Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 149



Bab 149

0Begitu diperintah, lebih dari 20 orang prajurit dari Pasukan Kedua melompat turun dari kuda mereka dan memasang busur silang mereka dengan gerakan yang rapi. Sebelum Komandan Cui sempat berkedip, panah-panah itu melesat cepat ke arah kaki para warga sipil. Dalam sekejap, warga yang terkena panah berteriak kesakitan.     

"Serang!" Suara pria muda itu terdengar seperti harimau kumbang yang menggeram rendah.     

Prajurit-prajurit itu membuat warga sipil yang masih jauh menjadi terkejut. Mereka membuang busur silang mereka, mengeluarkan pisau-pisau mereka dan menyerbu ke depan. Mereka sangat bengis. Walaupun hanya memakai sarung pedang, mereka sangat haus darah. Dengan setiap ayunan, mereka menghantam kepala warga dengan sarung pedang mereka. Tidak lama kemudian, lebih dari sepuluh orang warga sipil terkapar mati di tanah.     

"Minggir!"     

Para pejuang dan pengungsi itu berkerumun menjadi satu. Pasukan Yan Bei menyaksikan apa yang terjadi dari dalam kota, dan membunyikan tanda darurat. Berbondong-bondong pasukan bergegas keluar dari sisi dalam kota, namun terhalang oleh kerumunan yang kacau balau di depan gerbang, mereka tidak bisa keluar dari kota.     

Pada saat ini, terdengar suara kaki-kaki kuda menggema dari kejauhan di dataran bersalju. Sebuah kelompok besar mendekat dengan cepat. Seorang pejuang bertubuh kecil, berpakaian hitam, tampaknya pemimpin dari kelompok tersebut, melompat turun dari punggung kudanya. Suara itu terdengar feminin, namun membawa aura yang mengancam. "Siapa yang buat masalah?"     

Lebih dari 100 prajurit ikut melompat turun dari kuda-kuda mereka. Pemimpin bertubuh kecil itu bergegas ke depan, mengamati kerumunan, dan menghunus pedangnya, lalu berkata, "Ayo! Hajar para prajurit itu!"     

Pasukan yang dipimpin pejuang kecil itu sangat terlatih. Dengan beberapa gerakan rapi dan cepat, mereka bergegas masuk ke dalam kerumunan dan mengepung para prajurit dari Pasukan Kedua. Karena menang jumlah, mereka bisa dengan mudah menundukkan para prajurit dari Pasukan Kedua tersebut. Para warga sipil, melihat ada orang yang membela mereka, bersorak gembira. Kekacauan telah diredakan.     

Sekitar 30 hingga 40 warga sipil terbaring di lantai, terluka. Beberapa di antara mereka telah berhenti bergerak. Sulit untuk mengetahui apakah mereka masih hidup atau sudah mati. Pejuang kecil itu mengerutkan keningnya, tertutup oleh baju perangnya. Dia berbalik badan dan berkata, "Panggil para tabib untuk mengobati orang-orang yang terluka."     

"Siapa kamu? Beraninya kamu …." Xue Zhi Yuan mengamuk, bergegas ke depan. Pejuang itu tidak menunggu sampai dia menyelesaikan kalimatnya, dan langsung menampar wajahnya dengan nyaring. Sebelum Xue Zhi Yuan sempat bereaksi, pejuang itu menampar dia sekali lagi di pipi yang satu lagi!     

"Kalian adalah pejuang dari Yan Bei! Pedang kalian seharusnya diarahkan ke prajurit-prajurit Xia, bukannya ke rakyat Yan Bei!" Suara nyaring pejuang itu menggema.     

Xue Zhi Yuan sangat marah, matanya hampir menyemburkan api. Dia meraung keras, mengepalkan tinjunya dan berlari ke arah pejuang itu. Namun, pejuang tersebut sangat lincah, dia melompat ke udara dan menghantam bahu Xue Zhi Yuan dengan sarung pedangnya. Ditambah sebuah tendangan, dia membuat Xue Zhi Yuan terkapar di tanah.     

"Ikat dia! Bawa dia ke Yang Mulia untuk menerima hukuman!" kata pejuang itu. Warga sipil kembali bersorak gembira.     

Pejuang itu berbalik badan dan berteriak kepada para warga, "Kalian semua, Bei Shuo akan memasuki perang. Di sini terlalu berbahaya. Yang Mulia telah membangun tempat perlindungan sementara di wilayah barat dekat Gunung Luo Ri, agar kalian bisa berlindung dari badai salju. Ada makanan dan pakaian di sana. Silakan ikuti anak buah saya ke sana sekarang."     

Kerumunan itu mulai bergerak. Anak buah dari pejuang itu berbaur di dalam kerumunan untuk mengatur mereka. Tidak lama kemudian, beberapa orang tabib berlari keluar dari dalam kota. Pejuang itu berjalan mendekat untuk mengamati. Setelah pemeriksaan lebih lanjut, 13 warga telah meninggal dalam kekacauan tadi. Pejuang itu merengut, ekspresinya bermasalah.     

Satu jam kemudian, warga yang tersisa menuju ke barat dengan dipimpin oleh para prajurit. Pejuang itu berjalan ke dalam kota, sementara gerbang kota tertutup di belakangnya. Suara dari luar mulai tertahan, membuat badai salju tampak sudah reda.     

Pejuang itu berbicara sebentar dengan Komandan Cui yang sedang panik, lalu berjalan ke kereta kuda di mana Xue Zhi Yuan dan anak buahnya ditahan.     

"Jenderal Xue, maaf saya menyinggung anda tadi." Pejuang itu melepaskan topinya, memperlihatkan wajah kurus, alis yang tegas dan mata yang cerah. Pejuang itu ternyata gadis muda yang cantik.     

"Siapa kamu?" Wajah Xue Zhi Yuan masih agak bengkak, tempat yang ditendang oleh gadis itu masih sakit. Sebenarnya dia tidak ingin berbicara dengan pejuang itu, namun ketika melihat wajahnya, dia terkejut.     

"Ini adalah Jenderal Chu," Komandan Cui memperkenalkan. "Jenderal, ini adalah pemimpin Pasukan Kedua, Xue Zhi Yuan. Dia datang kemari untuk membantu pasukan Bei Shuo."     

Wajah Chu Qiao sudah menjadi merah karena cuaca yang dingin. Bibirnya mulai retak. Dia mengangguk dan berkata dengan nada bersahabat, "Jenderal Xue, sudah merepotkan anda. Anda menempuh perjalanan yang begitu jauh dalam cuaca yang begitu buruk."     

Xue Zhi Yuan merengut, tidak tahu dari mana datangnya Jenderal Chu ini. Dia menatap Chu Qiao dengan bengis dan mencibir dengan suara rendah, "Aku tidak akan membiarkan kejadian hari ini lewat begitu saja."     

"Tentu saja. Lebih dari sepuluh orang tewas di depan gerbang kota, dan lebih dari empat puluh orang terluka. Tentu wajar tidak membiarkan kejadian ini lewat begitu saja," Chu Qiao tersenyum, namun pandangannya tegas. Dia melanjutkan dengan tenang, "Namun, Jenderal Xue berniat melindungi kota. Dengan perang yang akan segera terjadi, saya tidak akan melaporkan masalah ini ke pusat komando militer."     

"Kamu …."     

"Jenderal Xue, anda datang kemari dengan begitu terburu-buru. Bukankah anda ada urusan penting? Kalaupun anda masih senggang, saya harus pamit dahulu."     

Xue Zhi Yuan menarik napas dalam-dalam, menatap mata Chu Qiao dengan ganas, lalu membawa anak buahnya pergi dengan marah.     

Komandan Cui menyeka keringat dingin di wajahnya dan berkata kepada Chu Qiao, "Jenderal, apakah anda baik-baik saja?"     

Chu Qiao merengut dan mendesah tak berdaya, lalu berkata, "Andai aku tahu dia dari Pasukan Kedua. Aku tidak akan menamparnya. Sekarang, akan ada masalah."     

"Ah?" Komandan Cui tertegun.     

"Ah? Kenapa?" Chu Qiao berbalik dan mengamuk, "Kalau bukan karena Pasukan Kedua, gerbang kota sudah dijebol tadi! Apakah kamu tahu apa akibatnya kalau membiarkan mata-mata masuk ke dalam kota di waktu seperti sekarang? Seluruh tentara Yan Bei akan musnah! Bei Shuo adalah kota penting bagi Yan Bei, namun kamu begitu ceroboh. Walaupun Xue Zhi Yuan salah karena membunuh warga sipil tadi, kamu justru bermain-main dengan nasib seluruh Yan Bei!"     

Komandan Cui ketakutan setengah mati. Kakinya menjadi lembek dan matanya berkedip-kedip. Dia melihat ke kanan dan ke kiri, seperti seorang maling yang sudah tertangkap basah. Dia berlutut ke tanah dengan suara gedebuk yang keras dan memohon, "Jenderal, saya pantas mati. Tolong ampuni saya."     

Chu Qiao perlahan merengut, bertanya-tanya bagaimana orang tidak becus ini bisa ditunjuk sebagai pimpinan untuk pertahanan kota. Dia tidak tahu harus menyalahkan siapa. Pada saat ini, dia merasa tidak berdaya.     

"Pergi dan laporkan dirimu sendiri ke pusat komando militer!" Chu Qiao memberi perintah lalu berbalik badan dan pergi. Badai masih lebat, tidak ada tanda-tanda akan mereda.     

Chu Qiao membuka pintu ruangan, dan disambut oleh udara hangat. Dia melepaskan mantelnya, melihat ke kiri dan kanan, namun tidak melihat Yan Xun. Dia berbalik dan berjalan ke ruang belajar, namun menabrak AhJing dalam perjalanan ke sana, pria itu sedang tergesa-gesa. AhJing terengah-engah dan berkata, "Nona, Yang Mulia meminta anda segera datang."     

Chu Qiao mengangkat alisnya. "Di mana dia? Apa yang terjadi?"     

"Perwakilan dari Pasukan Kedua sudah datang. Yang Mulia menunggu anda untuk memulai pertemuan."     

Sebelum Chu Qiao memasuki bangunan tersebut, dia mendengar suara yang berteriak dengan lantang, "Kita memiliki lebih dari satu juta pasukan. Mengapa kita harus takut kepada Xia? Kita bisa bertarung langsung dengan mereka di padang rumput!"     

Chu Qiao merengut saat mendengar kata-kata ini. Akhir-akhir ini, ekspresi yang paling sering dia tampilkan adalah merengut.     

"Betul! Yan Bei itu jujur! Kami tidak takut dengan anjing-anjing dari Xia!"     

"Lapor!" prajurit di luar ruangan berteriak. "Jenderal Chu sudah tiba."     

"Masuk."     

Chu Qiao berjalan ke dalam ruangan dan menyapa semua orang yang hadir. Jumlah yang hadir lebih banyak dibandingkan pertemuan sebelumnya. Selain orang-orang yang hadir sebelumnya, ada perwakilan dari Pasukan Pertama dan Kedua, beserta wakil komandan Pasukan Ketiga, para tetua dari Serikat Da Tong, pasukan perbatasan, pasukan provinsi, pasukan sukarela, dan para pemimpin suku dari dataran tinggi Yan Bei. Ruang pertemuan itu penuh sesak.     

Chu Qiao tahu kalau hampir semua kekuatan militer Yan Bei hadir. Dia berjalan ke dalam ruangan dengan postur tegap, mengambil tempat di samping Yan Xun. Sambil tersenyum, dia berkata kepada semua orang. "Maaf, saya terlambat."     

"Bagaimana?" Ekspresi Yan Xun sangat frustrasi. Jelas sekali, dia dibuat marah oleh orang-orang ini. Dia melihat ke arah Chu Qiao dan bertanya dengan suara rendah.     

"Semuanya baik-baik saja. Tempat perlindungan sudah dibangun. Cukup untuk mereka berteduh saat ini."     

"Keberatan!" sebuah suara tajam tiba-tiba menggema. Wakil Kepala Militer Bei Shuo, Liu Ou, berdiri dan berkata, dengan ekspresi yang kesulitan. "Mengapa kita menggunakan sumber daya kita untuk membangun rumah-rumah bagi para pengungsi? Sumber daya ini bisa digunakan untuk memperkuat tembok kota kita dengan menambahkan tingginya sebanyak tiga meter. Ini berguna untuk menahan pasukan Xia. Dan juga, mengapa kita memberikan ransum kita kepada para pengungsi? Apakah Jenderal Chu tidak tahu keadaan kita sekarang ini? Pasukan Xia sudah mendekat. Perang akan segera dimulai. Kita bahkan tidak yakin kita memiliki ransum yang cukup untuk kita sendiri, tetapi anda justru memberikannya kepada para pengungsi!"     

"Wakil Kepala Liu Ou, kalau saya ingat dengan benar, ketika saya memperbaiki gerbang kota sepuluh hari yang lalu, anda tidak memberikan sedikit pun bantuan. Tidak satu pun dari Pasukan Bei Shuo yang berkontribusi. Sebaliknya, warga sipil yang membantu dengan semangat. Kalau tidak, tembok kota anda tidak akan menjadi 6 meter lebih tinggi. Dan juga, saya harus mengingatkan anda kalau tinggi tembok kota harus mengikuti standar tertentu. Tembok kota kita sudah cukup tinggi. Kalau lebih tinggi lagi, ketepatan para pemanah akan terpengaruh. Kemampuan kita untuk bertahan akan terkekang. Maka dari itu, saya meminta orang-orang yang tidak paham mengenai pertempuran militer untuk berbicara dengan hati-hati."     

Tatapan Chu Qiao dingin, tidak seperti sikapnya yang hangat beberapa hari lalu. Dia melihat ke arah wakil kepala itu dengan dingin, dan berkata, "Juga, saya mau menyampaikan sesuatu. Kita bertempur demi rakyat Yan Bei, demi kebebasan mereka. Kalau mereka semua tewas, perang ini jadi tidak berarti."     

Wajah Liu Ou menjadi hijau. Untuk membela diri, dia berkata, "Sejak dahulu memang begini. Badai salju setiap tahun selalu lebat. Kekaisaran Xia tidak memberikan ransum kepada rakyatnya, namun mereka tidak ada yang mati selama ribuan tahun."     

"Anda benar. Karena itulah Xia sudah diusir dari Yan Bei." Gadis muda itu melipat lengannya dan mengangkat bahu, lalu melanjutkan, "Pasukan yang datang menyerbu kita berasal dari ibu kota. Mereka menerima gaji mereka dari ibu kota. Wakil Kepala Liu Ou, apakah anda pernah membayar prajurit anda? Mengapa para bawahan anda mengikuti anda selama ini? Jangan bilang kalau anda ingin anak buah anda mempertaruhkan nyawa mereka demi anda, lalu membiarkan keluarga mereka mati kelaparan dan kedinginan?"     

Ruang pertemuan ini menjadi sunyi dan canggung. Tidak ada lagi yang berbicara. Hanya suara dari angin kencang di luar yang terdengar.     

Suara Yan Xun dingin. Perlahan, dia berkata, "Kembali ke topik tadi. Siapa yang tadi berbicara?"     

"Tadi itu saya," pimpinan dari Pasukan Ketiga, Lu Jie, menjawab dengan suara rendah. Dia belum tua, sekitar usia 30 tahun. Janggutnya sangat lebat, tampak seperti pria dari dataran tinggi. Wajahnya merah. Dengan nada berat, dia berkata, "Saya tidak mengerti. Mengapa kita bersembunyi? Mengapa kita bersembunyi di dalam Kota Bei Shuo? Kita memiliki pasukan 500.000 orang, sedangkan garis depan Xia hanya berjumlah 100.000. Kita menang jumlah lima banding satu. Apakah kita akan kalah?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.