Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 116



Bab 116

0Sekarang sudah puncak musim panas, dan cahaya matahari bertahan sampai malam hari. Rombongan itu berjalan sampai matahari sudah terbenam sebelum akhirnya berhenti di tengah sebuah lembah.     

Chu Qiao dan Zhuge Yue ditempatkan di sebuah tenda. Tenda itu kecil dan pendek, bahkan orang yang duduk pun kepalanya akan membentur atap tenda itu.     

Bersama mereka, para pelayan juga berkemah di lingkaran luar perkemahan. Setelah bertanya-tanya di sekeliling, ternyata tidak hanya keluarga Liu dari Xian Yang yang ada di sana, tetapi ada juga keluarga Wang, Jia, dan Ouyang.     

Setelah menempuh perjalanan seharian, Chu Qiao merasa lebih lemah daripada biasanya. Mengingat perputaran udara di dalam tenda kecil itu sangat buruk, Zhuge Yue membawanya keluar dan menyandarkannya ke sebuah pohon untuk beristirahat. Lalu Zhuge Yue membeli seekor kelinci yang baru saja ditangkap oleh pelayan lain dan menyalakan api untuk memasak. Tak lama kemudian, aroma daging yang sudah matang tercium di udara.     

Dia menyobek sepotong daging dan memeganginya di dekat mulut Chu Qiao. Saat melihatnya, Chu Qiao dengan semangat ingin mengigit daging itu, namun dahinya disentil oleh Zhuge Yue. Dengan tegas, pria itu memperingatkan, "Ini masih panas!"     

"Oh." Chu Qiao tersenyum, lalu berhati-hati meniup daging itu dan mengambilnya dari tangan Zhuge Yue. Saat memasukkan daging itu ke dalam mulutnya, ternyata daging itu sangat lezat dan dia sampai memuji Zhuge Yue, "Wow, aku tidak menyangka kamu pintar memasak."     

"Aku hanya mempelajarinya selama tahun-tahun di dalam hutan itu," Zhuge Yue menjawab dengan santai, lalu mengeluarkan sebuah belati dan mengiris kelinci yang sudah dimasak itu menjadi potongan-potongan kecil. Setelah itu, dia memberikan daging lezat itu kepada Chu Qiao sepotong demi sepotong.     

Saat ini, malam telah tiba, dan sisa-sisa terakhir cahaya matahari ditelan oleh kegelapan. Di bawah langit yang dipenuhi bintang yang berkelip, bisa terdengar suara jangkrik, yang sesekali diselingi oleh suara burung elang malam. Lembah itu damai dan hening, hanya terdengar suara gemerisik pakaian para pelayan yang berjalan tergesa-gesa di sekitar mereka.     

Duduk di sepetak rumput hijau, Chu Qiao menarik napas dalam-dalam, lalu menampilkan senyuman yang menawan, seakan-akan dia seorang anak yang polos dan naif, lalu berseru, "Ini sangat membuat nostalgia!"     

Zhuge Yue dengan dingin melanjutkan percakapan itu, "Apa yang membuat nostalgia?"     

"Perasaan ini …." Chu Qiao bersandar di batang pohon, dan wajahnya yang tenang dihiasi senyuman kecil. Dengan perlahan, dia menjelaskan, "Aku merindukan rumput yang tinggi, pepohonan hijau, berkemah, dan memasak di sekeliling api unggun dengan sekelompok teman. Setelah memasak, kita akan duduk di sekeliling api unggun dan mengobrol, mungkin minum sedikit alkohol. Di antara semua hal itu, aku paling merindukan hari-hari di mana aku tidak perlu khawatir tentang esok hari, tentang bertahan hidup."     

Mengamati gadis itu dengan tenang, Zhuge Yue bertanya, "Apakah kamu benar-benar pernah mengalami kehidupan seperti itu sebelumnya?"     

"Tentu saja." Chu Qiao mengangkat kepalanya, dan dia tersenyum dengan anggun. "Itu sudah lama sekali. Tiga orang sahabatku dan aku berada di lembah seperti ini, dan memakan kelinci bakar seperti ini. Oh, hanya saja kami lebih pandai memasak daripada kamu, dan kami membawa lebih banyak bumbu."     

"Hmph!" Sambil mendengus kesal, Zhuge Yue membuang muka.     

"Xiao Shi belajar dari koki terkenal di Perancis, dan dia sangat ahli, terutama untuk urusan membakar daging."     

Sambil mengangkat alisnya, Zhuge Yue bertanya, "Perancis? Apakah itu sebuah restoran?"     

"Hmmm?" Chu Qiao mengangguk. "Betul, itu sebuah restoran."     

Mencibir dengan menghina, Zhuge Yue menjawab, "Aku belum pernah mendengarnya sebelum ini. Pasti itu bukan restoran yang terkenal."     

Di kejauhan, sebuah api unggun lain dinyalakan, dan orang-orang berkumpul di sekelilingnya.     

"Teruskan."     

"Hmm?" Chu Qiao terkejut.     

"Teruskan ceritamu. Kita juga sedang bosan." Zhuge Yue menunduk dan terus mengiris kelinci itu. "Ceritakan mengenai temanmu."     

"Oh, baiklah." Chu Qiao mengangguk dan menyetujuinya. Karena berbagai alasan, hatinya sedang terasa berat malam ini. Mungkin tindakan para Tetua Da Tong telah menyakiti perasaannya. Dia ingin melakukan sesuatu untuk mengalihkan pikirannya.     

Saat rumput bergoyang tertiup angin malam yang dingin, suaranya yang pelan terdengar, "Keahlian bela diri mereka semua lebih baik daripada aku."     

Mengangkat alisnya lagi, Zhuge Yue sedikit terkejut. "Mereka semua perempuan, betul?"     

"Betul," Chu Qiao melirik ke arah pria itu sambil menggodanya, "Bukankah dulu kamu meremehkan perempuan?"     

Zhuge Yue tidak menjawab, dan Chu Qiao meneruskan ceritanya, "Tapi itu dahulu. Kalau aku menghadapi mereka lagi sekarang, kurasa aku sudah setara dengan mereka. Xiao Huang sangat ahli dalam menembak jitu, ah, maksudku memanah. Xiao Shi adalah yang paling ahli dalam pertarungan jarak dekat, dan pernah sekaligus mengalahkan 17 orang pria yang sangat terlatih. Kemampuan bertarung Mao Er tidak sebagus mereka, tetapi kalau untuk teknik membunuh orang, dia yang terbaik."     

Zhuge Yue bertanya, "Bagaimana denganmu?"     

"Aku?" Chu Qiao tertawa kecil. "Aku seorang jenius di semua bidang."     

Merasa jengkel, pria itu memutar bola matanya. "Sombong sekali."     

Chu Qiao tidak merasa tersinggung, dan dia hanya menolehkan kepalanya dan bertanya, "Zhuge Yue, apa harapan yang kamu miliki?"     

Sambil merengut, Zhuge Yue melihat ke arah gadis itu, lalu mendengus dengan dingin, "Aku berharap kamu bisa cepat enyah kembali ke Yan Bei, dan jangan sampai aku melihatmu lagi. Sebaiknya tinggal di Yan Bei saja selama sisa hidupmu."     

"Itu tidak akan mungkin." Chu Qiao tertawa kecil dengan terhibur, lalu dengan santai dia berkata, "Walaupun kamu tidak menyerang ke Yan Bei, aku akan membawa pasukanku turun ke Kekaisaran Xia."     

"Benarkah? Kalau begitu harapanku adalah agar reputasi Yan Xun hancur, dan Yan Bei diambil alih oleh keluarga Batuha. Kamu menghabiskan hidupmu terlunta-lunta, dan akhirnya mengemis di depan pintu rumahku."     

Chu Qiao melotot ke arah pria itu. "Benar-benar pria yang keji. Sayang sekali, itu juga tidak mungkin." Sambil tertawa ringan, Chu Qiao merenung, "Kalau hari seperti itu benar-benar terjadi, kemungkinan aku sudah tewas dalam peperangan."     

Tidak menyangka jawaban seperti itu, Zhuge Yue tertegun, dan dia tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk menjawab gadis itu.     

"Pada saat itu, kami berempat juga menanyakan pertanyaan yang sama." Menatap ke kaki langit, Chu Qiao mengingat-ingat kenangan lama di pikirannya, dan perlahan dia menjabarkan, "Xiao Shi terlihat dingin dan tabah dari luar, namun mungkin dia yang paling rapuh di antara kami semua. Dia suka mengoleksi boneka, boneka-boneka yang sangat mahal itu. Dia akan menghabiskan gajinya setiap bulan untuk itu. Harapan terbesarnya adalah agar saat dia meninggalkan organisasi, dia akan mendapat pesangon yang besar. Setelah itu, dia akan menikah dengan seseorang yang biasa dan normal dan akan menjadi seorang istri yang baik. Dia memiliki seorang teman masa kecil yang sangat dekat dengannya. Mungkin, kalau tidak terjadi hal lain, harapannya bisa terkabul."     

Di saat ini, sebuah senyuman suram muncul di wajah Chu Qiao. Gadis itu melanjutkan monolognya setelah berhenti sesaat, "Xiao Huang adalah yang paling rewel di antara kami. Keluarganya sangat kaya dan dia sangat suka bertualang. Pada saat itu, dia berencana untuk memanjat sebuah gunung dan mengukir namanya di puncak gunung itu."     

Setelah berhenti lagi, Chu Qiao menjelaskan teman ketiganya sambil tersenyum, "Keinginan Mao Er selalu sederhana—mencari uang. Dia yang paling serakah, dan dia sangat nekad,pekerjaan seperti apapun berani dia terima. Akibatnya, dia tidak terlalu setia kepada organisasi. Baginya, ini hanya sebuah pekerjaan untuk mencari uang."     

Zhuge Yue bertanya, "Bagaimana denganmu?"     

"Aku?" Chu Qiao terkejut. Setelah merenung cukup lama, perlahan dia menjawab, "Aku tidak tahu. Aku hanya merencanakan sebuah misi. Aku hanya berharap misi itu bisa berjalan tanpa gangguan agar aku bisa menyelesaikan misi itu secepat mungkin."     

Zhuge Yue mendengus dengan menghina.     

Chu Qiao berbalik dan menatapnya sambil tersenyum kecil. "Sebenarnya, aku selalu seperti ini. Aku hanya memiliki sedikit harapan untuk diriku sendiri, dan sangat dogmatis[1] dan keras kepala. Aku hanya berharap keyakinanku benar, dan layak aku perjuangkan dengan mengorbankan nyawaku sendiri."     

"Sebagai contoh," Chu Qiao sengaja berhenti, lalu dia menjelaskan, "Apapun yang kamu hutang padaku, aku pasti akan mengambilnya kembali. Begitu juga, apapun yang aku hutang darimu, aku pasti akan membayarnya."     

"Kurasa aku lebih suka Mao Er," Dengan tenang, Zhuge Yue menyatakan pendapatnya. "Apakah organisasi yang kamu sebut itu Da Tong? Tolong kenalkan dia padaku kalau ada kesempatan."     

Sambil menggeleng dengan tenang, Chu Qiao tersenyum dengan getir. "Aku benar-benar aneh bisa menceritakan semua ini padamu."     

Zhuge Yue mendengus. "Aku juga tidak memaksamu untuk menceritakan ini."     

Tiba-tiba mereka mendengar suara langkah kecil dari kejauhan. Karena disiagakan oleh pendatang itu, mereka berdua mendongak dan hanya melihat seorang gadis kecil; mungkin berusia lima atau enam tahun. Anak itu memakai baju merah terang dan rambutnya dikepang dua. Dia sedang menatap daging kelinci di tangan Zhuge Yue, dan mengigiti jarinya sendiri.     

Mereka berdua tahu kalau dalam perjalanan ini tidak hanya diikuti oleh anggota keluarga dari keluarga-keluarga besar, namun juga ada para pelayan mereka. Sebagian dari pelayan itu memiliki keluarga mereka sendiri. Anak ini mungkin anak dari salah satu pelayan.     

Sambil merengut, Zhuge Yue hendak berkata sesuatu, namun Chu Qiao lebih cepat. Sambil melambaikan tangannya, Chu Qiao memanggil, "Kemarilah!"     

Wajah anak itu langsung menjadi cerah, dia merentangkan tangannya dan berlari kecil mendekat.     

Mata anak itu sangat jernih. Sambil menatap kedua mata itu, Chu Qiao tersenyum. "Umur kamu berapa?"     

Dengan gugup dia mencuri pandang ke arah Zhuge Yue, lalu anak itu menjawab dengan gelisah, "Saya berumur enam."     

"Siapa namamu?"     

Mungkin merasa gadis muda ini sangat ramah, anak itu langsung menjawab, "Nama saya Xing Xing[2]."     

Dengan kesal, Zhuge Yue membentak anak itu sambil bermuka masam, "Pulang dan suruh orang tuamu untuk mengganti namamu!"     

Terkejut, dan melihat Zhuge Yue sedang melotot ke arahnya dengan galak, anak itu berkedip-kedip, dan air mata mulai menggenang di sudut matanya.     

"Mengapa kamu menakuti anak sekecil ini!" Sambil cemberut, Chu Qiao menarik anak itu mendekat dan membisikkan sesuatu kepadanya. Tak lama kemudian, anak itu mulai cekikikan dengan bahagia.     

Duduk di samping, Zhuge Yue mengamati, dan tiba-tiba dia merasa aneh. Di dalam ingatannya, Chu Qiao tidak pernah seperti ini. Gadis itu seharusnya tenang, pendiam, tabah, penuh perhitungan, pandai, dan tidak memiliki emosi yang dimiliki wanita pada umumnya. Namun, saat perjumpaan kali ini, dia melihat banyak sisi dari gadis itu yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. Mungkin, Zhuge Yue tersenyum sambil mengolok dirinya sendiri, sebelumnya gadis itu selalu berpura-pura. Gadis itu selalu menganggap Zhuge Yue sebagai musuh dan tidak pernah menunjukkan dirinya yang sebenarnya. Bahkan sekarang, mungkin dia masih berpura-pura. Kalau tidak, mengapa gadis itu masih membawa senjata walaupun dia sudah terluka begitu parah, seakan-akan masih melindungi dirinya dari Zhuge Yue?     

Di antara mereka berdua, tidak pernah ada kepercayaan. Mungkin, ini sesuai yang dikatakan gadis itu: apapun yang dia utang dari Zhuge Yue, suatu hari akan dia bayar.     

Tersenyum pahit, pandangan Zhuge Yue berubah menjadi sedih.     

Sial, entah mengapa, aku benar-benar menikmati suasana ini.     

Di saat ini, anak kecil itu berjalan mendekati Zhuge Yue dan menarik lengan bajunya. Sambil menunjuk daging kelinci di tangan pria itu, anak itu bertanya dengan suara kekanak-kanakannya, "Apakah anda masih memakan itu?"     

Zhuge Yue mendorong daging itu ke anak kecil itu dengan tidak sabar.     

Tidak menyadari ketidaksabaran pria itu, wajah anak itu tersenyum, dan dia tersenyum kepada Zhuge Yue. "Anda baik sekali!" Lalu anak itu berlari kembali ke sisi Chu Qiao. Dengan kikuk anak itu berjongkok, lalu duduk di tanah di samping Chu Qiao, dan membagikan daging kelinci itu dengan gadis itu.     

Setelah beberapa saat, seseorang mendekati mereka, dan memanggil anak itu. Anak itu melompat berdiri dan berlari ke orang itu, tidak lupa dia melambai kepada Chu Qiao dan Zhuge Yue sambil berlari pergi. Suaranya yang ceria menggema di langit malam ….     

Memecahkan suasana yang hening, suara jeritan panik tiba-tiba terdengar. Malam itu, tidak hanya di lembah ini, di dalam Kota Xian Yang, serangkaian pembantaian juga terjadi!     

Seorang pria tampan dengan mantel ungu keemasan bersandar menyamping di kasur, sementara dua orang penari yang menarik memeluknya. Jari yang seputih giok mengambil sebutir anggur, lalu meletakkannya di dalam mulut pria itu.     

"Tuan Feng!" Dengan memakai penyamaran serba hitam untuk pekerjaan malam, seorang pelayan masuk. Di wajahnya ada beberapa tetes cairan merah, dan walaupun pakaiannya yang hitam tidak menunjukkan apapun, bau darah segar langsung memenuhi ruangan itu pada saat dia masuk. Pelayan itu berlutut di tanah, dan berkata dengan tegas, "Misi sudah berhasil."     

Tuan Feng yang terkenal di Kota Xian Yang itu mengangkat alisnya, dan menjawab dengan tenang, "Kalau sudah berhasil, kalian boleh pulang dan tidur."     

Pada malam itu, seluruh Kota Xian Yang menghadapi bencana. Darah mengalir masuk ke dalam anak sungai dari Sungai Chi Shui. Mendengar jeritan yang mengerikan, warga biasa dari Kota Xian Yang menjadi terjaga sepanjang malam. Para penjaga tiba-tiba menutup mata terhadap beberapa orang bersimbah darah yang berhasil menerobos kepungan dan berlutut di depan gerbang utama Yamen Militer Xian Yang.     

Pada akhirnya, orang-orang itu membuat kericuhan, sehingga Yamen harus mengabari "pihak berwenang" setempat. Mendengar ada orang yang mengganggu istirahat walikota yang terhormat, Tuan Feng mengirimkan sejumlah besar prajurit untuk "berbicara" dengan mereka.     

[1] Mengikuti suatu ajaran tanpa kritik sama sekali     

[2] Ditulis dengan kata yang sama dengan nama Xing Er     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.