Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 209



Bab 209

0Gadis itu ingin berbicara. Ada banyak hal yang ingin dia katakan, tetapi dia hanya bisa bergumam tidak jelas, seolah-olah dia bisu.     

Li Ce, tahukah kamu? Tuan Wu sudah mati, Nyonya Yu sudah mati. Banyak yang lain sudah mati. Yan Xun membunuh banyak orang. Apakah menurutmu dia akan membunuh aku juga?     

Li Ce, Zhuge Yue juga sudah mati, aku yang menyebabkan kematiannya. Tahukah kamu? Kesalahan aku yang membuat dia meninggal.     

Li Ce, kamu benar. Yan Xun benar-benar berhati dingin. Hatinya, bahkan janji-janjinya, telah membeku.     

Dunia terasa luas dan hampa ketika Chu Qiao bersandar ke dalam pelukan Li Ce dan jatuh tertidur, ekspresi kelelahan tampak di wajahnya. Li Ce menunduk dan menatap gadis itu, melihat bahwa dia sangat pucat dan kurus. Bahkan Li Ce sendiri berpikir bahwa dirinya sudah gila, memikirkan apa yang akan terjadi seandainya dia tiba terlambat beberapa saat. Bahkan terlambat sesaat saja ….     

Angin bertiup ke arah mereka dan pria itu melepaskan mantelnya, membungkus Chu Qiao di dalam pelukannya. Gadis itu tampak sangat kurus dan meringkuk menjadi bola kecil, seolah-olah dia masih seorang anak kecil. Li Ce mengangkat kepalanya dan memandang ke langit yang dipenuhi kepingan salju. Dia melihat pasukan lawan yang memancarkan rasa haus darah yang kuat, lalu menatap Jalur Long Yin yang menjulang tinggi. Ketika dia melihat lingkungan di hadapannya, hatinya dipenuhi dengan kemarahan yang tidak bisa diredam.     

Yan Xun, mengapa kamu bisa tega melakukan ini? Bagaimana kamu bisa berhati batu seperti ini?     

"Yang Mulia, Xia telah mengirim utusan untuk mempertanyakan apakah Tang berniat ikut campur dalam urusan dalam negeri mereka. Bagaimana kita menjawabnya?" Pengawal kekaisaran itu turun dari kudanya dan bergegas ke depan.     

Li Ce menggendong Chu Qiao dan berkata dengan suara dingin, "Katakan pada Zhao Yang bahwa aku telah membawanya pergi. Jika dia menginginkannya kembali, aku akan menunggunya di Tang Jing."     

"Yang Mulia, saya sudah membawa orang itu ke sini." Tie You berkata sambil berjalan mendekat; seorang pria setengah baya yang tubuhnya dipenuhi tato mengikuti di belakangnya. Pria itu adalah pemimpin kelompok orang-orang yang telah melompat turun dari puncak gunung bersalju untuk menyelamatkan Chu Qiao sebelumnya.     

Wajah Li Ce melunak sedikit ketika dia mengangguk ke arah pria itu dan berkata, "Terimalah rasa terima kasihku."     

Pria bertato itu menundukkan kepalanya dan menjawab, "Jumlah kami terbatas. Kalau bukan karena Yang Mulia, Jenderal Chu pasti akan berada dalam bahaya."     

"Bagaimanapun juga, kalianlah yang memberikan bantuan tepat waktu. Saya akan mengingat utang budi ini dan membayarnya kembali di masa depan seandainya ada kesempatan."     

"Saya tidak berani. Saya hanya bertindak mengikuti perintah."     

Alis Li Ce berkedut ketika dia bertanya, "Siapa tuanmu?"     

"Tuan saya telah menghentikan pasukan Yan Bei dan telah mengatur bala bantuan di setiap gerbang di jalan keluar Anda. Yang Mulia, tolong bergegas dan berangkat, kami akan menjadi penjaga di belakang."     

Li Ce perlahan mengangguk. Dengan tatapan mendalam di kedua matanya, ia berbicara dengan nada berat, "Kata-kata tidak bisa mengungkapkan rasa terima kasihku atas bantuan yang telah Anda lakukan. Berhati-hatilah." Setelah dia menyelesaikan kata-katanya, dengan cepat Li Ce pergi bersama Pasukan Tang dan para prajurit dari Pasukan Xiuli.     

Jumlah prajurit di Jalur Long Yin tidak lebih dari 60.000 orang. Saat melihat Li Ce dan pasukannya yang berjumlah 200.000 orang, mereka tidak tahu apakah harus mengejar pasukan itu. Jenderal garnisun perlu sejenak untuk berpikir sebelum berkata, "Cepat, bergegas dan minta instruksi dari Yang Mulia."     

Para prajurit menghela napas panjang saat mereka berpikir: Ini adalah sebuah pertanda yang baik. Begitu instruksi dari Yang Mulia datang, seharusnya sudah tidak ada jejak yang tersisa dari pertanda buruk ini.     

Dalam waktu kurang dari satu jam, rombongan itu tiba di Persimpangan Shi Chuan. Sekelompok sekitar 2.000 orang menunggu mereka dengan tenang. Anak buah Li Ce berkuda mendekat dan bernegosiasi dengan mereka, lalu mereka meninggalkan sebuah kereta kuda dan pergi.     

Tie You kembali dan berkata, "Masih kelompok yang sama. Mereka sudah menyiapkan kuda dan ransum untuk kita sepuluh kilometer di depan. Mereka juga meninggalkan sebuah kereta kuda dan menyarankan agar Yang Mulia melanjutkan perjalanan di dalamnya, karena Yan Bei dingin."     

Li Ce menyibak tirai kereta dan melihat ke dalam. Bagian dalamnya cukup besar, dilengkapi dengan tempat tidur empuk yang terbuat dari brokat. Ada sebuah piring logam di seberang tempat tidur besar itu, dengan dua kompor arang di atasnya. Bagian dalam kereta itu hangat seperti musim semi. Bahkan ada tungku kecil di tengahnya, mengeluarkan uap yang kaya akan aroma obat. Ketika dia membukanya, panci berisi sup ayam ginseng panas dan bergizi telah ditempatkan di dalamnya.     

"Yang Mulia, sebenarnya dari mana datangnya Raja Qing Hai ini? Dia sangat antusias membantu kita saat ini. Apakah itu murni hanya karena dia ingin memberikan bantuan kepada Tang?"     

Li Ce hanya diam dan menatap panci berisi sup ayam itu untuk waktu yang lama dan tidak menjawab.     

Chu Qiao berbaring di dalam kereta, kulitnya pucat dan lesu. Seolah merasakan kehangatan dari kompor arang, gadis itu menghela napas, lalu menyusut ke dalam pelukan ranjang, tampak seperti kelinci yang tertidur lelap.     

"Tie You, kalau bagi kamu, siapa yang akan melakukan hal-hal seperti ini untukmu?"     

Tie You tertegun dan berpikir sejenak sebelum menjawab, "Saya rasa hanya ibuku yang bisa melakukannya. Bahkan istriku pun tidak akan melakukan semua ini."     

Ujung mulut Li Ce naik ketika dia tertawa, "Memang, tidak banyak orang yang akan melakukan hal seperti ini."     

"Yang Mulia, apakah Anda sudah tahu identitasnya?"     

"Sekarang aku tahu." Li Ce mengangguk, dan berbalik ke arah pegunungan jauh yang tersembunyi di bawah badai salju putih. Dengan nada ketidakpastian di suaranya, dia merenung, "Jika sebelumnya itu hanya sebuah kecurigaan, sekarang aku yakin."     

Tidak peduli betapa bertentangannya takdir itu, tidak peduli keraguan yang ada, semua orang adalah boneka yang bergerak di sepanjang jalan yang telah digariskan sebelumnya. Karena semua orang tidak dapat melarikan diri darinya, untuk apa dia membocorkan pertunjukan yang akan datang?     

Li Ce tersenyum tipis dan ekspresi lembut di wajahnya memancarkan sedikit perubahan dan ketenangan.     

Zhuge Yue, aku tidak sehebat kamu.     

Badai salju akhirnya berhenti sebelum fajar. Sebelum matahari terbit, bumi masih diselimuti kegelapan yang suram. Seorang pria mengenakan jubah hijau berdiri di puncak gunung. Seekor burung hantu salju mengepakkan sayapnya saat terbang dari jauh; pemangsa ganas dari gunung itu mendarat dengan lemah lembut di tangan pria itu yang sedang terulur. Tubuh burung hantu itu putih bersih, dengan hanya tiga bulu merah di ekornya, berkilau seperti darah berwarna merah tua. Saat membuka kotak surat yang melekat pada burung hantu tersebut, kata-kata tulisan tangan menarik perhatiannya: Kaisar Tang telah membawa pasukannya dan kembali ke perbatasan Tang. Aku baik-baik saja. Tidak perlu merindukanku.     

Raut wajah pria itu tenang dan matanya mempertahankan sikap dingin mereka. Dia secara alami bisa melihat bahwa bawahannya sedang menggodanya. Siapa yang baik-baik saja, dan siapa yang merindukan siapa? Karena itu, dia menjawab: Jangan repot-repot pulang, mati saja di sana.     

Jenderal muda itu tertawa terbahak-bahak ketika dia menerima surat balasan tersebut, mengungkapkan bagian putih giginya. Dia melambaikan tangannya dan berkata kepada anak buahnya, "Ayo kita mundur, saatnya pulang."     

"Jenderal Ketujuh, anda pasti merindukan istri anda sekarang." Seorang pria berusia empat puluhan berkata sambil tertawa terbahak-bahak. Bahunya telah tertusuk oleh sebuah panah dan baru saja dibalut, namun dia tertawa seolah-olah dia baik-baik saja. Tato di wajahnya bergerak-gerak seperti seekor ular kecil.     

"Hush! Dasar bujang tua, aku harap kamu tidak perlu mengalami kerinduan seperti ini seumur hidupmu."     

"Bocah-bocah Yan Bei ini terlalu biadab!" Seorang jenderal yang berusia tigapuluhan berseru saat dia berjalan setengah telanjang, meskipun cuaca sangat dingin. Ada sebuah perban yang melilit dadanya. Bisa terlihat kalau cedera itu dia dapatkan baru-baru ini.     

"Aku tidak mencuri istri mereka, tetapi mereka mencoba membunuhku."     

Jenderal ketujuh tertawa dan menjawab, "Kamu tidak mencuri istri mereka, tetapi Tuan kita melakukannya. Ayo pergi, kita memang tidak datang untuk berperang. Berikan instruksi kepada Qi Lang untuk mempersiapkan jalan untuk mundur. Mari kita semua bersiap untuk keluar dari tempat ini."     

Komandan yang disebut jenderal ketujuh sebagai 'Bujang Tua' itu menggerutu sambil berdiri, lalu dia berkata sambil berjalan keluar, "Saya merasa bahwa pertempuran yang diperjuangkan oleh Tuan ini tidak pantas. Dia bahkan tidak memandang istrinya sebelum wanita itu diambil oleh orang lain. Kita bukannya tidak bisa menang melawan mereka. Kita sudah benar-benar kalah kali ini."     

Jumlah orang di tenda menipis ketika orang-orang mulai pergi. Jenderal ketujuh berdiri di posisinya semula, tertegun sejenak dari apa yang baru saja dia dengar. Setelah merenung, dia berkata pada dirinya sendiri, "Tuan benar-benar tidak boleh mengambil risiko seperti itu!"     

Memang, begitu pertempuran mencapai jalan buntu dan berlarut-larut, jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi di sisi lain, maka akan menjadi tidak berarti bahkan jika mereka akhirnya menang.     

Jenderal ketujuh memikirkan orang yang dilihatnya di medan perang beberapa waktu lalu dan matanya menyipit karena kebencian. Saat itu, kalau bukan karena bantuan yang diberikan pembantu Yue Da, dirinya pasti sudah terbunuh dalam pembantaian itu dua tahun lalu. Utang ini harus dilunasi cepat atau lambat.     

Tiga hari kemudian, ketika Li Ce membawa Chu Qiao naik kapal di Jalur Tang Shui. Matahari telah terbit dari bawah cakrawala, menutupi tanah di bawahnya dengan sinar keemasannya. Langit cerah; tidak ada awan yang terlihat dalam jarak bermil-mil. Jalur Tang Shui berada di barat daya; iklimnya hangat, sungai-sungai mengalir deras, dan air sungainya berwarna hijau jernih. Kapal besar itu memimpin armada ribuan kapal saat mereka berangkat dengan suara gemuruh. Gelombang mengelilingi mereka dari segala arah seperti longsoran salju; cakrawala bersinar hijau terang. Tiang-tiang layar yang besar menunjuk ke arah langit, membentangkan layar besar mereka satu per satu.     

"Berangkat!" Teriak Tie You, suaranya terdengar menunjukkan sedikit kegembiraan.     

Li Ce berdiri di buritan kapal, mengenakan jubah hijau yang longgar. Matanya berkilau seperti iblis dan dia tampak sangat tampan. Dia mendongak sedikit, menatap Pegunungan Cui Wei yang berdiri di kejauhan. Samar-samar dia melihat sebuah sosok kesepian berdiri di puncak.     

Manusia dan gelombang saling terjalin; iklim berubah berulang-ulang. Angin bertiup ke arah mereka dari arah puncak gunung. Angin ini membawa aroma ringan, perlahan membuat lengan orang-orang mati rasa sampai ke sumsum tulang mereka. Dalam sekejap itu, pikiran mereka langsung jernih.     

Li Ce tiba-tiba tertawa, terdengar licik seperti rubah. Dia menyeringai lebar dari telinga ke telinga. Yang mengejutkan para bawahannya, dia meniupkan sebuah ciuman penuh gairah ke arah puncak gunung. Semua orang yang melihatnya merasa malu dengan tindakan tiba-tiba ini. Tie You bertanya dengan sedih, "Yang Mulia, apakah Anda melihat gadis desa yang sedang mengumpulkan kayu bakar?"     

Li Ce menoleh ke arahnya dengan ekspresi terkejut dan menjawab, "Ah! Bagaimana kamu tahu?"     

Semua yang hadir menghela napas tak berdaya sambil berpikir: Yang Mulia, siapa yang tidak tahu?     

Sungai itu halus bagaikan sutra; kapal-kapal tersebut berbelok ke kejauhan menuju arah matahari terbit. Segala hal memuaskan. Pria itu berdiri di puncak dengan diam. Dia melihat jelas tindakan menggoda Li Ce. Dia mengerutkan alisnya sedikit, tetapi tidak berbalik untuk pergi.     

Kapal-kapal itu perlahan menghilang ke kejauhan, namun pria tersebut masih tetap berdiri di sana untuk waktu yang lama setelah itu. Hatinya diam dan tenang. Tidak ada kesedihan atau kelelahan. Angin berembus kencang ke punggungnya; bayangannya yang menempel di tanah berpendar samar. Gunung itu dipenuhi bau debu bercampur dengan kabut. Ketika angin menyapu wajah pria tersebut, ekspresinya tetap lembut, seolah-olah tidak ada yang terjadi. Tanpa sadar dia mengenang tatapan gadis itu, merasa seolah-olah dirinya telah kembali ke padang rumput tandus dalam ingatannya yang ditumbuhi rumput-rumput liar. Tiba-tiba, dia melihat sebuah pohon berdiri tinggi. Pohon itu tampak lembut dan menerima, yang menyebabkan pria itu menghilangkan sikap dinginnya.     

Saat itu adalah hari ke-29 bulan kesembilan di tahun 778. Itu adalah musim bunga krisan mekar di Tang Jing. Angin bersiul saat bertiup melalui ibu kota, sementara matahari menyiramkan cahaya keemasan di atas tanah. Kapal-kapal berlayar menuju selatan, perlahan-lahan menuju kembali ke tempat foya-foya yang manis tersebut. Musim gugur telah berlalu; sekarang sudah musim dingin. Hanya di dalam negeri Tang yang hangat, perbedaan antara musim gugur dan musim dingin tidak terlihat mencolok. Bunga-bunga krisan telah gugur; bunga-bunga itu mulai hitam di atas ranting. Ketika angin malam yang kuat bertiup, tanah ditutupi oleh bunga-bunga kuning, sedikit berputar-putar terbawa angin.     

Chu Qiao bermimpi lagi. Pada saat itu, kedua kakinya sekali lagi berada di gurun tandus itu. Matahari berwarna merah mawar ketika angin kencang menerpa ke arah gadis itu, mengangkat rumput-rumput liar yang menyelimuti tanah, menyebabkan mereka terlihat seperti gelombang kuning layu ketika mereka berembus di tengah angin. Pria muda itu berlari kencang di atas kudanya, mengeluarkan tawanya yang biasa dan tampak seperti dirinya yang pertama dikenal oleh gadis itu. Bunga-bunga Huo Yun mekar dengan cerah di tanah yang ternoda darah, berayun dengan megah ketika mereka diinjak-injak di bawah kaki kuda yang seputih salju. Tiba-tiba, Chu Qiao mendengar tawa hangat pria muda itu. Pria itu tertawa dan berkata, "AhChu, cepat susul aku!"     

Gadis itu mulai berlari, mengejar di belakang pria tersebut, matahari menerpa tubuh gadis itu, angin memekik saat bertiup melewati telinganya. Pemandangan kuning cerah di depan gadis itu adalah harapannya, seperti impian yang telah diimpikannya selama delapan tahun terakhir. Namun, tepat ketika dia hendak menangkap tangan pria tersebut, langit dan bumi tiba-tiba menjadi putih mengerikan, dan badai salju mengubur semua harapan dan impian gadis itu. Pria muda yang periang tumbuh dalam sekejap mata, wajahnya sekarang dingin dan tidak berperasaan ketika dia berdiri di depan gadis tersebut. Tak terhitung jumlah prajurit Yan Bei dengan baju pelindung berwarna hitam yang sedang berdiri di belakang pria tersebut. Para prajurit memegang panah es dingin yang diarahkan ke belakang gadis itu. Chu Qiao berbalik dengan tergesa-gesa, namun ia hanya melihat darah keluar dari tubuh sosok itu. Ketika dataran es hancur, air dingin mulai menyebar. Gadis itu mengikuti dan melompat ke danau yang dalam sampai akhirnya dia melihat sepasang mata yang kesepian itu. Pria itu menciumnya dengan lembut di samping bibirnya, sudut dingin mulut pria tersebut menyentuh pelipis Chu Qiao. Tangan pria itu begitu besar dan kuat saat dia menyeret gadis itu sedikit demi sedikit, meneruskan harapan untuk hidup ke dalam tangan gadis itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.