Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 107



Bab 107

0Zhuge Yue menarik napas dalam-dalam, dan bersandar dengan lemah ke kasur lalu menggenggam potongan kayu yang menonjol itu. Menggertakkan giginya, dia mencabut kayu itu dengan satu entakan! Meringis kesakitan, dia berusaha menahan erangannya walaupun terasa sangat sakit. Dengan dicabutnya kayu itu, darah menyembur keluar!     

Chu Qiao tertegun, dan dia bergegas menekan luka yang terbuka itu untuk mencegah pendarahan yang lebih parah! Rasa sakit dari tekanan di lukanya hampir membuat Zhuge Yue pingsan. Sambil memegangi bahu pria itu, Chu Qiao bertanya dengan gelisah, "Bagaimana keadaanmu?"     

Pucat pasi dan masih menggertakkan giginya, Zhuge Yue menjawab, "Aku baik-baik saja."     

"Jangan bergerak, aku akan menutup lukamu." Chu Qiao berdiri dan berlari ke ruangan uap, dan tidak lama kemudian kembali dengan ember kayu. Dengan lincah, dia melompat ke kasur dan dengan gesit membersihkan lukanya.     

"Di dalam, masih ada banyak serpihan kayu. Aku harus mengeluarkannya."     

Tertegun, Chu Qiao menengadah untuk melihat mata Zhuge Yue, dan bertanya dengan muram, "Apakah kamu yakin kamu sanggup menahan rasa sakitnya?"     

Zhuge Yue mendengus. "Jangan buang waktu!"     

Chu Qiao menemukan sebuah belati dan dengan menggunakan api yang dia nyalakan dengan minuman keras, dia memanaskan belati itu untuk membasmi kumannya. Lalu dia memberikan sepotong kain kepada Zhuge Yue, dia menyarankan, "Gigit ini kalau kamu kesakitan." Zhuge Yue menerimanya, tetapi tidak meletakkannya di mulut dan hanya memegangnya di tangannya yang tidak terluka.     

Chu Qiao tidak berkata apa-apa lagi, dan dia memusatkan perhatiannya untuk mengobati luka pria itu. Batang kayu itu membuat luka yang lebih mematikan daripada belati biasa. Selain ukuran lukanya, cabikan dari kayu itu sudah mengait di dagingnya, dan banyaknya serpihan kayu membuatnya menjadi risiko untuk meradang dan infeksi kalau tidak dikeluarkan dengan benar. Menghadapi luka separah ini, tangan Chu Qiao mulai gemetar.     

"Apakah sebaiknya kita memanggil dokter?" Chu Qiao menggigit bibir bawahnya. Dia sepenuhnya sadar kalau begitu dokter tiba, identitasnya akan terbongkar, dan akan butuh keajaiban agar dia bisa kabur. Satu-satunya cara agar dia bisa selamat yaitu kabur pada saat dokter baru tiba.     

Zhuge Yue meraih belatinya, dan dia berkata dengan serius, "Kalau kamu tidak bisa menangani ini, biar aku lakukan sendiri." Sebelum dia selesai berbicara, dia sudah mulai mencungkil dagingnya sendiri.     

"Biar aku saja! Aku akan melakukannya!" Chu Qiao buru-buru merebut belati itu kembali. Setelah itu, dia memelototi Zhuge Yue. Mata Zhuge Yue setengah terbuka, dan dia terlihat seperti ini bukan urusannya. Kalau bukan karena kulitnya yang sangat pucat, orang mungkin mengira bukan dia yang terluka. Setelah menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya, Chu Qiao melanjutkan membersihkan luka Zhuge Yue.     

Setelah enam jam, matahari sudah mulai terbit. Basah kuyup oleh keringat dingin, Chu Qiao mengambil obat dari pakaian yang dia pakai pada saat pertama kali tiba di tempat ini. Dia melumuri obat itu ke luka Zhuge Yue. Dengan menggunakan saputangan yang bersih, dia memerban lukanya, dan dengan itu, perawatannya akhirnya selesai.     

Selama seluruh proses, Zhuge Yue tidak mengeluarkan suara sama sekali, dan Chu Qiao juga tidak sempat melihat dia juga. Sekarang setelah dia selesai, Chu Qiao baru menyadari kalau Zhuge Yue sudah pingsan, dan dahinya dipenuhi butiran keringat. Walaupun pingsan, alisnya tetap membentuk huruf "V". Kain di genggamannya juga sudah kuyup, dan rambutnya basah oleh keringat seakan-akan dia baru saja menyelam di bawah air.     

Chu Qiao membetulkan posisi tidurnya, lalu dia menggunakan handuk lembap yang bersih untuk membersihkan noda darah dan keringat di tubuh pria itu. Setelah selesai, dia menemukan potongan kain katun yang dia gunakan untuk mengeringkan rambut Zhuge Yue.     

Suara ayam jago berkokok terdengar dari kejauhan. Para pelayan datang untuk menyapa Zhuge Yue dari luar, tetapi mereka terkekeh-kekeh dan pergi setelah mendengar suara Chu Qiao yang gelisah mengatakan kalau Zhuge Yue belum terbangun. Memang, setelah malam sedahsyat itu, tampaknya Zhuge Yue perlu beristirahat selama sehari penuh. Lagipula, karena mereka akan tinggal di dalam Kota Wu Peng selama beberapa hari, para penjaga memberitahu para pelayan agar tidak mengganggu tuan mereka.     

Kembali ke samping kasur, Chu Qiao melihat Zhuge Yue masih tertidur lelap. Merundukkan kepalanya, wajah Chu Qiao menunjukkan betapa melelahkannya malam yang dia lewati. Mengamati pria yang tertidur itu, pandangannya perlahan menyapu alisnya yang tegas, matanya yang terlihat jahat, bibirnya yang merah menyala, dan mulut pria itu yang selalu mengucapkan kata-kata kejam padanya.     

"Kita adalah musuh," gumam Chu Qiao. Dia sendiri tidak tahu apakah kata-kata ini ditujukan pada Zhuge Yue atau untuk dirinya sendiri. Dia melanjutkan, "Secara resmi, aku adalah budak yang sudah mengkhianati kekaisaran, sedangkan kamu adalah bangsawan di dalam kekaisaran. Secara pribadi, kamu telah membunuh Linxi, Zhixiang, Adik Ketujuh, Adik Kedelapan, dan banyak lagi saudaraku yang lain. Kamu juga memaksaku dan Yan Xun hidup menderita selama delapan tahun di ibu kota. Aku membunuh kakekmu, pelayan-pelayanmu, dan mengkhianati keluarga Zhuge. Permasalahan di antara kita tidak bisa diselesaikan kecuali salah satu dari kita mati. Kita seharusnya tidak bersimpati pada satu sama lain, dan saling membunuh adalah sesuatu yang wajar …."     

Seperti yang dia katakan, itu adalah hal yang wajar secara moral, emosional, dan secara logika. Dan memang, sebelum kejadian ini, Chu Qiao tidak pernah goyah dengan tekadnya. Namun untuk berbagai alasan, saat ini, suaranya menjadi semakin kecil dan kecil lagi, sampai-sampai dia sendiri sudah tidak bisa mendengar gumamannya. Melihat pria yang masih meringis dalam tidurnya, Chu Qiao membelai luka pria itu.     

"Tak peduli apapun yang terjadi di masa lalu, aku berutang nyawa padamu." Chu Qiao berbisik perlahan, "Zhuge Yue, aku minta maaf."     

Ruangan itu sangat sunyi, dan matahari pagi mulai terbit, membuat bayangan dari jendela ke atas lantai. Chu Qiao duduk di sisi kasur dan bersandar di samping Zhuge Yue. Rasa lelah yang luar biasa mengambil alih kesadarannya, ia pun terbawa ke negeri mimpi.     

Pada saat Zhuge Yue akhirnya membuka matanya dengan lemah, di luar sudah gelap. Chu Qiao telah membantunya berganti dan memakaikan jubah rumah sutra hitam berlengan panjang. Dengan sulaman anggrek emas, jubah itu sangat halus saat disentuh. Merasa lapar dan sakit di sekujur tubuhnya, Zhuge Yue merengut, dan bergumam dengan kesal, "Teh!"     

Chu Qiao menuangkan secangkir air dan memberikannya pada Zhuge Yue.     

Mungkin karena dia sangat haus, Zhuge Yue menenggak habis tanpa melihatnya. Setelah itu, dia menjilat bibirnya yang kering lalu membanting cangkir itu. Dia membentak, "Aku mau teh!" Begitu dia menyelesaikan kalimatnya, dia membuka, karena dia akhirnya menyadari kalau orang yang tadi memberikan cangkir padanya adalah Chu Qiao. Sekejap kemudian, dengan cepat dia memproses situasinya.     

"Terlalu pusing?" Tanpa menghiraukannya, Chu Qiao turun dari kasur dan memungut pecahan cangkir. Dengan santai dia menunjuk ke arah keranjang makanan di atas meja dan berkata, "Ada makanan di sana, silakan makan."     

Baru saja kehilangan kesabarannya, Zhuge Yue menarik napas dalam untuk menenangkan dirinya, namun ia merasakan sakit dari luka di bahunya. Masih mengernyit, dia bertanya, "Mengapa kamu belum melarikan diri?"     

"Aku mau kabur," Chu Qiao merengut, dan berbalik badan. "Pelayanmu mengelilingi ruangan ini, mengamatimu seharian. Bagaimana aku bisa kabur?"     

Zhuge Yue menjawab, "Jujur sekali."     

Mengangkat bahunya, Chu Qiao menjawab, "Apakah aku harus mempermanis kata-kataku saat berbicara denganmu?"     

Setelah membersihkan lantai, dia duduk bersila dan memelototi Zhuge Yue. Dengan tenang, ia bertanya, "Apa yang kamu inginkan? Langsung saja."     

Zhuge Yue meliriknya dari sudut mata, sambil turun dari kasur dan mengambil makanan di meja. Saat dia akan mulai makan, rasa sakit di bahunya membuat dia tidak bisa mengambil makanan itu dengan baik. Setelah itu, dia berbalik, dan dengan sangat alami, dia memerintahkan, "Kemari, suapi aku."     

Chu Qiao merengut namun mengabaikannya.     

Zhuge Yue duduk di samping meja dan berkata dengan tidak masuk akal, "Biasanya suasana hatiku buruk saat sedang lapar, dan tidak mau berbincang dengan orang lain. Apapun yang mau kamu tanyakan, tunggu sampai aku kenyang."     

Melompat turun dari kasur, Chu Qiao dengan tenang mengambil semangkuk kuah. Tiba-tiba, dengan suara keras, dia menghantamkan mangkuk itu ke meja. Mangkuk keramik itu pecah, dan sebagian besar kuahnya menciprat ke dada Zhuge Yue. Dengan menjerit, Zhuge Yue melompat berdiri, dan dia menatap dengan ngeri ke bagian basah yang masih beruap, dengan makanan yang menempel di pakaiannya bagaikan semacam hiasan yang menjijikkan.     

Wajah Zhuge Yue menjadi gelap. Matanya terlihat seperti dia bisa mengamuk kapan saja. Dia berputar ke ruangan uap, dan dia memerintahkan dengan muram, "Kemari! Lap badanku!"     

Ruangan uap? Lagi?     

Masih memakai celana sutranya, Zhuge Yue memperlihatkan bagian atas tubuhnya dan berdiri di tengah ruangan uap itu. Melihat ke Chu Qiao yang masih berdiri di pintu, dia mendengus. "Mengapa kamu berdiri di sana? Kemari!"     

Dada Chu Qiao kembang kempis dengan marah. Menarik napas dalam beberapa kali, dia mengepalkan dan membuka tinjunya beberapa kali untuk mencegah dirinya mengamuk. Akhirnya, dia berjalan sambil mengambil sebuah ember kayu besar yang dia lewati. Lalu ia mengisi ember itu dengan air panas dan berjalan menuju Zhuge Yue. Dengan matanya yang sangat dingin karena marah, bahkan Zhuge Yue mau tidak mau merasa merinding di punggungnya. Pria itu langsung melangkah mundur dan berpose jaga-jaga, sambil bertanya dengan hati-hati, "Apa yang sedang kamu lakukan?"     

Mengangkat ember itu dengan satu tangan sambil menahan dasar ember itu dengan tangan satunya, Chu Qiao menjawab dengan santai, "Bukankah kamu memintaku mengelap tubuhmu? Kalau tidak dibuat basah dahulu, bagaimana aku bisa mengelapnya?"     

"Aku terluka!" pemuda itu mengernyit dan menekankan.     

"Iya, aku tahu." Chu Qiao mengangguk dengan sungguh-sungguh. "Aku yang membuat luka itu!"     

"Jadi kamu akan langsung menyiramnya dengan air begitu saja?"     

"Kalau tidak dibasahi dahulu, bagaimana aku bisa mengelapnya?"     

Percakapan ini mulai mengulang lagi. "Tetapi aku terluka!"     

"Iya, aku tahu. Aku yang melukai kamu."     

"Cukup!" Zhuge Yue menjadi jengkel. "Keluar."     

Chu Qiao melihat ke ember kayunya. "Yakin? Kamu sudah tidak perlu aku bantu mengelap badan?"     

Zhuge Yue sudah tidak bisa menahan amarahnya, dan dia berteriak, "Keluar!"     

Dengan itu, Chu Qiao berbalik badan dan sambil bersiul, ia berjalan keluar dengan santai.     

Tubuh Zhuge Yue sangat kotor, penuh dengan noda darah dan keringat, dan tambahan terbaru adalah semangkuk kuah manis. Dengan menyedihkan, Zhuge Yue berdiri di samping kolam sambil melepaskan celananya dengan perlahan. Satu-satunya pilihan baginya untuk membersihkan dirinya adalah dengan masuk ke dalam air. Asalkan dia berhati-hati dan tidak membiarkan air itu menyentuh lukanya, maka akan baik-baik saja. Kalau tidak, luka ini berisiko mengalami peradangan, dan luka yang meradang akan meninggalkan bekas luka yang jelek.     

"Oi! Ini adalah pakaian bersih yang baru kuminta pelayanmu ambilkan."     

Pintu ruangan uap itu ditendang terbuka, Karena refleks, Zhuge Yue melompat ke dalam air, dan berteriak dengan jengkel, "Keluar dari sini!" Zhuge Yue lupa kalau karena uap air yang memenuhi ruangan, selain bayangan dirinya yang melompat ke dalam air dengan berdebur, Chu Qiao hampir tidak bisa melihat apapun lagi.     

Saat melihat sosok yang melompat ke dalam air, Chu Qiao terkikik-kikik, dan mengingatkannya, "Hati-hati! Jangan sampai tenggelam!" Lalu dia pergi.     

Air sudah meresap sepenuhnya di luka itu. Karena frustrasi, Zhuge Yue mencabut perbannya, dan meninju permukaan air dengan marah!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.