Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 158



Bab 158

0Dengan suara nyaring, telapak tangan Wakil Jenderal Cheng mendarat di wajah Sun He. Cheng Yuan menarik kerah Sun He dan membentak dengan dingin, "Apa kamu bodoh? Apa kamu tidak tahu hubungannya dengan Yang Mulia? Kita sudah sampai di titik ini, kalau gadis itu tidak mati, kita hanya bisa menunggu Yang Mulia pulang dan mengorbankan kita untuk negara!"     

Karena keadaan sudah menjadi seperti ini, kalau mereka mau selamat, mereka hanya bisa melanjutkan rencana semula. Karena mereka sudah menganggapnya sebagai palsu, mereka hanya bisa terus mempertahankan cerita itu!     

Setelah memantapkan hatinya, Cheng Yuan berseru dengan dingin, "Pasukan garnisun barat, berkumpul!"     

Xue Zhi Yuan terbangun oleh suara genderang perang yang berkumandang di seluruh kota. Menahan rasa sakit yang menyebar di sekujur tubuhnya, dia berjalan ke atas tembok kota dan sangat kebingungan. Matanya terbelalak kaget, saat dia mendengar suara gadis yang tak asing dari luar tembok, dan di saat dia melihat formasi yang terbentuk di dalam kota, dia langsung mengerti apa yang terjadi. Dia segera berlari turun, dan mendorong para penjaga, lalu bertanya, "Apa yang kalian lakukan? Cepat, buka gerbang! Itu Nona Chu dari Kantor Staf Militer!"     

Cheng Yuan maju dengan dingin dan menutup mulut Xue Zhi Yuan. Dengan lukanya yang parah, Xue Zhi Yuan tidak bisa memberontak sama sekali, dan Cheng Yuan berbisik di telinganya, "Kalau hal ini sampai diketahui seluruh dunia, kamu yang akan mati pertama! Membawa pulang informasi yang salah, dan menciptakan kepanikan di dalam pasukan, kamu pikir Yang Mulia akan memaafkan kamu? Kalau kamu masih mau hidup, tutup mulutmu! Kalau tidak, aku akan mengirimmu menemui sang pencipta sekarang juga!"     

Mata Cheng Yuan membeku, dia melangkah pergi dengan nafsu membunuh yang meluap-luap sambil memberikan perintah lebih lanjut, "Dengarkan aba-aba dariku nanti. Kita akan berpura-pura bersikap ramah dulu. Sun He akan memutar ke samping mereka, dan Li Lu akan menyerang mereka dari belakang. Kita akan mengepung mereka dan menghancurkan mereka di dalam kota, dan kita tidak boleh membiarkan seorang pun lolos!"     

Xue Zhi Yuan terperangah dan berdiri diam di tempat. Darahnya yang mendidih menjadi beku saat dia tertegun melamun. Tiba-tiba dia teringat pada saat bertahun-tahun lalu, dirinya begitu bergairah dan bersemangat saat dia sedang kelaparan dan pertama kali mendengar tentang pola pikir Da Tong. Sepanjang perjalanan ini, dia telah menghadapi begitu banyak rasa sakit dan kesulitan, namun dia menolak untuk menyerah kepada kelemahan dan kelelahannya. Tetapi di saat ini, kepercayaannya, impiannya, dan seluruh dunianya runtuh! Wajahnya menjadi pucat, dan dia tersandung ke belakang. Xue Zhi Yuan berbalik badan dan berlari ke tembok kota. Sosoknya yang lincah menaiki tangga dengan cepat bagaikan binatang buas!     

Cheng Yuan bereaksi dengan cepat dan berteriak, "Hentikan dia!"     

Namun, hanya sekejap itu yang dibutuhkan oleh Xue Zhi Yuan untuk mencapai puncak tembok kota, dan dia berteriak ke bawah, "Chu Qiao, lari!"     

Dengan beberapa suara mendesing yang tajam, hujan panah menusuk sosok pria itu, dan panah-panah itu muncul di sisi lain pria tersebut, menembus tubuhnya. Darahnya tumpah di atas tembok kota, dan darah panasnya menetes turun bagaikan benih, mendarat di tanah dekat tembok kota yang megah, membuat lubang kecil berwarna merah di atas salju!     

Semua orang yang melihat itu sangat terkejut. Angin dingin meniup jubah pria itu dan menggesek sosok muda yang pernah menampung ambisi besar itu. Matanya masih sangat jernih, penuh dengan kegigihan yang menakjubkan. Sumpahnya bertahun-tahun lalu menggema di telinganya, "Aku bersedia mengorbankan seluruh hidupku demi Yan Bei Da Tong. Tidak ada aku, tidak ada keuntungan pribadi, dan aku akan berjuang seumur hidupku demi kemerdekaan!" Semua suara berhenti, dan sosok pria itu bergoyang perlahan di tengah angin, lalu tertiup angin dan jatuh ke tanah Yan Bei yang dingin! Warga sipil di sana menjerit ketakutan dan mereka berhamburan ke sana kemari berusaha meninggalkan gerbang kota itu.     

Chu Qiao duduk di atas kudanya, matanya merah. Dia meneguhkan pandangannya dan semangat serta kemarahan di dalam hatinya kembali menyala. Akhirnya, dia mengangkat telapak tangannya, dan memberikan perintah yang pendek dan sederhana, "Mundur!"     

Sebelum pergi, Chu Qiao berbalik untuk menatap bendera Yan Bei yang masih berkibar di udara, para prajurit yang berkerumun di atas tembok, tubuh-tubuh yang berserakan di medan perang, dan prajurit muda yang pernah dia tampar dua kali. Gadis itu menghela napas, dan hatinya terasa sangat berat.     

"Aku pasti akan membalas dendam ini. Aku bersumpah! Atas nyawaku!"     

Mataharinya muncul dari kaki langit, mewarnai seluruh pemandangan dengan warna keemasan. Seolah-olah bahkan para dewa ingin memberkahi bumi pada hari itu. Dengan kecepatan mundur seperti itu, bahkan jika Cheng Yuan mengejar sekuat tenaga, dia tidak akan bisa melenyapkan mereka sepenuhnya. Hati pria itu menciut, sementara Sun He memandangi pasukan kavaleri yang semakin menghilang itu, dan bertanya, "Tuan, apa yang harus kita lakukan?"     

Saat melirik ke arah Sun He, pandangan Cheng Yuan sangat dingin, dan dia berbalik badan, lalu tanpa mengatakan apa pun, pria itu pergi.     

"Apa yang harus aku lakukan?" Cheng Yuan menanyakan pertanyaan yang sama pada dirinya sendiri. Dia akan mencari jalan keluar. Pasti! Harus!     

Dengan matahari yang terik di langit, hari yang baru telah tiba! Tetapi dua jam kemudian, sebuah awan besar melayang mendekat dari Utara, dan suara gemuruh bisa terdengar dari kejauhan. Sebelum sempat menghabiskan sarapan, bisa terlihat di ujung langit, lautan kelabu yang muncul dari Timur. Benda itu terlihat luas tiada akhir dan menutupi seluruh daratan. Ribuan demi ribuan kuda memacu di atas padang salju, sementara angin membuat pakaian mereka berkibar-kibar bagaikan kawanan elang yang sedang terbang!     

Para prajurit Yan Bei dari Pasukan Kedua, yang selama ini hanya bertempur melawan garnisun setempat, tidak pernah melihat formasi yang begitu megah sebelumnya. Dilengkapi dengan kuda-kuda yang unggul, baju perang yang tangguh, pedang yang diasah tajam, dan barisan yang rapi, formasi yang sedang mendekat itu membuat beberapa prajurit, bahkan yang sudah veteran, menjadi kebingungan, sambil bergumam putus asa, "Para iblis sudah tiba!"     

Dengan bendera besar yang melambai di tengah angin bagaikan ombak di lautan, dan pedang-pedang yang berbaris bagaikan hutan, seluruh kaki langit didominasi oleh warna abu-abu metalik. Perlahan, warna itu mengisi seluruh dataran dengan formasi mereka yang rapat dan rapi. Formasi di tengah terlihat padat dan tangguh, dan bagian samping mereka membentang seperti sayap elang. Di belakang, bisa terlihat pasukan cadangan mereka bersiap untuk mengisi kekosongan. Seluruh formasi itu merentang lebih dari lima kilometer, dan tampaknya masih ada beberapa formasi yang masih belum memasuki Dataran Huo Lei.     

Bagi mereka yang belum pernah mengalami ini secara langsung tidak akan mengerti betapa megahnya pemandangan itu, sementara orang-orang Yan Bei tampaknya diliputi oleh rasa takut dan gelisah. Dalam seratus tahun terakhir, Kekaisaran Xia tidak pernah menanggapi dengan serius ejekan dari Da Tong yang terus mereka lakukan. Bahkan ketika Kekaisaran Xia mengepung Yan Shicheng, mereka hanya mengirim pasukan keluarga Meng saja. Tetapi kali ini, ada empat pasukan yang masing-masing berjumlah lebih dari seratus ribu, belum lagi bala bantuan yang masih belum memasuki formasi.     

Kali ini Kekaisaran Xia benar-benar mengamuk. Menghadapi percobaan pemberontakan pertama yang menentang kewenangan Kekaisaran, Pasukan Xia menyerang balik dengan segenap kekuatan mereka untuk menjaga martabat kekaisaran mereka!     

Angin kencang bertiup di langit di atas Yan Bei. Saat Bei Shuo sedang gemetar di hadapan kekuatan Kekaisaran, tidak jauh dari kaki Gunung Luo Ri, bendera Garnisun Utusan Barat Daya berkibar di bawah awan gelap yang menggantung. Duduk di atas kudanya, Chu Qiao menatap tujuh ribu pasang mata yang menatap kembali ke arahnya, sambil memberikan perintah berikut:     

"Bei Shuo akan tumbang. Satu-satunya pilihan yang tersisa bagi kita adalah mengambil alih Persimpangan Chi Yuan dan menduduki Kota Chi Du. Dengan demikian, kita bisa memperkuat barisan pertahanan kedua! Ini adalah perintah dan berlaku mulai dari sekarang. Seluruh pasukan, berangkat!"     

Pada saat Garnisun Utusan Barat Daya mulai bertindak dan bergegas menuju Persimpangan Chi Yuan, di dalam tenda utama perkemahan pasukan Xia, Zhao Qi merengut sambil menandai peta dan bergumam, "Adik Keempat Belas seharusnya sudah tiba."     

Di tempat tujuan mereka, tiga anak sungai bergabung menjadi satu. Sungai Li, Sungai Zan Xi, dan Sungai Wu bergabung di sana dan membentuk Sungai Chi Shui yang mengalir melalui seluruh Benua Meng Barat. Sebuah kota kecil terletak di titik itu dan bernama Kota Chi Du.     

Pekikan elang di langit menandai awal dari Operasi Militer Utara yang pertama. Langkah kaki malaikat pencabut nyawa akan segera mengunjungi tanah yang dingin ini. Saat air sudah membeku, dan sungai tertutup oleh selimut salju, kedua pasukan yang bertentangan itu berpacu menuju kota kecil tersebut, berniat menduduki lokasi yang strategis itu.     

Dua orang komandan terkenal akan segera bertemu di medan perang, yang akan memuncak menjadi apa yang kelak dikenal sebagai Pertempuran Chi Du. Terompet perang berbunyi di tengah angin dingin, saat gelombang sejarah mulai menggemuruh. Cao Meng Tong berdiri di depan pasukan Yan Bei, dan sambil mengayunkan bendera sucinya yang menandakan dimulainya perang tersebut, dia berteriak dengan suara yang sangat lantang untuk usianya yang tua, "Semoga surga melindungi Yan Bei! Melindungi agar kita bisa menang dalam pertempuran ini! Para pejuang! Bertarunglah! Demi Yan Bei! Demi kemerdekaan!"     

Pada sore hari, salju mulai turun lagi. Dengan angin kencang yang meniup kepingan salju itu ke kulit, rasanya seperti sayatan pisau. Sebuah pasukan besar muncul dari dalam badai tersebut, di antara formasi yang rapat itu sesekali bisa terlihat kilauan dari pedang-pedang mereka. Dengan kuda-kuda yang memacu secepat mungkin, wajah Chu Qiao sudah mati rasa karena angin membeku yang terus menerpa wajahnya. Setelah sembilan jam di tengah hantaman angin, semua orang sudah membeku kaku, mata mereka merah karena kering. Pasukan berjumlah 7.000 orang ini berdiri di dataran kosong bagaikan bangunan yang tidak memiliki pilar utama, seakan-akan kapan saja bisa tergulung dan tertelan di dalam badai peperangan yang mendekat.     

Seorang pengintai bergegas kembali. Penunggang di atas kuda itu terlihat sangat muda, dari wajahnya terlihat dia paling hanya berusia 18 tahun. Kudanya sangat cepat, saat dia mendekati Chu Qiao, tangannya menunjuk ke Pegunungan He Lan di Timur. Bibirnya gemetaran, dia tidak berkata apa pun.     

"Apakah Pasukan Xia sudah semakin dekat?"     

Pengintai itu tidak menjawab dan hanya mengangguk. Tubuhnya kaku karena kedinginan, sehingga cara dia mengangguk terlihat aneh, seperti boneka yang talinya putus.     

"Seberapa jauh mereka? Dua puluh lima kilometer?"     

Pengintai itu tidak menjawab, Chu Qiao terus menebak, "Lima belas?"     

Masih tidak ada jawaban, hati Chu Qiao menciut, suara gadis itu terdengar khawatir saat dia bertanya lagi, "Sepuluh kilometer?"     

Pengintai itu mengangguk perlahan. Chu Qiao membuka kerudungnya dan membungkuk kepada pemuda itu dari atas kudanya. "Terima kasih."     

Dengan bunyi berdentum, pengintai itu jatuh dari kudanya setelah mendengar jawaban dari Chu Qiao. Para prajurit di sekitar segera turun dari kuda dan membantunya. Tetapi saat menyentuhnya, mereka hanya bisa merasakan dingin, dan napasnya telah berhenti. Dalam cuaca sedingin ini, para pengintai harus menyamarkan diri mereka di tengah salju untuk mengecoh lawan sebelum kembali. Pada saat dia kembali, dia sudah di penghujung nyawanya. Walaupun sepuluh kilometer itu adalah jalur pegunungan yang sempit, tetapi mengingat kualitas prajurit Xia, mungkin mereka hanya butuh waktu sepuluh menit untuk melewatinya. Namun, dengan waktu sesingkat itu, apakah Chu Qiao bisa memasuki Kota Chi Du?     

Tatapan Chu Qiao tajam bagaikan pedang. Menatap ke kejauhan, dia mengamati kota yang tidak terlalu jauh dari sana. Dia sudah mengirimkan dua kelompok untuk bernegosiasi dengan penjaga mereka, dan sudah beberapa menit berlalu tanpa ada kabar.     

Telapak tangannya mulai berkeringat dingin, dan tangannya yang menggenggam pedang mulai membeku. Kecil harapan mereka bisa diizinkan masuk ke dalam kota tersebut. Mereka tidak membawa surat dari Yan Xun, dan juga tidak memiliki dokumen apa pun dari markas pusat. Dan karena terburu-buru saat meninggalkan kota, dia tidak membawa apa pun yang bisa membuktikan identitasnya. Karena itu, mereka tidak memiliki cara untuk mendapatkan kepercayaan dari kota tersebut untuk meyakinkan mereka kalau pasukan ini adalah bagian dari pasukan Yan Bei yang hendak memperkuat pertahanan kota ini.     

Kalau Garnisun Kota Chi Du tidak memercayai mereka dan menolak untuk membiarkan mereka masuk ke dalam kota, pertempuran antara pasukan Chu Qiao yang hanya beranggotakan 7.000 kavaleri ringan melawan puluhan ribu prajurit Xia hanya akan berarti kematian! Hal ini adalah sesuatu yang sangat dimengerti oleh Chu Qiao, melebihi siapa pun!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.