Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 239



Bab 239

0"Keluarga Chu telah diberkati dengan menghasilkan pewaris yang luar biasa bagi keluarga. Mereka baik hati, terpelajar, dan penuh hormat. Mereka adalah orang-orang yang berbudi luhur dan baik hati yang harmonis dan berbudaya. Dengan ini, Chu Qiao diberi gelar sebagai Selir Kekaisaran. Dia akan mengawasi urusan negara, untuk memastikan kemakmurannya."     

Sebuah suara yang lantang dan tegas menggema di dataran yang terang benderang itu. Sebuah mahkota, terbuat dari emas murni, ditempatkan di depan altar kuil leluhur. Benda-benda seperti segel giok kekaisaran, kuas ditempatkan di samping mahkota; benda-benda itu adalah hal yang membuat siapa pun rela mati untuk memilikinya, karena benda-benda itu menandakan kekayaan dan kekuasaan si pemegang. Setelah mengambil satu langkah maju, gadis itu akan memegang barang-barang itu di tangannya—tidak ada seorang pun di dunia ini yang bisa melukainya dengan mudah lagi.     

Gadis itu berdiri di atas Panggung Phoenix, menatap ke banyak bayangan yang sedang berlutut di bawahnya. Dia melihat kecemburuan, kebencian, kecemasan, ketakutan, keraguan, dan sedikit harapan di antara bayangan-bayangan itu, tetapi tidak ada yang membuatnya merasa hangat di dalam. Tangga batu giok di bawah kakinya begitu dingin, dan demikian juga sinar matahari.     

Seorang cendekiawan dari Departemen Ritual berlutut di depan gadis itu, dengan sebuah segel di tangannya. Pria itu, yang berusia sekitar 70 tahun, menundukkan kepalanya saat lututnya yang sudah tua gemetaran.     

Angin bertiup melewati elang-elang yang sedang berputar di langit. Gadis itu menatap gerbang kota merah Ibu Kota Tang yang megah. Gerbang itu, yang telah mengalami badai yang tak terhitung jumlahnya selama ratusan tahun terakhir, seolah-olah balas menatapnya, dan menanti momen bersejarah ini. Begitu Chu Qiao menerima benda tersebut, dia akan memegang kekuasaan penuh atas seperempat dunia ini.     

Saat itu juga, Chu Qiao seolah melihat sepasang mata itu lagi, dengan tampilan dinginnya yang khas di luar, tetapi dengan penuh hasrat di dalam. Wajah pria itu tampan ketika dia memberi isyarat: Ingat untuk menunggu aku! Ingat! Tunggu aku!     

Sirene untuk menandakan dimulainya upacara penobatan tiba-tiba meraung. Di luar Ibu Kota Tang, seekor kuda perang berdiri sendirian di pintu masuk sebuah jembatan. Rumput musim gugur yang layu dan kuning bergoyang mengikuti angin saat sinar matahari memancarkan sinar keemasannya ke tanah tandus itu.     

Pria itu berpakaian ungu dengan rambut yang disisir rapi. Dia tampan dan memiliki pandangan yang dalam di matanya. Embusan angin bertiup melewatinya, dengan sedikit angin memasuki lonceng yang tergantung di leher pria itu, membuatnya mengeluarkan beberapa kata lembut.     

"Ingat, aku akan menunggumu."     

Aku akan menunggumu …. Aku akan menunggumu ….     

Kemegahan pemandangan sekitar sekali lagi tampil saat matahari terbit melewati lapisan awan-awan.     

Boom! Sebuah suara menggema keluar dari gerbang selatan kota, membuat kuil leluhur terguncang.     

Kepulan besar awan debu mulai terbentuk di cakrawala sisi selatan. Semakin banyak sirene mulai meraung ketika banyak kuda mulai berlari kencang menuju kuil leluhur. Para prajurit di atas kuda berteriak, "Raja Jing An ada di sini dengan pasukannya! Jenderal Xu Su telah membelot ke musuh! Raja Jing An ada di sini dengan pasukannya! Jenderal Xu Su telah membelot ke musuh!"     

Dalam seketika, kota itu tenggelam ke dalam kekacauan. Wajah semua orang mulai suram. Sun Di berdiri di bawah panggung dan wajahnya mulai pucat. Pria 70 tahun tadi jatuh ke tanah dan segel di tangannya jatuh ke atas tangga batu giok putih, memancarkan cahaya keemasan.     

Chu Qiao berjalan menuruni tangga perlahan-lahan dan berdiri di depan Sun Di. Pria itu menatap Chu Qiao dengan tatapan dingin dan ketakutan di matanya.     

"Jenderal Sun," Chu Qiao mengeluarkan sebuah surat dengan banyak nama pejabat yang tertulis di dalamnya. "Ini adalah daftar pejabat yang secara diam-diam berkolusi dengan Raja Jing An untuk memberontak. Tolong tangani ini secepatnya."     

Saat Chu Qiao mengucapkan kata-katanya, wajah dari beberapa orang pejabat yang hadir di tempat itu mulai memucat. Sun Di menerima daftar itu dan memandangi gadis itu dengan curiga. Baru sekarang dia mengerti wanita yang sedang berdiri di hadapannya ini.     

"Aku akan memimpin pasukan untuk menyambut Raja Jing An. Aku akan meninggalkan keselamatan kota ini dan sang kaisar di tanganmu."     

"Kita memiliki kurang dari 150.000 prajurit di dalam kota. Jumlah musuh …."     

Chu Qiao memotongnya dan berkata, "Kita masih memiliki Jenderal Xu."     

"Jenderal Xu bukan …."     

"Ini bukan pertama kalinya dia melakukan hal ini."     

Sun Di benar-benar terperangah. Dia menatap Chu Qiao, yang telah melepaskan pakaian mewahnya yang semarak, memperlihatkan lapisan keperakan dari pelindung tubuh di bawah pakaian itu. Gadis itu melepaskan hiasan di kepalanya, lalu menutupi kepalanya dengan selembar kain hijau, dan menaiki seekor kuda yang dibawakan oleh He Xiao. Kemudian, dia berangkat ke luar dari kota bersama dengan Pasukan Xiuli.     

150.000 prajurit yang ditempatkan di luar dan di dalam kota sudah menunggunya. Gadis muda itu tidak lagi memiliki ekspresi dingin dan acuh tak acuh di wajahnya. Dia memancarkan gelombang semangat, seperti burung phoenix yang telah terlahir kembali dari abu. Dia mengangkat pedangnya di udara sambil berjalan ke arah kaki gerbang kota, sebelum dia berteriak, "Buka gerbang!" Pada saat itu, gadis itu bagaikan matahari terbit yang indah yang membangkitkan air mata di mata orang-orang.     

Sun Di terus menyaksikan saat gerbang kota perlahan terbuka. Ribuan prajurit bergegas menuju medan perang yang berjarak lima kilometer di luar gerbang dengan kecepatan yang menakutkan, meninggalkan jejak kepulan debu yang besar.     

Para pahlawan dilahirkan di masa-masa penuh kekacauan. Gadis itu adalah pedang yang ingin dimiliki oleh semua orang.     

Ketika angin bertiup melewati telinganya, Chu Qiao mengingat kata-kata terakhir Li Ce. "Setelah aku mati, istana akan terlempar ke dalam kekacauan. Kakak beradik Zhan hanyalah macan kertas. Serigala yang sebenarnya adalah mereka yang ada di dalam keluarga kekaisaran. Sun Di adalah orang yang radikal. Kalau dia melakukan sesuatu yang mencurigakan, lakukan sesuai rencana dan bawa barang yang kuberikan padamu ke Han Shui. Setelah Xu Su melihat itu, dia akan mengikuti perintahmu. Pasukan Serigala Tie You juga akan mendengarkanmu. Kalau kamu bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk memusnahkan mata-mata yang ditanam para pemimpin feodal di istana, itu berarti sekali mendayung dua pulau terlampaui. Sedangkan si Zhuge itu, jangan berpikir bahwa dia selalu pintar sepanjang waktu. Begitu menyangkut urusan kamu, dia akan menjadi idiot. Kamu tidak perlu mengingatkannya saat itu. Biarkan dia memimpin pasukannya untuk menyelamatkan kamu. Korban dari Tang akan berkurang, dan aku bisa membuatnya marah. Qiao Qiao, kamu telah menjalani kehidupan yang sulit. Kalau kamu tertahan sekali lagi karena kematianku, aku tidak akan pernah beristirahat dengan tenang bahkan jika aku mati."     

"Jangan kecewakan aku."     

….     

Mata Chu Qiao mulai berair. Dia mengerutkan bibirnya dan mencambuk kudanya sekali lagi. Kedua pasukan telah mulai bergelut di medan perang. Xu Su memimpin di garis depan dan petarung pemberani itu membawa sebuah pedang raksasa di dalam genggamannya. Sebuah bendera tergantung di belakangnya, dengan kata-kata berikut: Bunuh para pemberontak, habisi para pejabat korup.     

"Bunuh!" Pasukan Serigala mengeluarkan teriakan yang memekakkan telinga. Di bawah cahaya keemasan, pertarungan besar-besaran untuk pertama kalinya sejak upacara penobatan Kaisar Yong Jun telah dimulai.     

Pada hari ke-8 bulan kesepuluh dari Kalender Yong Jun, upacara penobatan palsu itu telah membuat Raja Jing An, Duan Qing, Hua Yang dan Da Gong untuk memberontak. Mereka mengutus 180.000 prajurit ke arah Jalur Han Shui, di mana sekutu mereka bergabung dengan mereka. Beberapa di antaranya termasuk Fang Huai Hai yang merupakan Wakil Jenderal dari Kamp Jin Ji di Shen Nan, Tian Ru Jia, Laksamana dari Pasukan Barat Dian Xi, Liu Mu Bai, Wakil Komandan Xi Zhao, Zhu Jiong, seorang jenderal dari kota Huai, dan Xu Su, jenderal dari Han Shui. Bersama-sama, kekuatan mereka seluruhnya lebih dari 400.000 saat mereka melaju menuju ke ibu kota. Saat penguasa ibu kota mendapat kabar ini, gadis itu membuka gerbang selatan dan menyambut musuhnya.     

Ketika Fang Huai Hai, Tian Ru Jia, Liu Mu Bai, Zhu Jiong dan Xu Su melihat simbol yang dibawa gadis itu, mereka bergegas menuju sisinya. Bersama-sama, beserta dengan Chu Qiao, mereka membunuh 30.000 musuh dan menangkap sisanya hidup-hidup. Raja Jing An, Zhou Yun, meninggal di bawah pedang Jenderal Xu, pada usia 57 tahun.     

Dua hari kemudian, Chu Qiao menggantung segel kerajaan di gerbang istana dan berlutut di bawah kuil leluhur, memohon kepada almarhum kaisar untuk menarik kembali perintahnya dengan alasan bahwa dia adalah seorang wanita dan tidak bisa memegang kekuasaan mutlak. Keesokan harinya, kaisar Yong Jun menyetujui perintah itu dan mencabut gelar Selir Kekaisaran dari Chu Qiao. Dia mengangkat gadis itu sebagai penguasa feodal kehormatan Tang, memberinya nama alias Xiuli, dan memberikan banyak hadiah berharga kepada gadis itu.     

Chu Qiao mengenakan jubah putih saat dia berdiri di depan gerbang istana. Saat terbenam, matahari memancarkan sinarnya ke arah gadis itu, memberinya sebuah aura damai dan tenang yang sangat berbeda dari aura gadis itu sebelumnya saat di medan perang.     

Kereta Sun Di baru saja meninggalkan istana. Ketika dia melihat Chu Qiao, keretanya berhenti. Pria itu berjalan ke arah gadis itu dengan perlahan, tidak tahu harus mengatakan apa. Setelah beberapa lama, melihat bahwa gadis itu masih mempertahankan sikap cerianya, Sun Di menundukkan kepalanya dan berkata, "Jenderal Chu."     

"Pasukan Xiuli telah menetap di Tang. Mereka bukan lagi pasukan pribadiku. Dengan mempercayakan mereka padamu, aku bukan lagi komandan dari Pasukan Xiuli. Jangan panggil aku 'jenderal' lagi," kata Chu Qiao dengan suara yang lembut.     

Sun Di, yang telah menyaksikan sendiri kehebatan gadis itu, tidak berani meremehkan dia lagi. Pria itu mengangguk dan menjawab, "Anda benar, Jenderal."     

Chu Qiao tersenyum sambil melanjutkan, "Kamu bisa membebaskan orang-orang yang menentang penobatanku dulu. Sang Kaisar masih muda. Saat ini adalah waktu yang tepat untuk membeli hati orang-orang tersebut. Aku tidak akan mengeluarkan keputusan ini atas nama dia. Setelah aku pergi, jangan lupa para pejabat setia itu yang ada di dalam penjara."     

Sun Di menjawab, "Saya akan mengingat kata-kata bijak Jenderal."     

"Jenderal Sun, kata-kata tadi diucapkan kepadamu oleh Raja Xiuli dari Tang. Sekarang, aku, Chu Qiao, juga ada beberapa pesan untukmu."     

Sun Di membeku saat dia mendongak dan melihat wajah cantik gadis itu. Dia mengangguk dan menjawab, "Silakan katakan."     

"Kamu tahu bahwa seorang wanita tidak akan pernah bisa naik takhta. Tidak peduli bagaimanapun, bahkan jika aku adalah Selir Kekaisaran atau penguasa Tang, itu tidak akan berdampak pada panggung politik Yan Bei dan Xia. Begitu waktunya sudah matang , perang tidak akan bisa dihindari. Tidak ada kesepakatan pribadi, perjanjian di bawah meja yang akan memengaruhi hasil ini. Saat ini, pasukan pemberontak di dalam Tang telah dihilangkan, tetapi kamu tidak boleh berpuas diri. Tidak ada yang bisa menebak bagaimana permainan ini akan dimainkan. Kita hanya bisa melakukan yang terbaik untuk membuat keadaan menjadi menguntungkan kita, untuk melindungi garis keturunan Li Ce dan Kekaisaran Tang."     

Sun Di menatap Chu Qiao sambil mengerutkan kening. Dengan nada berat, pria itu berkata, "Jenderal Chu, mengapa Anda menyerahkan hal-hal penting seperti itu kepada saya, meskipun saya telah menjebak Anda?"     

Chu Qiao tersenyum dan menjawab dengan santai. "Ada tiga alasan. Pertama, Tie You bertanggung jawab atas Pasukan Serigala dan Pasukan Jing Ji, sedangkan Jenderal Xu Su bertanggung jawab atas pasukan di luar ibu kota. Mereka semua adalah pejabat setia. Kamu adalah pejabat administrasi. Bahkan jika kamu memiliki kekuatan politik, kamu tidak berwenang untuk mengerahkan pasukan. Kamu tidak memiliki hubungan dengan keluarga kekaisaran juga. Bahkan jika kamu ingin memberontak, kamu tidak memiliki kekuatan yang diperlukan untuk itu."     

Saat matahari terbenam menyinari wajah Chu Qiao, gadis itu melanjutkan, "Kedua, ibu kota Tang baru saja melewati pertempuran yang tak terhitung jumlahnya. Warga sipil perlu waktu untuk beristirahat dan membangun kembali. Dengan kejatuhan raja-raja Luo dan Jing An, reputasi keluarga kekaisaran telah naik beberapa tingkat. Kamu tidak dihormati oleh warga sipil, karena itu mereka tidak akan mendengarkan kamu."     

"Ketiga," Chu Qiao tersenyum dan sebuah ekspresi licik melintas di wajahnya, "Aku percaya padamu."     

Jantung Sun Di hampir copot. Dia menatap Chu Qiao dan tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.     

"Aku percaya padamu. Li Ce juga percaya padamu. Meskipun tindakanmu ekstrem, kamu adalah pejabat yang paling setia di Tang. Sebelum Li Ce meninggal, dia mengatakan bahwa kamu adalah orang yang paling cocok untuk tugas ini. Aku sepenuh hati setuju dengannya."     

Gadis itu mengeluarkan dua lembar surat dan menyerahkannya kepada Sun Di. "Ini adalah surat yang ditulis secara pribadi oleh pangeran ketujuh Xia, Zhao Che, dan Raja Qing Hai, Zhuge Yue. Mereka bersedia membentuk aliansi dengan Tang. Posisi kamu akan diperkuat oleh dua kekuatan luar ini. Kamu tidak perlu khawatir tentang perlawanan internal. Aku akan mendukung kamu dengan segenap kemampuanku. Aku percaya bahwa kamu akan mendidik sang kaisar menjadi seseorang yang cakap."     

Jari-jari Sun Di mulai gemetar ketika dia menerima kedua surat itu, bersama dengan tanggung jawab berat yang menyertai mereka. Dia berlutut di depan Chu Qiao dan menyatakan, "Jenderal, tenanglah. Saya, Sun Di, bersumpah untuk setia kepada Tang. Jika sesuatu yang buruk terjadi pada Tang, saya akan mati untuk menebus dosa-dosa saya."     

"Jenderal Sun, berhenti bersikap kaku." Chu Qiao membantu pria itu berdiri dan menatapnya dengan tulus. "Karena kamu adalah teman Li Ce, kamu juga temanku. Jika dia memercayaimu, aku juga memercayaimu."     

Saat matahari terbenam, Sun Di berdiri di atas tembok kota yang megah saat Chu Qiao dikawal keluar dari kota oleh He Xiao, Ping An, dan yang lainnya. Sebuah bayangan panjang terbentuk di atas tanah kosong keemasan itu ketika gadis muda itu memacu pergi di atas kudanya, seperti seekor rajawali yang telah dibebaskan dari kurungan. Jubah putihnya menyebar di belakangnya saat gadis itu menunggang kudanya.     

Itu adalah seekor elang. Tidak ada yang bisa mematahkan sayapnya. Selain dirinya sendiri, tidak ada orang lain yang bisa memaksa gadis itu untuk tinggal.     

Pada saat ini, Sun Di mengerti mengapa temannya begitu setia kepada gadis itu selama bertahun-tahun. Sungguh membuka mata bahwa ada orang seperti itu di dunia ini. Pria itu mendongak dan mengambil napas dalam-dalam, seolah-olah melihat ekspresi riang temannya yang sedang bergumam padanya sambil tertawa, "Coba tebak apakah ada riasan di wajah putri ketiga Jenderal Hu?"     

Angin musim gugur terus bertiup. Ini adalah bulan yang dingin, namun juga musim dengan hasil panen yang melimpah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.