dia masih sempat menemui kakeknya dalam keadaan sehat karena seminggu terakhir memang dia mendengar kabar bahwa kondisi kakeknya naik turun, tapi tidak sefatal ini.     

***     

"Pada pagi ini kita mengantar ayah kita, kakek kita, teman kita, dan orang yang begitu baik, Richard Anthony ke peristirahatan terakhirnya. Semasa hidupnya Richard Anthony adalah pria yang baik, penuh kasih sayang dan lembut hatinya. Dia mencintai mendiang isterinya seumur hidupnya dan tetap setia pada isterinya yang sudah dipanggil Tuhan mendahuluinya. Kini sesuai dengan pesan terakhir mendiang Richard Anthony sebelum meninggal dunia bahwa dia ingin dimakamkan di samping pusara mendiang isterinya, dan pihak keluarga mewujudkannya.     

Mari kita mendoakannya agar pria baik ini bisa beristirahat dalam damai dan semua kebaikan yang diajarkannya selama hidupnya bisa kita teladani dan kita teruskan." Sang pendeta mengakhiri pidatonya dan diiringi dengan isak tangis peti Richard Anthony diturunkan ke liang lahat secara pelahan kemduain di tutup kembali dengan tanah dan batu nisan seperti yang lainnya.     

Semua pelayat berpamitan dan pulang setelah memberikan empaty dan duka cita mendalam pada keluarga Aldric dan Adrianna.     

Seorang pria seusia Aldirc datang menghampiri mereka dan mengungkapkan dukacitanya pada Aldric, Adrianna dan George juga Ben. Dia tampak bersama dengan ibunya dan juga puterinya yang berdiri di belakang.     

"Aku sungguh berduka untuk Mr. Anthony." Ucap sang ayah pada Aldric dan Adrianna sembari menyalami mereka, begitu juga dengan isterinya dan terakhir adalah puterinya.     

George terlihat terkejut melihat gadis itu. "Hei." Sapa gadis itu.     

"Aby." George terkejut melihat gadis itu di pemakaman kakeknya.     

"Aku turut berdukacita untuk kakekmu." Ujar Aby.     

"Thanks." Jawab George. Di kejauhan Amy tampak tergopoh-gopoh mendekat, entah dari mana gadis itu, sejak pagi begitu dia mendekat semua orang bisa mencium bau alkohol yang menyengat. Adrianna langsung membuang wajah dan Aldric mengikutinya. Sementara Aby dan kedua orang tuanya berpamitan meninggalkan Amy dan George yang kemungkinan akan bertengkar ketika mereka tiba di dalam mobil George.     

"Aku menghubungi dari tadi Amy." Protes George.     

Tapi Amy tampak masih cukup mabuk dan menekan-nekan kepalanya dengan tangannya, "Maaf George, semalam temanku mengadakan pesta dan aku tidak bisa menolak."     

"Bisakah kau bersikap lebih dewasa Amy?" George menatapnya.     

"What's wrong with you George, mengapa kau menyalahkanku untuk kematian kakekmu. Dia sudah meninggal dan itu bukan salah siapa-siapa, jadi berhenti berteriak padaku!" Jawab Amy.     

"Aku tidak bisa lagi melanjutkannya, I've done with you Amy." George keluar dari mobil dan meminta supirnya mengantar Amy sementara dia keluar dari mobil dan berdiri di tepi jalan dengan perasaan kalut.     

"I'll take you home." ujar seorang wanita dari dalam mobil yang dikendarainya sendiri begitu kaca mobilnya turun dan George menunduk untuk melihat siapa gadis itu, dan ternyata itu adalah Amy.     

"Thanks." Jawab George sembari membuka pintu dan duduk di samping kursi pengemudi.     

"Bertengkar dengan pacarmu?" Tanya gadis itu.     

"We just broke up." George terlihat kesal.     

"Kalian sudah lama berpacaran?" Tanya Aby.     

George tampak menghela nafas dalam, "Enam bulan." Jawabnya singkat.     

"Kau mencintainya?" Tanya Aby.     

"No." Geleng George, dan itu membuat Aby tersenyum. "Just for fun, hah?" Goda Aby dan George mengangkat bahu.     

"Mungkin pelarian." Jawabnya.     

"Kau menyukai gadis lain?"     

"Ya." Angguk George.     

"Dan dia tidak membalas cintamu?" Aby mengrenyitkan alisnya.     

George tersenyum kecut, "Dia baru saja bertunangan dengan pria lain dan akan menikah."     

"Kau pasti sangat mencintainya." Aby membuat asumsi.     

George menghela nafas dalam sekali lagi, "Entahlah." Jawabnya. "Perasaanku saat ini bercampur aduk, antara aku benar-benar mencintainya atau mungkin membencinya."     

Aby menatap George sekilas, "Aku akan mengantarmu pulang. Mungkin setelah kau tak lagi berduka soal kakekmu, kita bisa bertemu sekedar saling bicara."     

"Thanks Aby." George tersenyum melihat gadis itu dan Aby membalas senyumnya singkat. Sebagai gadis yang peka, Aby begitu paham situasi yang dialami oleh George saat ini. Dia memiliki kekasih yang alkoholik dan menjadikannya kekasih karena pelarian dari cinta sejatinya. Dan sekarang cinta sejatinya itu akan menjadi milik orang lain, tentu saja perasaan George tengah hancur saat ini.     

Aby membuka kembali percakapan di antara mereka, "Maaf, aku ingin tahu apakau kepergianmu dari UK ke US adalah untuk lari dari masalalu?" Tanya Aby.     

George menggeleng, "No." Bohongnya.     

"Tidak masalah untuk terlihat rapuh sesekali Mr. Bloom." Goda Aby.     

"Aku tidak semenyedihkan itu." George bersikukuh mempertahankan egonya, meski jika boleh jujur, hatinya masih sakit karena banyak hal.     

***     

Setibanya dirumah Aldric, Adrianna dan Ben tampak duduk di ruang tengah, pembicaraan antara orang tua. Sementara itu, George dan Sheina duduk di tepi kolam renang dengan kaki mereka berada di dalam air sebatas tekukan lutut.     

"Bagaimana kabarmu?" Tanya George.     

"Baik." Jawab Sheina singkat.     

"Aku tahu kau sedih soal grandpa." George meraih tangan Sheina dan mengenggamnya.     

"Grand pa sangat menyayangiku bahkan saat grand pa tahu bahwa aku bukan bagian dari keluarga ini secara darah." Ujar Sheina.     

"Tapi Grand pa mengatakan bahwa dia mencintaiku seperti cucu kandungnya." Sheina berkaca. "Aku sangat kehilangannya."     

"Aku juga." George membuka lengannya dan melilit Sheina dalam pelukannya sekilas.     

"Aku akan tinggal di New York setelah ini." Ujar George, "Kau bisa bergantung padaku dalam segala hal."     

"Karena aku adikmu?'' Tanya George.     

"No." Geleng George. "Kau sudah cukup dewasa untuk menentukan pilihanmu sendiri. Aku peduli padamu karena aku suka kau tetap sehat dan tetap bisa menjaga dirimu. " Ujar George kikuk, jawabannya terdengar klise tapi itu benar adanya. Sheina tak bisa menjawab, dia terunduk dan hanya berani menatap George dari balik bulumatanya.     

"Kau tidak merindukanku?" Tanya George dan Sheina mengangguk malu.     

"Kemarilah adik kecilku." George membuka tangannya dan memeluk Sheina, sementara gadis itu merasakan sensasi berbeda saat ini. Pelukan George lebih hangat dari biasanya, lebih erat dari biasanya dan membuat Sheina lebih gugup dari biasanya. Semaki hari dia berajak semakin dewasa dengan kecantikan yang natural namun sungguh dia sangat cantik. George bahkan mungkin mengencaninya jika adik sepupunya itu tidak diadopsi oleh paman dan bibinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.