Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 204



Bab 204

0Memang, He Xiao masih bersama dengan gadis itu. Pasukan Xiuli juga masih bersama gadis itu. Dia bukannya tanpa bantuan. Tapi tak lama kemudian, dari arah Jalur Yan Ming muncul kepulan awan debu besar. Para pengintai bergegas kembali, melaporkan, "Nona, sekitar 10 kilometer dari sini, Zhao Yang telah memimpin 100.000 pasukan, dan sedang menuju kemari! Begitu kita meninggalkan Jalur Long Yin, kita pasti akan disergap."     

Pada saat ini, Chu Qiao hampir ingin tertawa terbahak-bahak.     

Yan Xun, Yan Xun, betapa luar biasa langkah yang baru saja kamu lakukan padaku!     

Dengan membuka gerbang dan membiarkan Chu Qiao lewat, pria itu tidak menyia-nyiakan seorang prajurit pun. Menggunakan warga sipil untuk memperlambatnya, Yan Xun benar-benar menghancurkan keuntungan kecepatannya. Dengan memanfaatkan pasukan Xia, pria itu menghalangi jalannya. Bahkan jika Kekaisaran Xia mencurigai ada sesuatu yang janggal, mereka tidak bisa mengambil risiko membiarkan pemimpin militer Yan Bei seperti Chu Qiao memasuki perbatasan mereka. Bahkan jika mereka tahu kalau Yan Xun mungkin merencanakan sesuatu, pertempuran ini tidak dapat dihindari.     

Mungkin, dalam pertempuran kecil, Chu Qiao bisa menggunakan taktik dan strategi untuk mengalahkan Yan Xun, tetapi untuk urusan menjebak orang lain, dan untuk mengadu domba pasukan yang satu dengan pasukan lain, gadis itu tidak akan pernah bisa menandingi Yan Xun.     

Warga di sana juga melihat debu yang beterbangan di kejauhan, dan ketakutan mulai menyebar di tengah kerumunan. Meskipun banyak yang penuh kepercayaan diri—bagaimanapun juga, ada Nona Chu di sana—namun, ketika mereka secara logis berpikir tentang pasukan besar Kekaisaran Xia yang bertempur dengan Pasukan Xiuli yang jumlahnya kurang dari 5.000 orang, mereka bergidik dan mulai ragu-ragu.     

He Xiao kembali ke kaki Jalur Long Yin, dan beberapa anak buahnya berteriak, "Garnisun, tolong buka gerbang agar warga sipil bisa masuk!"     

Hanya setelah berteriak tiga kali, sebuah suara santai menjawab, "Perintah dari Kaisar, jika mereka ingin memasuki kota, Pasukan Xiuli harus masuk terlebih dahulu."     

"Pasukan Xia akan segera tiba! Tolong biarkan warga sipil masuk!"     

"Perintah dari Kaisar, Pasukan Xiuli harus masuk terlebih dahulu." Gema memantul di angin, dan debu pun terangkat oleh angin. Mengangkat kepalanya, Chu Qiao mengepalkan tinjunya saat dia melirik Bendera Elang Hitam yang menghiasi dinding kota.     

"Nona?" Ada beberapa prajurit yang menanyakan perintah dari gadis itu.     

"Nona!" Suara-suara orang bertambah kencang ketika mereka semua berkerumun di sekitar Chu Qiao untuk menunggu perintahnya.     

"Nona, apa yang harus kita lakukan?" Ada beberapa warga sipil yang mulai panik. Ketakutan karena suasana tersebut, anak-anak mulai menangis, dan tempat itu mulai menjadi kekacauan yang hiruk-pikuk.     

"Nona, apa yang harus kita lakukan?"     

"Nona, musuh mulai mendekat."     

"Nona, kembalilah ke kota. Akan lebih baik untuk menghindari konflik."     

"Nona, kembalilah dan minta maaf kepada Yang Mulia. Saya yakin dia akan memaafkan anda."     

"Nona, kami akan berjuang sampai akhir! Silakan beri kami perintah!"     

"Nona, Nona, Nona …."     

Yan Xun, jadi ini yang kamu inginkan? Menatap ke langit di atas, bahkan harapan terakhir yang dimiliki gadis itu terhadap Yan Xun sudah hancur.     

Apa yang ingin kamu lihat? Bahwa aku sendirian tanpa bantuan? Bahwa aku dikelilingi oleh musuh? Bahwa aku akan melarikan diri tanpa daya, dengan menyedihkan kembali untuk meminta bantuanmu?     

Yan Xun, kamu sudah meremehkan aku.     

"Para prajurit, kalian sudah menyaksikan semua yang terjadi dalam beberapa hari terakhir." Duduk di atas kudanya, Chu Qiao memulai pidatonya, sambil merentangkan tangannya untuk menghentikan kebisingan. Dengan nada yang dalam dan serius, dia melanjutkan, "Raja kita, Kaisar Yan Bei, mengabaikan janji-janjinya di masa lalu, dan mengkhianati kata-kata yang telah kita jadikan sumpah di hadapan tanah Yan Bei dan Pegunungan Hui Hui. Warga sipil di Chang Qing kini menjadi kerangka. dan makanan untuk burung nasar, dan Da Tong dibantai oleh pasukan yang hanya setia kepada Yang Mulia. Tuan Wu sudah mati, Nyonya Yu sudah mati, Putri Huan Huan sudah mati, Jenderal Xiao He sudah mati, Jenderal Bian Cang sudah mati, Jenderal Xirui sudah mati, Jenderal AhDu sudah mati. Mereka semua dibunuh oleh orang yang ambisius yang hanya ingin memperluas kekaisarannya dan mengukuhkan kekuasaannya. Saat ini, pisau pancung tergantung di atas kepala kita. Para pejuang, di hadapan Anda, adalah 100.000 Pasukan Xia yang kuat, menunggu kita, siap untuk menghabisi kita. Di belakang kita adalah Pasukan Yan Bei yang sudah mulai membusuk. Mereka sudah bersiap-siap untuk meludahi kita begitu kita kembali dan menyebut kita sebagai pengecut. Di samping kita, ada warga sipil yang telah ditelantarkan oleh negara mereka. Para pejuang, apa yang harus kita lakukan?" Suaranya yang dingin dan tanpa emosi adalah satu-satunya suara yang bisa didengar di dataran luas. Tidak ada yang berbicara, dan semua hanya menatap sosok gadis itu dengan semangat fanatik.     

Chu Qiao melompat turun dari kudanya. Sambil menunjuk ke arah para prajurit, dia berteriak, "Apakah kita akan berbalik dan menjadi budak seorang diktator, dan diejek oleh para pengkhianat yang mengingkari janji-janji mereka? Atau apakah kita akan meninggalkan warga sipil ini, dan mencoba melarikan diri? Apakah kita akan berhadapan dengan musuh yang jumlahnya lebih dari 20 kali lipat dari kita, dan menunjukkan kebanggaan dan kehormatan yang seharusnya dimiliki oleh seorang prajurit?" Chu Qiao meraung, "Para pejuang, apakah kalian ingin hidup?"     

"Iya!" Suara-suara prajurit dan warga sipil menjawabnya dengan keras, menembus awan, membuat burung-burung kabur.     

"Apakah kalian ingin menjadi pengkhianat?"     

"Tidak!"     

"Antara kematian dan pengkhianatan, apa yang kalian pilih?"     

Kerumunan itu berteriak menyahut dengan raungan yang menggila, "Setia kepada Da Tong, bahkan dalam kematian!"     

Melawan arah angin, Chu Qiao berteriak, "Para pejuang, rekan-rekan. Ikuti aku, patuhi aku. Bahkan jika kita akan mati, kita akan menggunakan darah kita untuk mengeluarkan percikan kemuliaan terakhir bagi Da Tong! Kepala kita bisa berguling, darah kita dapat mengalir, tetapi keyakinan kita tidak boleh disangkal! Hidup Yan Bei! Hidup Da Tong! Hidup kebebasan kita!"     

Sebuah raungan bergemuruh yang mengguncang bumi menggema sebagai jawaban, ketika ribuan pasang tangan diangkat ke udara dalam sorakan, "Hidup Nona!"     

Musim dingin kali ini datang lebih awal. Saat itu baru bulan kesembilan, namun salju sudah mulai turun. Lapisan salju yang tipis seperti selimut bunga putih kecil yang baru saja mekar di musim semi.     

Pasukan Xia mundur lagi. Ini adalah hari ketiga pengepungan mereka, dan serangan besar-besaran yang mereka bayangkan tidak pernah terjadi. Zhao Yang dengan hati-hati mengepung Jalur tersebut untuk mencegah Chu Qiao melarikan diri. Jalur pemikirannya saat ini sangat rumit. Dia takut bahwa itu adalah jebakan yang telah dipasang oleh Yan Bei, namun dia khawatir bahwa dia akan kehilangan kesempatan emas ini di mana Yan Bei dan Chu Qiao benar-benar bermusuhan satu sama lain, sehingga dia bisa menyingkirkan Chu Qiao demi Kekaisaran, gadis itu merupakan salah satu Jenderal musuh yang paling kuat. Lagi pula, berita tentang bagaimana hubungan Yan Xun dan Chu Qiao mulai retak selama dua tahun terakhir telah mencapai telinganya; tidak mungkin dia benar-benar tidak mengetahui semua yang telah terjadi.     

Di malam hari, saat angin menyapu, Chu Qiao berdiri di atas bukit tinggi yang menghadap ke seluruh medan perang. Angin malam membuat rambutnya yang tebal berkibar-kibar dengan anggun, bagaikan sekawanan burung walet hitam. Perang telah berlangsung selama tiga tahun. Jalur Long Yin telah dibangun beberapa meter lebih tinggi dari Jalur Yan Ming, menjulang tinggi di atas dua pasukan yang sedang menunggu. Di antara dua formasi yang menunggu dengan serius untuk bertempur, ada petak-petak besar rumput yang setinggi pinggang. Dengan angin musim gugur yang menyapu, ada banyak suara gemerisik, seolah-olah itu adalah ombak di lautan putih, memantulkan cahaya bulan keperakan dalam sebuah pemandangan yang indah. Sekawanan gagak terbang lewat, mengangkat awan debu salju. Salah satu dari mereka dengan gesit melesat ke rerumputan yang tinggi, dan dengan satu gerakan cepat mengambil sesuatu yang putih dan terbang pergi.     

Hanya dengan satu lirikan, Chu Qiao sudah bisa tahu apa yang dipungut burung itu dari tanah. Gadis itu melemparkan pandangannya pada ombak putih di depannya, sedikit kesedihan dan kekejian muncul dari hatinya. Di bawah rumput yang bergoyang dengan damai ini, berapa banyak nyawa yang telah hilang?     

Bagaikan raksasa pemakan manusia, perang telah menelan banyak pria dan wanita yang tak terhitung jumlahnya. Angin dari era yang terganggu ini kemudian akan bertiup melewati rumah-rumah bobrok yang telah kehilangan pemiliknya, melolong tanpa henti seolah-olah menyanyikan lagu yang telah melampaui ruang-waktu dari alam baka. Namun, apakah Chu Qiao juga bisa dianggap sebagai salah satu dalang di balik kematian dan kehancuran itu?     

"AhChu …." Sebuah suara masih bergema di dalam kegelapan, seolah memanggil jiwa gadis itu, "Ah Chu …."     

Itu adalah suara yang dulu didengar gadis itu selama 2.000 malam. Pemuda itu meringkuk di sisinya, dan menarik selimutnya, lalu dengan hati-hati bertanya, "AhChu, apakah kamu masih merasa kedinginan?"     

Itu adalah tahun-tahun yang paling dingin, dan angin kencang dengan mudah membawa hawa yang dingin melalui jendela tipis mereka, membekukan segala sesuatu yang berada di dalam ruangan. Namun itu bagaikan kawanan burung yang berlalu dengan cepat, menghilang ke dalam tanah putih tak berujung yang membentang hingga melampaui cakrawala.     

Mungkin, hidup hanyalah permainan catur yang tampaknya tidak pernah bisa dikuasai oleh orang. Dengan masa depan yang terselubungi oleh keraguan, dan tidak adanya langkah yang tepat untuk diambil, seseorang tidak akan tahu kapan harus menyerang atau bertahan. Namun, permainan akan selalu mengalami kemajuan, dan seseorang hanya bisa mencoba sebisanya untuk melanjutkan. Kadang-kadang, seseorang akan menyadari bahwa walaupun ia bersusah payah, ia hanya akan semakin menjauh dari kemenangan.     

Perlahan gadis itu menutup matanya, ingatan yang tak terhitung muncul ke depan penglihatannya. Dia sepertinya telah melihat begitu banyak orang lagi. Dia melihat Tuan Wu yang lembut namun adil, Nyonya Yu yang tenang dan cerdas, Huan Huan yang menggemaskan dan energik, Xiao He yang baik dan rendah hati. Dia juga melihat Xue Zhi Yuan, yang telah mati untuk memperingatkan gadis itu, Wen Yang, yang telah mati untuk melindungi bendera mereka, dan juga Feng Ting, Mu Rong, dan Wu Dan Yu yang telah menyerbu ke pasukan musuh sendirian dan mati karena panah yang tak terhitung jumlahnya. Dia bahkan melihat wajah-wajah prajurit Pasukan Xiuli, dan warga sipil Shang Shen, Pegunungan Hui Hui, dan Bei Shuo yang tak terhitung jumlahnya. Tidak berhenti di sana, dia bahkan melihat Cao Meng Tong, yang telah bunuh diri, meminta maaf atas kesalahannya, dan para tetua Da Tong yang busuk ….     

Tanpa bala bantuan, tanpa makanan, dalam suhu yang sangat dingin ini, sambil melindungi ribuan warga sipil yang sama sekali tidak bersenjata, Pasukan Xiuli terus berjaga seiring berjalannya waktu. Namun, musuh mereka mulai kehabisan kesabaran, karena musim dingin akan segera datang, dan salju tebal akan segera menutupi seluruh wilayah itu.     

Chu Qiao menatap ke langit, dan merasa seolah-olah melihat sepasang mata yang menatapnya. Kedua mata itu sudah lama tenggelam ke dalam jurang yang dingin, diam-diam mengawasinya tanpa kemarahan, tanpa cemoohan, hanya dengan kedamaian yang tersisa di dalam diri pria itu ketika dia mengulangi lagi dan lagi: Teruslah hidup ….     

Aku tahu. Chu Qiao tersenyum pada langit yang kosong, dan dengan tenang berkata, "Aku pasti akan bertahan."     

Berbalik badan, gadis itu melihat tenda-tenda yang didirikan dalam formasi yang rapi, dengan tenang, dia perlahan menyatakan, "Aku pasti akan melindungi kalian."     

Kalender Bai Cang Tahun 778, Musim Gugur, di depan Jalur Long Yin, Pasukan Xia telah berhasil melakukan pengepungan penuh pertama dalam sejarah. Dengan hampir 130.000 tentara, Jalur Long Yin telah sepenuhnya dikepung tanpa ada cara untuk melarikan diri. Semua jenis senjata jarak jauh diangkut, dan jelas bahwa pertempuran yang tidak adil akan dimulai.     

Meskipun Zhao Yang sedang menghadapi Chu Qiao, yang telah mengalahkannya dua kali dalam pertempuran Chi Du dan Bei Shuo, pria itu tidak khawatir. Pertama, Jalur Long Yin dan Jalur Yan Ming cukup dekat, dan dia memiliki cukup banyak bala bantuan yang sudah siap. Bahkan jika Zhao Yang menyadari bahwa dia telah jatuh ke dalam perangkap, dia dapat dengan mudah kembali ke bentengnya. Kedua, Chu Qiao tidak memiliki kota yang bisa dia bentengi, dan juga tidak memiliki senjata yang kuat. Dengan hanya 5.000 kavaleri ringan, dan sekelompok warga sipil, gadis itu tidak akan pernah bisa melawan 100.000 prajuritnya yang berpakaian perang lengkap. Ketiga, mata-mata yang dia kirim ke Yan Bei akhirnya mengirim kabar. Sekitar satu minggu yang lalu, Yan Xun melakukan pertempuran sengit dengan Chu Qiao di luar Bei Shuo, yang mengakibatkan kematian puluhan ribu tentara. Tidak hanya itu, tetapi para pejabat Da Tong semuanya telah terbunuh atau dipenjara, dengan hanya Chu Qiao yang tersisa. Kalau bahkan itu pun bagian dari perangkap, Zhao Yang hanya bisa mengatakan bahwa Yan Xun terlalu keji, dan bukan seseorang yang akan dia hadapi.     

Pada fajar hari ke-18 bulan kesembilan, tepat ketika langit mulai terang, gelombang genderang dan terompet militer terdengar. Itu seperti petir yang menghantam dari langit, menembus ke jantung Pasukan Xiuli dan para warga sipil.     

Dengan sinar matahari fajar menembus kabut pagi, pasukan abu-abu dari prajurit Xia tampak seperti lautan logam, menyebar ke ujung-ujung padang rumput. Dengan langkah kaki mereka yang maju serempak, dentuman yang menggemuruh itu membuat tulang punggung mereka menggigil saat getaran di bumi bisa dirasakan. Para warga sipil mengeluarkan gelombang pekikan ketakutan sambil berpelukan satu sama lain, meringkuk di hadapan banyaknya musuh, yang membuat mereka semakin tidak berarti jika dibandingkan jumlahnya, seolah-olah mereka adalah setitik debu yang menghadapi air terjun.     

"Ya ampun!" Seseorang berseru, "Apa itu? Apakah ada longsoran salju?"     

"Bersiap-siaplah!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.