Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 148



Bab 148

0Melihat Chu Qiao yang bahkan tidak bisa membuka matanya lagi, Yan Xun tertawa terbahak-bahak. "Kamu setuju soal apa? Kamu sudah begitu lelah."     

"Aku … tidak lelah. Aku mendengarkan dengan saksama sejak tadi," Sambil menguap, Chu Qiao menjawab.     

Yan Xun berdiri, dan dengan satu gerakan cepat, dia mengangkat gadis itu di tangannya seperti pengantin, dan berbisik lembut, "Tidak ada gunanya mengkhawatirkan dia. Bagaimanapun, apa yang akan terjadi, akan tetap terjadi. Mari kita tunggu dan lihat siapa yang akan bertindak terlebih dahulu."     

Meringkuk di dalam pelukan Yan Xun, Chu Qiao hanya menjawab dengan gumaman. Dengan tangannya melingkar di leher Yan Xun, gadis itu tertidur lelap.     

Di bawah sinar bulan, terompet isyarat untuk memadamkan lampu terdengar dari perkemahan tentara di kejauhan. Dengan ribuan lampu yang dipadamkan hampir bersamaan, sungguh suatu pemandangan yang menakjubkan. Melihat wanita di dalam lengannya, Yan Xun tiba-tiba merasa penuh tenaga dan motivasi.     

Di dalam halaman samping keluarga Zhuge, Tuan Keempat dari keluarga Zhuge sedang bersantai dan minum teh. Sejak dahulu dia adalah orang yang merawat dirinya sendiri dengan baik. Walaupun dia baru saja dimusuhi oleh keluarganya, dia tidak menyerah seperti yang diperkirakan oleh orang lain. Sebaliknya, dia mulai bersantai, dan dia memulai berbagai macam hobi, seperti merawat tanaman, mencicipi teh, menulis kaligrafi, dan membaca. Dari waktu ke waktu, dia bahkan pergi ke istal untuk menunggang kuda.     

Melihat keadaannya sekarang, tidak ada yang akan menyangka kalau dia baru saja kalah dalam perebutan kekuasaan di dalam keluarganya, karena dia melakukan kesalahan besar yang membuat dia berakhir dalam keadaannya saat ini di mana sangat tidak mungkin baginya untuk kembali berkuasa. Sekarang, dia bahkan tidak bisa berjalan keluar dari pintu keluarga Zhuge dengan bebas, pada dasarnya dia sedang menjadi tahanan rumah.     

Yue Qi berjalan ke dalam ruangan itu, dan perlahan mengabarinya, "Tuan, saya sudah kembali."     

"Ya." Zhuge Yue dengan malas melirik dan menyahut. Lalu dia kembali mengamati daun teh di cangkirnya dengan saksama.     

"Pangeran Ketujuh telah kembali ke ibu kota, dan sedang menuju Istana Sheng Jin. Para prajurit dari Pengadilan Shang Lu ada di sisinya. Namun, Perwira Militer Barat Daya tidak lagi mengikutinya. Saya dengar pasukan itu sudah diambil alih oleh Pangeran Ketiga."     

Gerakan Zhuge Yue menjadi pelan untuk sesaat lalu dia tersenyum tipis. Tidak mungkin untuk menebak apa yang ada di dalam pikirannya.     

"Berbagai provinsi di wilayah barat laut sudah melaksanakan persiapan untuk pasokan logistik. Keluarga Batuha akan mengirimkan 10.000 pasukan elite mereka, dan Pangeran Keempat Belas akan mengikuti pasukan ini juga. Kali ini, kekaisaran mengumpulkan 300.000 pasukan, dan semuanya terdiri dari kavaleri elite dan infanteri berat. Ini adalah pasukan yang sangat kuat."     

Sambil meminum tehnya, Zhuge Yue mendengus perlahan, lalu menjawab dengan santai, "Bahkan jika sekawanan anjing menyerang bersama, mereka tidak bisa mengalahkan seekor singa. Kekaisaran Xia pasti sudah putus asa kalau kita mengirim sekelompok orang tak berguna itu sekarang."     

Yue Qi agak terkejut karena ucapan tuannya yang pedas, dan bertanya, "Tuan, Pangeran Ketiga lulus dari Aula Shang Wu, dan Pangeran Keempat Belas juga kembali dari Barat Laut setelah beberapa kali memenangkan pertempuran kecil melawan pasukan Yan Bei. Pasukan Keluarga Batuha sangat kuat dan ganas. Mengapa anda menganggap mereka tidak berguna?"     

Perlahan mengangkat kepalanya, Zhuge Yue menatap Yue Qi dengan matanya yang hitam pekat, dan perlahan menjelaskan, "Di atas kertas, mereka tampak hebat. Tetapi kenyataannya, keadaan akan sangat berbeda. Kalau pertempuran ini dipimpin oleh Zhao Qi, atau Zhao Yang, atau siapa pun, akan ada 50 persen kesempatan untuk menang. Namun, kali ini, pasukan ini adalah gabungan dari 3 kekuatan yang masing-masing dipimpin oleh komandan yang menilai dirinya terlalu tinggi. Hasil seperti apa yang menurutmu akan terjadi?"     

Mendengar itu, Yue Qi terperangah.     

Zhuge Yue sedikit mengerutkan keningnya saat dia melanjutkan ucapannya, "Di dalam pasukan, hanya dibutuhkan satu suara untuk memimpin. Hal itu akan memastikan komunikasi strategi dan perintah yang efektif. Sekarang, dengan tiga suara yang saling mengganggu satu sama lain, kalau Yan Xun tidak bisa memanfaatkan kelemahan kita, dia benar-benar bodoh."     

Berdiri dengan perlahan, Zhuge Yue berjalan menuju ruangan dalam di bangunan tersebut. Sambil berjalan, dia memerintahkan, "Kabari Zhu Cheng untuk menarik semua usaha dan aset kita dari barat. Perang ini akan berlangsung lama dan berat. Kita tidak bisa lagi mencari keuntungan di barat."     

Dengan matahari bersinar cerah, pakaian longgar pria tersebut menghilang di balik lapisan demi lapisan tanaman. Memandangi bayangan tuan mudanya, Yue Qi bertanya-tanya satu pertanyaan yang tidak akan berani dia utarakan. Dia sangat penasaran. Tuan, jadi siapa yang anda harapkan akan menang?     

Hari ke-6 bulan kesepuluh, hari itu sangat berangin.     

Pasukan gabungan yang terdiri dari Pasukan Barat Laut yang dipimpin oleh Pangeran Keempat Belas, Pasukan Barat Daya yang dipimpin oleh Pangeran Ketiga, dan Resimen Jin Ri yang dipimpin oleh putra tertua keluarga Batuha, Tuba Guli, bersama dengan pasukan yang dikirim oleh berbagai provinsi di wilayah Barat Laut, mulai berangkat menuju ke arah Barat Laut. Pasukan Barat Daya dan Resimen Jin Ri ditugaskan untuk serangan langsung dari depan, sedangkan Pasukan Barat Laut mengepung lawan dari belakang. Ujung tombak perang ini lebih tajam dari sebelumnya karena para petarung berjumlah lebih dari 500.000 orang. Jika termasuk dengan tenaga kerja yang menangani logistik dan transportasi, total jumlah orang yang terlibat melebihi satu juta orang. Sebuah pasukan raksasa seperti itu menghantui masa depan Yan Bei bagaikan hujan badai.     

Jalur utama Kekaisaran Xia yang menuju ke wilayah Barat Laut dibanjiri oleh pasukan dan kereta kuda yang membawa perlengkapan perang. Pasokan ransum, pasukan, kuda, dan keperluan lainnya terus mengalir ke dalam perkemahan tanpa henti. Setelah mengumpulkan pasukan selama berbulan-bulan, kemurkaan dari Kekaisaran Xia akhirnya akan dilepaskan kepada para pemberontak. Di hadapan api peperangan, tidak ada jalan mundur. Pasukan Yan Bei berkumpul di kota perbatasan Bei Shuo, dengan serius menunggu serangan dari musuh bebuyutan mereka. Sebuah perang bersejarah akan segera terjadi.     

Hari ke-13 bulan kesepuluh, salju pertama dari musim dingin ini turun di dataran tinggi Yan Bei. Salju turun dengan lebat selama tiga hari dan tiga malam, membuat selimut salju yang setidaknya sedalam 30 sentimeter. Udara dingin menelan seluruh wilayah barat laut dan suhu udara menurun drastis. Walaupun masih siang bolong di hari yang cerah, matahari sulit terlihat dan hanya tampak seperti noda sama berwarna kuning yang sedikit lebih terang daripada bagian langit yang lain.     

Salju seperti ini sangat langka dan jarang dalam sejarah Yan Bei, dan banyak yang tidak siap. Banyak hewan ternak yang mati beku, dan banyak bangunan yang rubuh karena salju yang turun dengan lebat dan angin yang sangat kencang. Tak terhitung jumlah warga sipil Yan Bei yang kehilangan rumah mereka. Berita bagusnya yaitu, Pasukan Xia yang mendekat dengan cepat telah berhenti, dan mereka memasang kemah di Provinsi Bai Lin untuk menunggu sampai badai mereda. Hasilnya, kedua pasukan yang bersiap untuk perang yang akan mengguncangkan bumi justru tenggelam dalam keheningan, hanya menunggu lawannya mulai bertindak.     

Di tengah padang bersalju yang luas, sekelompok orang maju dengan cepat di sepanjang jalur utama menuju Kota Bei Shuo. Kuda-kuda mereka besar dan berotot, dan walaupun hanya tertutup oleh baju kulit, mereka tidak terganggu sama sekali oleh cuaca dingin itu saat mereka memacu melintasi salju yang tebal. Tak lama kemudian, kelompok itu sudah mendekati kota, dan sekelompok pengintai maju mendekat, menanyakan niat mereka, "Siapa kalian?"     

Kelompok yang sedang bergerak dengan cepat itu tidak menjawab dengan kata-kata, pimpinan pasukan berkuda itu hanya mengangkat sebuah bendera kecil berwarna merah. Kelompok pengintai itu langsung terkejut melihat bendera itu, dan segera mundur. Tanpa pertanyaan lebih lanjut, mereka membiarkan kelompok itu lewat. Kelompok tersebut terus bergegas menuju tempat tujuan mereka, dengan cepat menghilang di padang salju yang luas tersebut.     

"Kakak Xun, siapa mereka? Mengapa semua orang membiarkan mereka lewat?" salah satu pengintai yang lebih muda di dalam kelompok itu bertanya. Dengan topi yang terbuat dari kulit beruang, wajahnya merah karena suhu yang dingin itu.     

"Jangan banyak tanya!" Pemimpin mereka memarahinya sebelum melihat sekeliling dengan hati-hati, seakan-akan dia takut orang-orang tadi akan segera kembali lagi kalau percakapan ini terdengar oleh mereka. Lalu, dia berbisik, "Itu adalah bendera pembantaian, lambang dari pasukan kedua." Pemimpin itu merendahkan suaranya, namun semua anak buahnya bisa mendengarnya dengan keras dan jelas. Pada saat ini, punggung mereka semua merinding, dan mereka serempak berbalik badan, melihat sosok-sosok yang sudah menghilang ke dalam padang putih yang luas itu.     

Mengingat kenyataan bahwa Kekaisaran Xia telah mengirimkan pasukan yang tangguh, Raja Yan yang baru itu sudah mengirimkan perintah untuk berkumpul untuk menghimpun pasukan dari seluruh negara itu. Baru saja, pasukan terakhir yang berasal dari Jalur Mei Lin yang jauh telah tiba.     

Walaupun pertempuran akan segera tiba, ada rombongan pengungsi di depan gerbang kota Bei Shuo. Dalam badai salju kali ini, banyak rumah penduduk yang roboh, dan ternak mereka mati membeku. Hanya dalam tiga hari saja, ratusan warga sipil telah meninggal karena suhu yang membeku atau karena kelaparan. Sekarang, mereka berkumpul di depan gerbang kota, berharap untuk memasuki kota agar terhindar dari bencana ini. Namun, Kota Bei Shuo sudah sejak lama memasuki keadaan siaga. Walaupun jumlah pengungsi yang berkumpul di gerbang kota semakin banyak, Yan Xun telah memerintahkan agar gerbang ditutup untuk mencegah masuknya mata-mata, dengan ribuan prajurit yang berjaga setiap saat. Di depan tembok kota Bei Shuo yang kokoh, ratapan dan rintihan para warga bisa terdengar di mana-mana.     

"Buka jalan!" Terdengar suara kuda-kuda yang berpacu. Di tengah suara itu, juga bisa terdengar suara cambuk yang memecut warga dan memaksa mereka menyingkir. Pasukan garis depan dari Pasukan Kedua telah tiba dengan cepat di depan gerbang kota Bei Shuo. Seorang jenderal yang memakai jubah berwarna merah tua mengibarkan bendera merah tua tersebut kepada para penjaga sambil berteriak, "Kami adalah pasukan garis depan dari Pasukan Kedua! Aku adalah Xue Zhi Yuan. Buka gerbangnya!"     

Tidak lama kemudian, sederet obor muncul di tembok kota. Salah satu dari mereka bertanya dengan suara lantang, "Apakah Jenderal Xue membawa surat dari Jenderal Cao?"     

Xue Zhi Yuan menjawab, "Suratnya di sini!"     

Sebuah keranjang bambu diturunkan dari tembok kota. Salah satu penunggang di sisi Xue Zhi Yuan maju dan meletakkan surat itu di dalam keranjang. Tak lama setelah itu, obor-obor di gerbang kota menyala, dan dengan bunyi berderak, gerbang mulai terbuka tanpa indikasi sebelumnya.     

"Ah! Gerbang telah dibuka!" Suara sorakan menggema saat ribuan pengungsi bersorak-sorai bersama-sama, dan menggerakkan tangan mereka yang membeku, mereka semua menyerbu ke arah gerbang kota. Seperti air bah yang menjebol bendungan, rombongan pengungsi ini langsung mengganggu formasi pasukan baris depan Pasukan Kedua tersebut.     

"Dasar bodoh!" Jenderal yang memakai mantel merah tua itu mengumpat, lalu dia turun dari kudanya.     

"Cepat! Hentikan mereka!" Pada saat itu barulah Komandan Cui, yang bertugas menjaga gerbang, menyadari kebodohannya. Prajuritnya bergegas keluar dan berdiri di depan gerbang sambil berteriak, "Siapa pun yang berani membuat onar akan ditembak mati! Mundur! Semuanya mundur!"     

Di tengah angin yang melolong, suara mereka kecil bagaikan dengungan nyamuk. Tetap berada di luar tembok kota berarti kematian, dan para pengungsi menyerbu satu-satunya kesempatan mereka untuk bertahan hidup dengan mata yang merah. Sambil menyerbu, mereka berteriak, "Biarkan kami masuk! Kami adalah warga dari Yan Bei! Biarkan kami masuk!"     

"Jenderal Xue! Jenderal Xue!" Komandan Cui khawatir kalau pasukan sekutunya ini akan terluka di dalam kekacauan ini, dan dia berteriak-teriak dengan panik.     

Pada saat ini, segaris darah menciprat ke angkasa, saat perwira muda itu mencabut pedangnya dan menyerang salah satu pengungsi. Pedang yang tajam ditambah dengan kekuatan hantaman itu, segera membuat pria itu terpental, dan darahnya berceceran di tanah yang putih bersih, membuat kubangan berwarna merah. Para pengungsi ini, walaupun sedang putus asa, hanyalah warga biasa yang tidak pernah menyaksikan kekejaman dan pembunuhan seperti ini. Saat melihat pedang berdarah milik prajurit itu, mereka menjerit ketakutan dan segera menjaga jarak dari perwira muda tersebut.     

Komandan Cui terkejut karena dia tidak mengira ada orang yang akan menyerang dengan mematikan. Saat dia baru hendak berbicara, perwira muda itu berjalan mendekat, dan berkata dengan tenang, "Aku adalah Xue Zhi Yuan."     

Ketika Komandan Cui hendak menyapa perwira ini, tiba-tiba dia mendengar jeritan yang memilukan. Seorang wanita sedang menjerit sekuat tenaga, "Sayang! Sayang! Bangun!"     

"Ada yang mati! Tentara sudah membunuh orang!"     

Jeritan wanita itu bagaikan batu yang dilemparkan ke permukaan air, dan riak kemarahan menyebar di antara para pengungsi. Seorang pria tua yang tampaknya berusia tujuh puluhan tahun berdiri di depan kerumunan. "Kenapa kamu berhak untuk membunuh kami? Apa yang memberimu hak untuk berbuat demikian? Ketiga putraku semuanya di dalam tentara, dan mengikuti kalian untuk memerangi anjing-anjing Xia. Sekarang, mengapa kalian tidak membiarkan aku masuk? Biarkan kami masuk ke dalam kota!"     

Walaupun cuaca sangat dingin, dahi Komandan Cui penuh keringat dingin, karena dia kebingungan apa yang harus dia lakukan selanjutnya.     

Jenderal muda Xue Zhi Yuan merengut dan berkata dengan tegas, "Kita tidak punya banyak waktu. Tolong tentukan apa yang harus dilakukan, segera."     

"Apa?" Komandan Cui bertanya, terperangah. Dia terlahir sebagai pandai besi, dan hanya naik pangkat karena dia memperlihatkan keberanian saat bertempur. Setelah membunuh sekitar satu lusin musuh, dia diangkat menjadi komandan kecil. Malam ini dia hanya kebetulan sedang mendapat tugas berjaga, dan sangat kebingungan dengan apa yang sedang terjadi. Dia hanya menatap pria muda dan tenang di hadapannya itu dan bertanya, "Anda bilang apa?"     

Dalam waktu singkat itu, para pengungsi sudah menyerbu maju. Para penjaga kota pasti sangat tidak becus karena selusin prajurit dengan mudah ditekan oleh para pengungsi. Melihat para penjaga kehilangan kendali atas gerbang kota, mata Xue Zhi Yuan menyala dengan serius saat dia berteriak, "Pemanah! Bersiap-siap!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.