Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 161



Bab 161

0Wu Dan Yu yang muda dan tampan menurut. Dia bukan anggota asli Garnisun Utusan Barat Daya. Melainkan, dia direkrut ke dalam pasukan oleh He Xiao dan yang lainnya. Sebelumnya dia adalah bandit yang terkenal di Pegunungan He Lan.     

"Jenderal, kalau anda setuju, saya bisa memikirkan cara untuk memancing musuh ke Danau Seribu Es. Saya sangat mengenal wilayah itu. Begitu mereka menginjakkan kaki di sana, anda tidak akan melihat mereka lagi!"     

Chu Qiao berpikir untuk sejenak lalu berkata, "Kita sesuaikan dengan keadaan. Kalau memang memungkinkan, aku mengizinkan kamu untuk mengambil keputusan sesuai keadaan."     

Wu Dan Yu tertawa dan menjawab, "Terima kasih, Jenderal!"     

"He Qi, bawa kelompok ketiga untuk berjaga di tembok utara kota. Bekerja samalah dengan kelompok pertama untuk mempertahankan Chi Du. Komandan He Xiao, aku akan meninggalkan gerbang kota Chi Du padamu. Seluruh Yan Bei akan mengawasimu dari belakang."     

Pandangan di mata He Xiao menjadi cerah. Dia membungkuk dengan hormat, dan berseru serentak dengan adiknya, "Kami tidak akan mengecewakan anda!"     

"Tujuan dari pertempuran ini bukanlah untuk memusnahkan pasukan lawan. Kita akan melancarkan serangan kecil-kecilan untuk mengganggu semangat tempur musuh sambil memotong jalur pasokan ransum mereka. Ini akan membuat mereka mundur karena kelelahan, dan menunda serangan terhadap Chi Du. Semuanya, waktu dan kesabaran adalah satu-satunya senjata kita. Asalkan kita bertahan selama tujuh hari, bala bantuan dari Yang Mulia akan tiba!" Chu Qiao mendongak. Cahaya menyinari wajahnya, membuatnya terlihat seperti berasal dari dunia lain. Para prajurit muda menatap gadis yang bahkan lebih muda dari mereka ini, dengan tekad yang kuat di mata mereka.     

Ruangan itu kecil dan cahaya di dalamnya cukup terang. Chu Qiao mengulurkan tangannya perlahan dan meletakkannya di atas dadanya. Dengan khidmat, dia berkata, "Semuanya, perang sudah dekat. Tidak ada ruang untuk keraguan. Negara ini dalam bahaya. Sebagai prajurit yang setia, merupakan tanggung jawab kita untuk melindungi rakyat sipil. Tidak peduli menang atau kalah, kita tidak akan mengecewakan Yan Bei. Kita tidak mengecewakan hati nurani kita. Kita tidak mengecewakan bendera di atas kepala kita! Pertempuran ini akan menentukan apakah kita hidup atau mati. Kalian semua, berhati-hatilah!"     

"Jenderal, jaga diri anda!" Lebih dari sepuluh pasang tangan meniru gerakan tangan Chu Qiao.     

Angin utara terus berkecamuk di luar sana. Di dalam ruangan ini sangat terang. Tidak jauh di sisi luar tembok kota, musuh mereka telah mengasah pisau mereka. Chu Qiao memberikan perintahnya, dan para pejuang itu perlahan meninggalkan ruangan, mengambil posisi mereka masing-masing di medan perang. Gadis itu tidak yakin kalau mereka bisa bertahan hidup setelah pertempuran ini.     

Pertempuran itu dimulai malam itu. Para penjaga asli dari Kota Chi Du ketakutan setengah mati. Tetapi awal pertempuran itu tidak sedahsyat yang mereka kira. Barisan belakang pasukan cadangan musuh tampaknya tertahan, sehingga mereka mengirimkan pasukan barisan depan kembali ke belakang untuk membantu pertahanan di sana. Formasi di belakang terus terganggu oleh serangan-serangan kecil.     

Chu Qiao tahu kalau Feng Ting sudah berhasil melancarkan serangan-serangannya di Pegunungan He Lan. Pasukan Xia tidak terbiasa dengan wilayah sekitar sana. Hingga saat ini, mereka belum mendapat kabar tentang Yan Xun dan Pasukan Kedua. Dengan kewaspadaan Zhao Yang, dia akan berhati-hati dalam bertindak. Tujuan Chu Qiao mengirimkan pasukan-pasukan kecil adalah untuk membuat musuh semakin khawatir, dan pergerakan mereka akan tertahan.     

Sesuai dugaan, Zhao Yang adalah seorang komandan yang hebat. Walaupun Feng Ting telah mengeluarkan perintah resmi, Chu Qiao mengubah strateginya di sana sini, membuat rencana yang lengkap dan rumit. Namun, serangan di Pegunungan He Lan dinyatakan gagal pada keesokan harinya. Rencana semula adalah untuk mempertahankan wilayah itu selama dua hari, namun pasukannya bahkan tidak bisa bertahan satu hari. 1.000 prajurit dari Garnisun Utusan Barat Daya dibantai habis dalam satu malam, tidak ada yang kembali hidup-hidup.     

Karena kekalahan Feng Ting, Mu Rong dan AhMu menghadapi serangan pasukan Xia lebih awal dari perkiraan. Pertempuran itu dimulai pada saat sarapan, dan terus berlanjut hingga selesai di siang hari. Adik AhMu berhasil melarikan diri kembali ke kota melalui jalan pintas dan melaporkan kegagalan misi mereka. Lebih dari 2.000 orang prajurit gugur dalam pertempuran itu, sisanya berpencar dan tidak pernah terlihat lagi.     

Pasukan Xia sedang bersemangat. Mereka menyerbu dengan kecepatan penuh ke arah gerbang Kota Chi Du, tetapi mereka disergap di dalam hutan pinus di tengah perjalanan. Sebuah kelompok berjumlah sekitar 500 orang menyerang barisan belakang Pasukan Xia, dan berhasil melancarkan pembantaian sampai tiga kali. Mereka juga berhasil membakar bendera utama pasukan musuh dan juga kemah utama. Pimpinan kelompok itu menggunakan panah bertali yang bisa ditarik kembali dan menembus pelipis wakil komandan pasukan Xia. Saat ditarik kembali, panah itu menarik separuh otak dari komandan Xia.     

Pasukan Xia langsung pecah berantakan. Pimpinan kelompok itu mengejar mereka. Zhao Yang terlambat mencegah hal ini. Karena itu, di hari itu, Pasukan Xia kehilangan 8.000 pasukan elite. Mereka semua tenggelam dan mati membeku di dalam air Danau Seribu Es yang dingin.     

Pasukan Xia mengamuk. Mereka mengirimkan 200.000 pasukan, tetapi menderita kekalahan yang begitu memalukan. Bahkan Zhao Yang tidak bisa mengendalikan teriakan pasukannya yang menuntut balas dendam. Didorong ke dalam keputusasaan, dia tidak memiliki pilihan selain mempercepat serangannya, memusatkan perhatiannya untuk menghabisi kelompok berisi 500 orang ini. Walaupun Wu Dan Yu kalah jumlah, mereka berhasil mengelabui lawannya karena mereka lebih mengenal medan dan lingkungan di sana. Meskipun Pasukan Xia berusaha mencari mereka, kelompok 500 orang ini berhasil menghindari kejaran mereka selama dua hari tanpa kehilangan semangat untuk terus bertempur. Mereka berhasil mendapatkan waktu yang berharga untuk pertahanan Chi Du.     

Setelah dua hari, Zhao Yang tiba-tiba memerintahkan seluruh pasukannya untuk mundur. Saat pasukan Yan Bei masih kebingungan, pasukan Xia tiba-tiba mengerahkan 200.000 orang untuk membabat seluruh hutan. Dalam waktu kurang dari setengah hari, seluruh hutan pinus sudah ditebang. 500 orang dari kelompok Wu Dan Yu sepenuhnya terbuka terhadap musuh.     

Chu Qiao berdiri di atas tembok kota yang tinggi, menyaksikan saat kelompok Wu Dan Yu yang beranggota 500 orang ditelan oleh pasukan Xia tanpa perlawanan. Mereka hanyalah sebuah riak kecil di danau, memudar dengan cepat.     

"Demi kemerdekaan!" Sebuah teriakan lantang terdengar dari kejauhan. Keheningan merebak di dalam kota Chi Du. Para prajurit melepaskan helm mereka. Setelah menyaksikan rekan mereka gugur dalam pertempuran di luar kota, banyak prajurit berpengalaman yang menangis tanpa bersuara. Matahari bersinar cerah di langit. Setelah tiga hari, pasukan Xia akhirnya mengepung seluruh Kota Chi Du. Situ Jing berdiri di samping Zhao Yang, berkata dengan hormat, "Yang Mulia Keempat Belas, saya mendengar beberapa kabar dari prajurit yang kita tangkap. Pasukan yang sedang menjaga kota itu bernama Garnisun Utusan Barat Daya, pengkhianat dari Xia. Komandan mereka adalah seorang wanita. Namanya Chu Qiao. Dia juga seorang pemberontak dari Xia."     

"Chu Qiao?" Zhao Yang mengucapkan dua kata ini dengan tenang. Dia menutup matanya perlahan. Belum sampai satu tahun berlalu, tetapi dia merasa seperti sudah lama sekali. Dia mengingat di malam itu saat Yan Xun melarikan diri dari Zhen Huang dan kata-kata Zhao Che saat ia menunjuk sosok bayangan itu. Kakak Ketujuh sangat berbakat, tetapi dia tidak tahu cara menyesuaikan diri. Dia tidak pandai berebut kekuasaan. Di dalam masa yang kacau seperti ini, walaupun dia memiliki kemampuan untuk sukses, dia tidak akan bisa bertahan di dalam istana. Namun, Zhao Yang harus mengakui kalau penilaian Zhao Che memang benar. Berdasarkan kata-katanya pada saat itu, mereka sudah tiba pada keadaan saat ini.     

"Yang Mulia, Yang Mulia?" Situ Jing berkata dengan suara rendah. "Tolong berikan perintah." Perjalanan yang dia tempuh selama ini sangat sulit. Tinggal di dalam istana sendirian selama bertahun-tahun, tidak ada orang yang pernah mengulurkan tangan untuk membantunya, bahkan untuk sesaat pun. Dunia ini tidak ramah. Dia sudah melihat dan mengalami terlalu banyak hal.     

Bayangan di dalam kenangannya memudar. Dengan tatapan yang serius, Zhao Yang berkata dengan perlahan, "Mari lanjutkan dengan kecepatan penuh. Setelah kita membobol Chi Du, bunuh semua orang di dalam kota dan bakar bendera mereka."     

Wush! Angin berembus, membuat bendera pasukan Xia berkibar tinggi di udara. Semua yang menghalangi mereka akan dilenyapkan! Kota Chi Du, pasukan mereka, para musuh, hubungan keluarga, kelemahan, keraguan, dan … hati nurani!     

Di bawah sinar matahari yang terang, pasukan Xia melaksanakan serangan langsung pada Kota Chi Du untuk pertama kalinya. Ribuan prajurit menunggang kuda mereka dan memacu melintasi dataran. Suara kaki kuda sangat memekakkan telinga. Pasukan kavaleri itu memakai seragam militer yang rapi. Taji mereka berkilau, dan pedang mereka terhunus. Baju perang mereka memantulkan cahaya matahari yang menyinari mereka, membuat mereka terlihat merah tua seperti darah. Elang-elang Yan Bei berputar di langit. Angin dingin meniup salju naik ke udara, menutupi pasukan itu dalam lapisan putih. Pemandangan ini terlihat semakin menakutkan!     

"Bunuh mereka!" sebuah pekikan perang yang lantang dan memekakkan telinga menggema. Para prajurit Xia menyalakan isyarat untuk dimulainya perang. Pasukan kavaleri pertama mencabut pedang mereka dan mengayunkannya di atas kepala mereka, sambil memacu ke arah gerbang kota. Para prajurit kavaleri berat mengikuti mereka dari belakang, sementara batalion infanteri mengikuti mereka dari kedua sisi. Para pemanah, di bawah perlindungan pasukan berperisai, menyerbu maju dan mengambil posisi di dalam parit, bersiap untuk menyerang. Musuh ada di mana-mana. Pedang mereka, yang dikenal sebagai salah satu senjata paling menakutkan di dunia, juga ada di mana-mana. Para prajurit itu berteriak dengan keras, membuat bumi berguncang. Dibandingkan dengan kebisingan dari pasukan Xia, di dalam tembok kota Chi Du hanya ada keheningan. Para prajurit Garnisun Utusan Barat Daya menunggu dengan diam di atas gerbang kota dengan senjata mereka, menunggu perintah untuk menyerang.     

Komandan He Xiao memegang sebuah busur silang di tangannya. Dia memasang sebuah anak panah yang tajam, menutup sebelah mata dan melepaskan anak panah tersebut!     

Wush! Prajurit yang paling depan di pasukan Xia ditembak jatuh dari kudanya. Kekuatan panah itu membuatnya terjatuh ke tanah, dan terguling-guling empat atau lima kali.     

Pasukan Xia langsung membeku sejenak, terkejut oleh kekuatan He Xiao yang menakutkan. Tetapi, mereka segera tersadar dari lamunan mereka, dan menganggap kejadian itu sebagai kebetulan. Mereka memberanikan diri, dan kembali menyerbu ke arah gerbang kota.     

"Ikuti aba-aba saya!" He Xiao berteriak dan mengangkat tangannya. "Tembak!"     

Langit tiba-tiba menjadi gelap. Matahari tampak tertutup. Hujan panah yang tebal melayang maju di udara seperti lebah, dengan kecepatan yang menyeramkan. Panah-panah itu terbang ke arah pasukan ibu kota, yang mengaku tak terkalahkan. Mimpi buruk menghampiri mereka. Para prajurit di depan terkena panah, jatuh dari kuda mereka dan menjatuhkan tiga atau empat orang prajurit lain di belakang mereka. Kuda-kuda perang roboh ke tanah; teriakan kesakitan terdengar di sana sini. Prajurit-prajurit itu menjadi sasaran tembak dengan panah menancap di tubuh mereka, membuat mereka terlihat seperti landak. Darah menodai tanah bersalju itu dengan warna merah cerah.     

Zhao Yang merengut, dan memberikan perintah darurat agar pasukan kavaleri berat dan prajurit yang membawa perisai untuk maju ke baris depan. Namun, sebelum mereka mendekat, rentetan hujan panah kembali terbang ke arah mereka. Para prajurit Xia tertawa terbahak-bahak; pasukan kavaleri berat memamerkan baju pelindung mereka dan mengejek pasukan Yan Bei yang terlalu percaya diri. Tetapi, sebelum tawa mereka berakhir, panah-panah itu menembus baju pelindung mereka dengan kekuatan yang mencengangkan. Mereka bahkan tidak sempat meminta tolong sebelum terinjak-injak oleh kuda. Kematian, jeritan kesakitan, darah segar, mayat-mayat. Menghadapi serangan yang mematikan ini, tidak ada yang berani maju ke depan. Pasukan baris depan terbantai habis dalam seketika. Para pejabat Xia mencabut pedang mereka dan membunuh lebih dari 10 orang prajurit mereka sendiri, mencegah para prajurit yang berniat kabur ke belakang.     

"Serang! Ikuti aku!" seorang komandan menunggang kudanya sambil berteriak dan menggunakan pedangnya untuk menepuk baju pelindung yang menutupi dadanya. Sebelum dia menyelesaikan pidatonya yang penuh semangat, sebuah panah tajam menembus otaknya, darah mengalir keluar dan menuruni baju pelindungnya seperti aliran sungai.     

"Siapa pun yang mundur akan dihukum mati! Siapa pun yang mundur akan dihukum mati! Jumlah musuh tidak sampai 10.000 orang. Begitu kalian menembus bukit kecil di depan, kalian akan dianggap sebagai pahlawan perang!" Pejabat itu berteriak dengan lantang, menyalakan kembali semangat prajurit mereka. Bagaimana pun, mereka adalah pasukan utama dari ibu kota. Saat menghadapi kesulitan, mereka menolak untuk mundur, terus maju di atas kuda mereka. Sebuah kelompok besar pasukan mengalir maju, bagaikan air bah yang tak dapat dihentikan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.