Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 119



Bab 119

0Awalnya, Zhuge Yue hanya mengerutkan alisnya, dan mengabaikan anak itu. Namun, wajahnya segera melunak. Dia mengangkat anak itu, dan menatapnya dengan marah.     

Anak itu terkejut dan merengut. "Ayah …."     

"Jangan panggil aku Ayah lagi!" Zhuge Yue membentaknya. Saat dia menyelesaikan kalimatnya, anak itu terlihat mau menangis lagi. Zhuge Yue mendesah tak berdaya dan berkata, "Jangan panggil aku Ayah, dan kamu … kamu boleh tinggal di sini."     

Xing Xing anak yang sangat cerdas. Saat mendengar ini, dia berlari mendekat dan berkata, "Mo Er, panggil dia Paman. Kamu boleh tinggal di sini setelah itu!"     

"Pa-paman …." anak itu mungkin tidak tahu arti kata itu namun dia menuruti perintah Xing Xing. Melihat ekspresi Zhuge Yue yang perlahan melunak, anak itu berlari mendekat, memeluk leher Zhuge Yue dan berteriak, "Paman, orang-orang itu … membunuh … ayah ibu … membakar … membunuh Mo Er … darah … jeritan … orang mati …."     

Anak itu, setelah memanggil Zhuge Yue paman, langsung menganggapnya sebagai keluarga dan mengadu padanya sambil menangis. Tidak ada keinginan untuk membalas dendam di dalam suara anak itu. Mungkin, dia masih tidak tahu tentang hal itu. Yang dirasakan anak itu hanyalah rasa takut, rasa sedih, rasa tidak suka, dan rasa jijik. Namun, perasaan-perasaan yang terlihat sederhana ini kelak pasti menjadi keinginan untuk membalas dendam yang tak tergoyahkan. Sama seperti Yan Xun sekarang ini.     

Musuh-musuh yang diingat anak itu hanyalah beberapa orang dewasa. Dia tidak tahu identitas, latar belakang, status, atau bahkan nama lengkap orang-orang itu. Dia hanya tahu kalau yang membunuh orang tuanya bukan anak-anak, melainkan orang dewasa, dan saat ini, orang-orang itu mengincar nyawanya, tidak membiarkannya makan, tidur, atau pun pulang ke rumah.     

Kali ini, Zhuge Yue tidak mendorong anak itu menjauh. Tubuh mungil anak itu gemetar ketakutan. Dia memeluk erat leher Zhuge Yue, menganggapnya seorang kerabat.     

Mata Xing Xing mulai berkaca-kaca. Dia berkata, "Kakak, saya pergi dahulu. Saya akan kembali lagi besok."     

Saat gadis muda itu berbalik dan mau pergi, tiba-tiba Chu Qiao menahannya. Lalu Chu Qiao berbalik dan mengambil sebuah belati pendek, meletakkannya di dalam genggaman gadis itu dan berkata dengan serius, "Xing Xing, berhati-hatilah. Kalau ada masalah, kemari dan cari Kakak."     

Sebuah senyum lebar merekah di wajah gadis itu. Dia melambaikan tangan kepada Mo Er dan melirik Zhuge Yue sekali lagi dengan berhati-hati, lalu berjalan meninggalkan tenda itu.     

Angin di luar sangat dingin. Chu Qiao berdiri di samping pintu masuk tenda, melihat anak gadis itu berjalan menjauh, sesekali dia berbalik dan melambai. Di dalam kegelapan, Chu Qiao tidak bisa melihat wajah gadis itu, hanya saja dia merasa kalau gadis itu sedang berusaha berbicara kepadanya. Namun, suara gadis itu tenggelam di tengah angin yang kencang. Semuanya terasa seperti sebuah lingkaran. Dia melihat bayangan anak itu yang perlahan menghilang, mengingatkannya pada dirinya sendiri dan memicu emosi di dalam hatinya. Angin kencang yang terus berkecamuk itu membuatnya merasa sangat dingin.     

"Terasa akrab?" sebuah suara datar terdengar dari belakangnya. Chu Qiao berbalik, dia melihat anak itu masih di dalam pelukan Zhuge Yue, bahunya masih gemetar karena menangis. Zhuge Yue menatap balik ke arah Chu Qiao. Tahun-tahun itu terasa berjalan mundur, hingga ke awal semua ini. Di saat itu, mereka masih sekecil ini namun sepertinya sudah melalui jauh lebih banyak kejadian.     

Chu Qiao tertawa. "Benar-benar anak yang kuat dan penurut."     

Dengan kencang, angin mengangkat tanah ke udara. Malam itu sangat hening, tidak ada burung di langit. Sebuah awan gelap melayang sendirian di atas langit.     

"Paman, aku lapar," Anak itu berkata, setelah menangis sampai lelah. Air mata masih mengalir turun di wajahnya. Tanpa rasa sungkan, dia memecah keheningan di dalam tenda, sambil menggigit jarinya. "Mo Er kelaparan."     

Baiklah, aku akan melupakan masa lalu yang menyedihkan untuk sekarang ini. Zhuge Yue melihat ke anak itu, yang tidak lebih tinggi dari kakinya. Sambil merengut, pria itu berkata, "Kamu mau makan apa?"     

"Umm …." anak itu mengerutkan keningnya dan berpikir keras untuk sejenak. "Apakah ada sup abalone?"     

Zhuge Yue merengut, dan menjawab, "Tidak!"     

Ini saja tidak ada? Anak itu bertanya lagi, "Apakah ada merpati panggang?"     

Wajah Zhuge Yue mulai berubah menjadi gelap. Dengan suara rendah, dia menjawab, "Tidak."     

"Bagaimana kalau sirip hiu kukus?"     

"Tidak …."     

"Itu pun tidak ada?" anak itu merengut tidak puas, melihat ke kerabat yang baru dikenalnya ini, mempertanyakan keadaan ekonominya. "Kalau … kalau begitu setidaknya ada babi panggang, kan? Paman, Mo Er tidak mau makan sayur …."     

Wajah Zhuge Yue semakin menghitam. Anak itu, bisa melihat ini, dia mendesah dan berkata, "Kalau … kalau … kalau begitu … daging rebus juga tidak apa-apa. Aku … aku mau daging rusa, aku tidak suka daging babi atau sapi rebus."     

Zhuge Yue mengangkat bocah itu dengan mengamuk. "Bocah tengil! Apa kamu sedang mempermainkan aku?"     

"Wuuuu …." anak itu mulai menangis. "Baiklah, daging babi juga tidak apa-apa. Paman, kamu miskin sekali!"     

Mungkin ini orang pertama di seluruh dunia yang terang-terangan menyebut Zhuge Yue miskin di hadapannya.     

Chu Qiao melihat mereka, suasana hatinya membaik. Dia melepaskan tirainya dan sambil merunduk, berjalan masuk ke dalam tenda itu. Dia mengambil semangkuk bubur putih dan berkata kepada anak kecil itu, "Kamu belum makan seharian. Makanlah sedikit bubur dahulu."     

Anak itu dengan enggan mengambil mangkuk itu dan menjulurkan lidahnya yang kecil itu untuk mencicipi makanannya, seakan-akan bubur itu beracun. Namun saat dia makan sesuap, dia tertegun. Dia mulai memakan bubur itu dengan lahap.     

"Kakak, bubur ini sangat lezat!" anak itu berteriak dengan riang.     

Chu Qiao menghela napas. Bubur ini disiapkan oleh Zhuge Yue. Itu tidak lezat; anak itu hanya sedang kelaparan.     

"Hey! Bocah, jangan panggil dia 'Kakak'," Zhuge Yue berkata dengan suara rendah, wajahnya masih muram.     

"Um?" anak itu melihat Zhuge Yue dan mengabaikan kata-kata pria itu, lalu terus memakan buburnya. "Kakak, ini lezat."     

"Aku sudah bilang jangan memanggilnya Kakak."     

Anak kecil itu cemberut, dia merasa pria yang menyela saat dia makan itu sangat mengganggu. Sambil merengut, dia menjawab, "Jadi aku harus panggil dia apa? Ibu?"     

"Ibu?" Zhuge Yue semakin mengamuk, dia terus beradu mulut dengan anak berusia empat tahun itu. "Jangan memanggilnya begitu!"     

"Jadi aku harus panggil dia apa?"     

"Panggil … panggil dia Xing Er …."     

"Xing Xing?"     

"Xing Er …."     

"Tidak mau." Anak itu menggeleng dengan tegas. Dengan keras kepala, dia menjawab, "Mo Er tidak bisa mengingat itu. Nanti aku bingung."     

"Bocah bodoh!"     

Anak ini sangat cerdas. Mereka berdua curiga kalau mereka sedang dipermainkan ….     

Ketika mereka sedang di luar, setiap kali mereka menemui masalah, mereka harus berimprovisasi di saat itu juga. Contohnya, malam ini, ketika mereka menggelar karpet di lantai untuk tidur, Chu Qiao berbaring di satu sisi sementara Zhuge Yue berbaring di sisi lainnya. Anak itu diapit di tengah di antara mereka berdua. Setelah anak itu berbaring, dia tersenyum dengan puas dan berkata, "Ayah bilang ada yang harus dia lakukan dengan Ibu di malam hari. Mereka sudah lama tidak membiarkan Mo Er tidur bersama mereka. Untung saja Paman dan Kakak tidak sibuk."     

"Uhuk, uhuk, uhuk, uhuk!" Zhuge Yue tersedak saat minum dan mulai terbatuk parah.     

Chu Qiao tersipu karena malu dan menepuk kepala anak itu dengan perlahan, lalu berkata, "Kamu banyak bicara sekali. Cepat tidur."     

Anak itu tahu kalau Chu Qiao tidak marah. Dia mendongak dan tersenyum malu-malu, lalu masuk ke dalam selimutnya dan menutup mata dengan bahagia.     

Angin sangat kencang, dan membuat atap tenda itu berkibar-kibar. Tiba-tiba, angin dingin berembus masuk ke dalam tenda. Chu Qiao tidak bisa tidur. Dengan munculnya anak yang buron ini, dia harus merencanakan setiap pergerakan dengan teliti.     

Saat merasakan anak itu menendang selimutnya, Chu Qiao mengulurkan tangannya untuk menyelimuti anak itu lagi. Namun, saat dia mengulurkan tangannya, dia menyentuh tangan lain yang panjang. Seperti tersengat listrik, dia langsung menarik tangannya. Ujung jarinya dingin, tetapi dia tersipu dan merona.     

Zhuge Yue tertegun. Dia juga memiliki reaksi yang sama. Untuk sejenak, keadaan menjadi canggung di dalam tenda itu. Tidak ada yang berkata apa pun. Hanya suara napas yang terdengar, sesekali disela oleh anak itu yang bergumam dalam tidur.     

"Masih belum tidur?" Suara Zhuge Yue rendah tetapi terdengar sadar, menunjukkan kalau dia belum tertidur sejak tadi.     

"Mmm." Chu Qiao mengangguk dan menjawab, "Aku agak khawatir." Angin bertiup semakin kencang, dan mengeluarkan bunyi melolong yang keras. Chu Qiao khawatir besok akan terjadi badai.     

"Tidurlah," Zhuge Yue berkata dengan perlahan, sambil berbalik badan. Chu Qiao mengira pria itu sudah tidur. Tak lama kemudian, suaranya menggema lagi, terdengar lembut namun tegas, memberikan rasa aman kepada Chu Qiao. "Ada aku di sini." Walaupun angin sangat kencang, udara di dalam tenda langsung terasa hangat saat itu juga. Asalkan tenda ini masih ada, tidak ada angin yang bisa bertiup ke dalam.     

Di malam yang sama, seekor kuda memacu ke dalam perkemahan, membawa kabar tentang yang sudah dilakukan oleh Tuan Feng di Xian Yang. Pada saat itu, Yan Xun tertidur tetapi tidurnya tidak tenang. Sebelum kuda itu memasuki perkemahan, Yan Xun terbangun karena mimpi buruk. Keringat dingin mengucur di dahinya. Dia bermimpi tentang anak kecil dari keluarga Ouyang. Selama perjalanan ini, dia sudah berulang kali melihat anak itu berusaha mendekatinya, sambil tersenyum. Namun, di dalam mimpi, dia melihat anak itu menatapnya, sambil memegang pisau yang bernoda darah. Lalu, anak itu mengangkat pisaunya tetapi tidak menusuk Zhuge Yue. Anak itu menancapkan pisaunya di jantung Chu Qiao. Wajah anak itu bersimbah darah, membuatnya terlihat menyeramkan. Senyumannya terlihat seakan-akan dia adalah iblis dari neraka. Dengan kejam, dia berteriak, "Aku akan menghancurkanmu, dan semua yang kamu miliki!"     

"AhChu!" pakaian Yan Xun basah kuyup oleh keringat. Napasnya terengah-engah, pemandangan dalam mimpinya terus terulang dalam benaknya.     

"Habisi … habisi …." Yan Xun, seperti orang kerasukan, bergumam pada dirinya sendiri. Tiba-tiba dia mendongak dan berteriak, "Pelayan!"     

"Tuan!"     

"Cari anak dari keluarga Ouyang itu bagaimana pun caranya. Aku ingin melihat mayat dia sebelum fajar!"     

Pelayan itu terpaku lalu segera menurut. "Baik, tuan!"     

"Tuan!" Di saat itu juga, seorang pelayan lain berlari masuk ke dalam tenda, lalu berlutut di lantai. "Kurir Tuan Feng sudah tiba."     

"Feng Mian?" Yan Xun mengangkat alisnya dan berkata dengan suara rendah. "Akhirnya." Dia turun dari kasurnya lalu melangkah lebar, sambil memakai mantelnya. Wajahnya berubah, dia sudah kembali menjadi Raja Yan Bei yang tenang dan bersahaja. Dia berkata, "Ayo kita lihat kabar baik yang dia bawa dari Xian Yang."     

Sebelum fajar menyingsing, hujan mulai turun dengan deras di luar. Awan gelap berkumpul di langit. Angin berembus di sekitar, bersama dengan hujan deras dan suara gemuruh guntur. Pepohonan di hutan di kedua sisi lembah bergoyang dengan hebat, membuat suara gemerisik yang kencang. Tanah di sekitar menjadi berlumpur.     

Chu Qiao merengut dan membuka matanya, dan menutup mulutnya dengan satu tangan. Dia mendongak dan melihat Zhuge Yue setengah berlutut di tanah dengan serius. Dia memegang pedang panjang di tangannya dan mengarahkan telinganya ke luar tenda, seakan-akan dia sedang menguping pembicaraan seseorang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.