Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 125



Bab 125

0Angin sepoi-sepoi bertiup di sepanjang jembatan kayu. Seorang pria dan seorang wanita ada di atas jembatan itu, terjalin satu sama lain.     

"Tidak bisa, aku masih ada urusan, aku harus pergi sekarang juga!"     

Pria itu berkata dengan tidak sabar, "Kamu terluka parah. Kamu tidak akan ke mana-mana untuk setengah bulan ke depan!"     

Chu Qiao mengerutkan keningnya dan berkata dengan suara rendah, "Ini bukan urusanmu."     

"Qiao Qiao, apakah kamu tega? Demi menyelamatkan kamu, aku meninggalkan rencanaku untuk kabur dan melemparkan diriku ke dalam dunia pernikahan politik yang menakutkan. Sebagai gantinya, bukankah seharusnya kamu menghabiskan sisa-sisa hari kebebasanku bersama denganku?"     

"Li Ce, aku sedang mencari orang. Apakah kamu mau membantuku?"     

Li Ce menyeringai. "Pria atau wanita?"     

"Pria …."     

"Tidak."     

"Tidak perlu terus terang seperti itu!"     

"Apa pun boleh selain ini! Aku tidak bisa membiarkan wanita di sisiku memikirkan pria lain!"     

"Apa kamu bercanda? Memangnya apa hubungan kita?"     

"Aku tidak peduli apa hubungan kita. Ini merupakan sebuah penghinaan terhadap kejantanan dan daya tarikku."     

Chu Qiao menyeringai dengan lemas. "Li Ce, bisakah kamu memikirkan hal lain selain wanita dan kejantananmu?"     

Li Ce menjawab dengan nada serius, "Ya, aku bisa menunjukkan kepedulian terhadap negara dan urusan akademis. Sebagai contohnya, jumlah wanita di dalam Kekaisaran Tang dan penyebaran mereka. Anatomi dan susunan tubuh wanita. Dan juga, aku berusaha meningkatkan status para wanita di dalam negaraku."     

Chu Qiao, saat mendengar kalimat terakhir tadi, ingin memukuli pria itu lagi namun menahan dirinya. Sambil menggertakkan gigi, dia bertanya, "Oh? Bagaimana kamu akan melakukan itu?"     

"Ini … ini yang aku pikirkan," Li Ce melihat sekeliling dengan malu-malu dan berbisik, "kalau semua wanita menjadi kerabat dari keluarga kekaisaran, status mereka tentu saja akan meningkat."     

"Kerabat dari keluarga kekaisaran?"     

"Ya, contohnya, tidur dengan orang-orang dari keluarga kekaisaran, atau meminta putri atau saudari mereka untuk melakukannya. Atau, mereka bisa juga menjadi mak comblang dan mengenalkan wanita-wanita cantik kepada anggota keluarga kekaisaran. Atau … Ah! Qiao Qiao! Di sini wilayahku, kenapa kamu memukuliku semau kamu?"     

Malam telah tiba. Lampu-lampu sangat terang. Tang Jing yang makmur hiruk pikuk dengan berbagai kegiatan.     

Bulan sabit malam itu berwarna putih pucat. Sinar bulan menyinari seluruh Istana Jin Wu, membuatnya tampak semakin megah. Li Ce bersikap seperti anak gila, berlarian ke sana kemari dan menyeret Chu Qiao melewati paviliun-paviliun di dalam istana. Angin berembus kencang, mengacak-acak rambut panjang Chu Qiao di belakangnya.     

Sinar bulan terlihat berair. Tembok istana yang kuno dan megah terlihat seperti pantulan bintang-bintang di air. Pakaian Li Ce yang merah berkibar di tengah angin bagaikan layangan. Para pelayan istana dan pejabat yang mereka temui selama perjalanan berlutut di kedua sisi jalan dengan takut, membiarkan mereka berdua lewat. Mereka diikuti oleh rombongan besar pelayan dan pengawal istana, memegang pedang dan mengangkat rok mereka. Mereka bagaikan kupu-kupu yang sedang mengejar angin.     

"Tunggu … tunggu sebentar …." Chu Qiao, yang sudah berhari-hari tidak makan, merasa lemas karena racun di dalam tubuhnya. Setelah berjalan beberapa langkah, dia merasa napasnya semakin berat. "Tunggu sebentar." Gadis itu berhenti, menekankan satu tangannya di pinggang, dan menunjukkan satu jari ke arah Li Ce, dan bertanya sambil terengah-engah, "Li Gila, apa yang sedang kamu lakukan?" Wajah Chu Qiao menjadi merah karena olah raga yang baru mereka lakukan. Rambut panjangnya terurai di punggungnya, terlihat berantakan. Angin meniup rambutnya, dan menyebarkan aromanya yang alami.     

Li Ce membungkukkan punggungnya, tetap dekat dengan gadis itu. Dia menatap gadis tersebut, dan tetap diam. Tiba-tiba, matanya berbinar. Dia berdiri dengan cepat, melihat ke sekitar, menggosok telapak tangannya, dan tertawa. Dia berjalan ke arah seorang pelayan istana yang sedang mengikuti di belakang mereka. Pria itu mengulurkan tangannya dan mengambil sesuatu yang berbentuk seperti bunga dari rambut pelayan itu.     

Itu hanya sebuah jepitan rambut berbentuk kupu-kupu; sebuah aksesori yang biasa di pakai oleh para pelayan di istana itu. Namun, jepit rambut ini terbuat dari giok ungu, yang terlihat sangat indah. Li Ce mengeluarkan kalung giok miliknya, yang terlihat berharga. Dia menyerahkannya kepada pelayan itu, dan berkata, sambil tersenyum, "Aku akan menukar ini untuk benda milik kamu."     

Pelayan istana itu terperangah dan berlutut di lantai, wajahnya pucat. Dia menjawab, "Hamba tidak berani."     

Li Ce tidak marah. Dia melemparkan kalungnya pada pelayan itu dan berkata, "Tidak bukan jawaban yang kuterima. Aku suka ini." Setelah itu, dia berbalik badan dan berjalan ke arah Chu Qiao, sambil menarik kedua kupu-kupu di jepit rambut itu. Jepit rambut itu sangat kokoh, Li Ce tidak bisa melepaskan salah satu kupu-kupu itu. Dia menggunakan giginya untuk menggigit kupu-kupu tersebut, mencopotnya dan kemudian meludahkannya keluar. Dia berkata kepada pelayan istana itu, "Lain kali jangan pakai melati. Aku tidak suka aromanya."     

Bunga magnolia di kedua sisi halaman itu baru saja mekar, tampak sangat cantik. Hujan baru mereda. Air berlumpur menggenang di taman, membuat tanah menjadi lembut. Li Ce, mengabaikan sepatunya yang mahal, berjalan ke tengah taman, membuat para kasim dan pelayan istana di belakangnya berteriak kencang. Dia mencari-cari di sekeliling dan memetik sebuah bunga magnolia ungu yang baru saja mekar, dan terlihat seperti bunga teratai kecil. Dia mengikatkan bunga itu di jepit rambut tadi dan mengangkatnya ke depan mata. Dengan menampilkan deretan gigi yang putih, dia tersenyum bahagia.     

"Yang Mulia …."     

"Yang Mulia …."     

Chu Qiao melihat para pelayan istana yang sedang bersujud ketakutan. Li Ce tidak memperhatikan mereka sama sekali, hanya melihat bunga magnolia itu sambil tersenyum. Kedua matanya menyipit sampai hampir tertutup, sama seperti … sama seperti … ya, seekor rubah.     

"Cantik!" Li Ce berjalan beberapa langkah, menuju ke Chu Qiao. Dengan beberapa gerakan, dia mengikat rambut Chu Qiao dengan jepit rambut itu. Bunga magnolia itu ditempatkan di samping telinga gadis tersebut, membuat aroma yang harum menyebar dari rambutnya.     

Chu Qiao tertegun. Sesaat kemudian, dia mendengar suara para pelayan istana yang terkesiap dan memuji dirinya.     

"Li Ce, apa yang kamu lakukan?" Chu Qiao merasa agak tidak nyaman. Dia tidak pernah dilihat seperti ini seumur hidupnya. Dia mengulurkan tangannya untuk melepaskan bunga magnolia dari jepitan rambut itu.     

"Apa yang kamu lakukan?" Li Ce menepuk tangan Chu Qiao dan cemberut sambil berkata dengan serius, "Qiao Qiao, kamu adalah seorang wanita. Tak bisakah kamu tampil lebih seperti seorang wanita?"     

Chu Qiao tertegun, dia merasa kata-kata itu pernah dia dengar. Gadis itu teringat hari itu saat dia berada di kediaman Walikota Tian di Wu Peng, Zhuge Yue yang menata rambutnya dan memarahinya. "Kamu memakai warna hitam atau putih setiap hari. Seperti sedang pergi ke makam saja," kata pria itu.     

Gadis itu tersipu, dan terlihat melamun. Li Ce tertawa dan berkata, "Ayo pergi. Aku akan membawamu keluar untuk bermain." Setelah menyelesaikan kalimatnya, Li Ce menoleh ke belakang dan berkata dengan tegas, "Tidak ada yang boleh mengikuti kami. Kalau aku melihat seorang pria, aku akan melompat ke dalam sungai. Kalau aku melihat seorang wanita, dia tidak akan pernah tidur denganku, selamanya."     

Chu Qiao, saat mendengar ancaman yang begitu aneh, langsung tertegun. Tetapi, dia terkejut saat melihat perubahan di wajah orang-orang itu. Mereka berlutut di lantai, tidak berani mengambil satu langkah pun. Beberapa orang di belakang diam-diam berdiri dan pergi, sepertinya mereka mengabarkan kelakuan Li Ce kepada orang lain.     

"Ayo pergi!" Li Ce menyengir, sambil berkata kepada Chu Qiao. Dia menarik gadis itu dan berlari ke arah gerbang kota, lalu menaiki seekor kuda. Dia duduk di depan, sementara Chu Qiao duduk di belakangnya. Dengan suasana hati yang riang, dia berkata, "Qiao Qiao, cepat! Jangan sampai mereka mengejar kita!"     

Chu Qiao mengingat kalau pria ini tidak benar-benar bisa menunggang kuda. Gadis itu meraih tali kekang dan berteriak dengan nyaring, membuat kuda itu berlari sepanjang jalan setapak.     

"Oh!" Li Ce merentangkan lengannya dan berteriak girang. Angin sangat kencang, membuat jubahnya berkibar-kibar dan melekat erat di tubuhnya. "Qiao Qiao, cepat!" dia berteriak lagi.     

"Hiyah!" Chu Qiao menyentak tali kekang itu lagi. Kuda itu mempercepat larinya di sepanjang Jalan Tai Qing. Para penjaga berlutut di kedua sisi jalan. Cahaya sangat terang dan angin terasa dingin, membawa aroma yang seperti bunga teratai. Suara tapal kuda menggema di sekitar alun-alun.     

Suasana hati Chu Qiao mulai membaik di saat ini. Kelopak bunga magnolia menggosok telinganya, membuatnya jadi gatal. Dia bergidik dan menarik napas dalam-dalam, rasa letihnya selama berhari-hari mulai hilang. Seluruh tubuhnya terasa segar kembali.     

Kuda itu dengan cepat berlari keluar dari pusat kota. Chu Qiao menoleh ke belakang, melihat cahaya istana bersinar semakin terang. Suara langkah kuda bisa terdengar dari belakang, seakan-akan mereka sedang dikejar oleh banyak orang. Li Ce tidak peduli, menunjukkan kalau dia sudah terbiasa dengan hal ini. Dia memberi tanda kepada Chu Qiao, mengarahkan arah pelarian mereka. Mereka melewati berbagai jalan dan lorong, dan berhasil mengecoh orang-orang yang mengejar mereka tak lama kemudian.     

Udara terasa segar. Ada danau yang tenang di depan, dan terlihat perahu-perahu bunga. Suara merdu dari orang-orang yang bernyanyi dan nada yang selaras dari alat musik terdengar di sekeliling danau. Chu Qiao turun dari kudanya dan mengikatkan tali kekangnya di sebuah pohon.     

"Qiao Qiao, bantu aku turun. Pegangi aku," Li Ce memanggil, suaranya santai.     

Chu Qiao memegang tangan pria itu. Li Ce turun dari kuda dengan kikuk dan berlari ke tepi danau, menyendok air dengan tangannya sambil berkata, "Dingin sekali!"     

Chu Qiao berjalan mendekat dan berjongkok di tepi danau itu, dia mencelupkan jarinya untuk merasakan airnya.     

Di tepian danau sangat ramai. Ada pendongeng, pertunjukan akrobat, penyanyi, dan pedagang yang menjual berbagai macam benda, dan juga beberapa rumah bordil. Aroma kosmetik, yang berasal dari para wanita, melayang di atas danau bersama dengan suara-suara nyanyian.     

Chu Qiao merasa dia tidak ingin berkata apa pun. Di tempat seperti ini, dia sering merasa kehilangan kata-kata. Bertahun-tahun telah berlalu. Kehidupan seperti ini terasa begitu jauh darinya, sampai-sampai dia merasa sudah tidak mungkin memasuki kehidupan semacam ini lagi.     

Li Ce melihat ke arah Chu Qiao, lalu tersenyum. Dia berdiri dan meraih pergelangan tangannya, sambil berkata, "Ikuti aku, ikuti aku, aku akan membawamu ke tempat bagus!"     

Tempat ini bukan di jalan utama Tang Jing. Restoran di sini tidak terlihat semewah restoran yang berada di jalan utama, mereka terlihat seperti pedesaan. Li Ce tampaknya terbiasa dengan tempat ini, dia berjalan sambil menyeret gadis itu. Dia tidak peduli kalau pakaiannya akan menjadi kotor.     

Mereka berdua berpakaian mewah dan terlihat sangat tampan dan cantik, menarik perhatian dari banyak orang. Beberapa pedagang mendekati mereka untuk menjual produk kosmetik, dengan santai menyarankan agar Li Ce membelikan itu untuk istrinya yang cantik.     

Di ujung jalan, mereka melihat sebuah pohon elm yang besar. Di bawah pohon itu ada sebuah kedai kecil, pemiliknya adalah seorang wanita muda. Dia tidak terlalu cantik tetapi terlihat bersih. Dia memiliki mata yang besar dan berair dan memakai gaun biru. Di sampingnya berdiri seorang pria muda yang berusia sama.     

"Nyonya Bos!" Li Ce berteriak sebelum dia berlari ke dalam kedai itu.     

Wanita itu berbalik saat mendengar suaranya. Sambil tersenyum, wanita itu berkata, "Ternyata Tuan Pertama. Anda datang lagi?"     

"Iya!" Li Ce menarik Chu Qiao bersamanya, lalu duduk di sudut kedai itu. Lalu dia melanjutkan, "Aku membawa seorang teman kemari. Saya pesan dua mangkuk mi, satu piring daging sapi, setengah piring udang dengan cuka yang agak banyak."     

"Baik," nyonya bos muda itu menyahut dengan senyuman. Pria muda di sampingnya tersenyum kepada Chu Qiao dan Li Ce, tetap diam. Nyonya bos itu berkata, "Ini pertama kalinya anda membawa teman kemari."     

Chu Qiao melihat Li Ce dengan pandangan aneh dan mengerutkan alisnya. "Kalian saling mengenal?"     

"Iya." Li Ce tersenyum. "Aku sering datang kemari sejak masih kecil. Aku sering menyelinap keluar dari istana. Satu waktu, aku dikejar-kejar oleh para pengawal. Aku melepaskan pakaianku dan memberikannya kepada seorang anak kecil, memintanya untuk memancing para pengawal itu pergi. Namun, aku meninggalkan semua uangku di pakaian itu. Setelah seharian, aku kelaparan. Aku bertemu dengan nyonya bos. Oh, saat itu dia belum terlalu tua. Dia membuka kedai ini bersama orang tuanya. Dia melihat aku kelaparan dan menawarkan semangkuk mi kepadaku. Sejak saat itu, aku sudah menjadi langganan di sini."     

"Oh!" Chu Qiao mengangguk.     

"Qiao Qiao, apakah kamu tersentuh? Apakah kamu merasa kalau aku tidak hanya indah di luar, tetapi juga dari dalam?"     

Chu Qiao memutar bola matanya dan menopang dagunya dengan kedua tangan, tidak menjawab pria itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.