Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 200



Bab 200

0Itu berarti bahwa kapan pun Raja Qing Hai mau, dia bisa berjalan-jalan santai di dalam Yan Bei, dan tidak ada orang yang bisa berbuat apa-apa. Bukan hanya itu, tetapi Jalur Cui Wei terletak di tengah Pegunungan He Lan dan Pegunungan Cui Wei. Di sebelah timur jalur itu adalah padang rumput yang luas tanpa penghalang alami sejauh mata memandang. Satu-satunya cara untuk menghalangi musuh di Qing Hai adalah dengan membangun tembok besar yang panjangnya ribuan mil. Itu terdengar seperti lelucon, namun itulah kenyataan sebenarnya yang dihadapi oleh Yan Bei.     

Untungnya, sejak kejadian itu, Raja Qing Hai itu tidak pernah muncul lagi. Seolah-olah pada suatu hari dia hanya merasa bosan dan keluar untuk berjalan-jalan sambil memberi tahu Yan Xun bahwa dia adalah tetangga baru Yan Bei. Tentu saja, Yan Xun tidak berani menurunkan kewaspadaannya. Selain mengirim orang untuk mencari tahu informasi mengenai Raja Qing Hai, dia sendiri sudah pergi ke Jalur Cui Wei beberapa kali dengan harapan bisa bernegosiasi dengan Raja Qing Hai. Selain itu, Yan Xun juga mulai membuat garis pertahanan di Barat Daya dan mengatur sebuah garnisun. Dengan itu, Kekaisaran Xia akhirnya memiliki kesempatan untuk beristirahat. Semua informasi ini berasal dari He Xiao. Selama dua tahun ini, Chu Qiao hampir tidak pernah turun gunung.     

Malam-malam itu sangat hening. Begitu hening, sampai-sampai bisa terdengar suara anjing-anjing yang menyalak di kaki gunung. Namun, ketika semua orang sedang tertidur lelap, Chu Qiao memandangi bintang-bintang di langit, dan duduk sendirian hingga pagi tiba.     

Namun, tragedi terjadi tanpa pertanda apa pun sebelumnya. Berita tentang pemberontakan Da Tong seperti minyak panas mendesis yang baru saja ditambahkan ke air, menciptakan kegemparan besar di Pegunungan Hui Hui yang suram. Melihat pembawa pesan yang bersimbah darah tersebut, Chu Qiao mengerutkan kening saat dia mendengarkan kata-kata pria tersebut.     

"Nona, kumohon segera turun. Kalau anda tidak pergi, Da Tong tidak akan ada lagi!"     

Sambil menatap pembawa pesan itu dengan diam, Chu Qiao butuh waktu yang lama untuk menjawab. Berita tentang pemberontakan Da Tong baru saja diterima olehnya dari garnisun Kota Qiu Lan. Namun, pria ini segera muncul dan memberitahunya bahwa Yan Xun berencana untuk mencabut Serikat Da Tong hingga ke akarnya, dan sudah sepenuhnya membebaskan Lady Yu dan Tuan Wu dari tugas militer, dan telah menahan Xia Zhi, Xi Rui, dan para jenderal Da Tong lainnya. Markas besar Serikat Da Tong, Kota Wang, telah diubah menjadi puing-puing, dan Yan Xun berniat untuk memanggil Pasukan Huo Yun, bersama dengan Putri Huan Huan, dan bermaksud untuk sepenuhnya menghapus segala kemungkinan pemberontakan di masa depan dengan melenyapkan gadis itu ….     

Mengenai kata-kata itu, Chu Qiao menolak untuk percaya pada pembawa pesan itu. Logika juga meyakinkan gadis itu bahwa dia tidak boleh tertipu oleh kata-kata itu. Walaupun dia telah mengalami sikap tanpa ampun Yan Xun secara langsung, dia tahu bahwa Yan Xun tidak bodoh. Menyingkirkan Serikat Da Tong masih masuk akal, dan pencabutan posisi militer Tuan Wu dan Nyonya Yu bisa diterima, tetapi mengapa Yan Xun menginginkan kematian Huan Huan? Huan Huan adalah saudari perempuannya. Meskipun gadis itu adalah orang yang percaya pada Da Tong, dan telah dibesarkan oleh Da Tong, belum tentu gadis itu akan berbalik melawan saudaranya sendiri demi Da Tong.     

"Kamu turun dulu."     

"Nona!" Pria itu jatuh ke tanah, kepalanya membentur ke tanah dengan suara yang nyaring saat ia bersujud pada Chu Qiao, memohon, "Saya mohon kepada Nona untuk menyelamatkan Da Tong! Hanya Anda yang bisa menyelamatkan kami sekarang." Suara sujudannya sangat keras, dan tak lama kemudian kepala pria itu sudah tertutup darah. Sambil mengerutkan kening, Chu Qiao akhirnya berbalik dan berjalan kembali ke dalam kamarnya. Ketika pintu ditutup, tatapan pria itu dipenuhi dengan keputusasaan dan kesedihan.     

Mengenai Serikat Da Tong, Chu Qiao tidak pernah mendapat kesan yang baik tentang mereka. Selain Tuan Wu dan Nyonya Yu, dia tidak banyak bekerja dengan yang lain. Awalnya gadis itu berpikir bahwa mereka semua adalah sekelompok orang jahat yang mengincar kekuasaan dan kekayaan, tetapi perlahan-lahan gadis itu menyadari bahwa tidak semua dari mereka adalah orang-orang seperti itu. Sebagian besar anggota Serikat Da Tong adalah orang-orang yang beriman dan pejuang yang setia, dan seperti Mohism[1] di Cina kuno. Mereka adalah pejuang yang ganas, sarjana terpelajar, dan kebanyakan dari mereka murah hati dan baik. Orang-orang seperti itu akan menjadi sumber daya yang besar bagi suatu negara jika mereka dapat dimanfaatkan dengan baik. Chu Qiao yakin bahwa Yan Xun tidak akan membunuh sekelompok orang yang begitu berbakat. Jadi saat Chu Qiao memikirkan hal ini, dia meredam rasa tidak nyaman di hatinya.     

Namun, segala hal yang terjadi benar-benar melampaui imajinasi paling liar Chu Qiao. Belum sampai dua hari sejak kejadian itu, perang telah menyebar ke seluruh Yan Bei. Kelompok Serikat Da Tong yang tak terhitung jumlahnya telah dikepung dan dibantai, dan kepemimpinan Da Tong mengalami malapetaka. Kematian datang begitu cepat sehingga tak seorang pun yang mengetahui kabar apa pun sebelum mereka dikepung. Semuanya tampak seperti banjir yang baru saja menjebol tepian, langsung menyapu Yan Bei, tanpa ada orang yang bisa mengerahkan segala bentuk pencegahan.     

Pada malam kedua, para pembawa pesan mulai mendaki Pegunungan Hui Hui lagi. Awalnya ada 20 orang, namun hanya satu yang berhasil mencapai puncaknya. Penunggang kuda itu bermandikan darah, dan salah satu lengannya masih terhubung pada tubuhnya hanya oleh sepotong daging tipis, seolah-olah tangan itu bisa jatuh kapan saja. Melihat Chu Qiao, pria itu sudah tidak mampu berkata-kata. Menggunakan tangannya yang lain, dengan susah payah pembawa pesan itu membuka kancing bajunya dan memberikan sebuah surat kepada Chu Qiao. Meskipun surat itu telah basah dengan darah dan keringat, masih bisa terlihat kata-kata rapi yang tertulis di atasnya: AhChu, tolong kami. Zhong Yu.     

Setelah ragu-ragu sejenak, perlahan Chu Qiao berdiri. Angin gunung yang dingin bertiup ke tubuhnya yang lemah, gadis itu menarik napas panjang dan dengan tegas memberi perintah, "He Xiao, siapkan kudaku, aku akan menuju ke bawah!"     

Rasa lega melintas di mata pembawa pesan itu. Setelah itu, pria tersebut jatuh ke tanah, dengan kepalanya mendarat terlebih dahulu. Pada saat itu baru Chu Qiao menyadari ada sebuah panah yang menancap dalam di punggung pria itu, tepat di jantungnya. Tidak ada orang yang tahu bagaimana dia bisa bertahan dan memanjat hingga puncak gunung dalam keadaan seperti itu.     

Hanya ditemani oleh 20 orang pengawal, Chu Qiao memakai mantelnya, lalu menyerbu ke dalam kegelapan malam. Disertai hujan dingin yang membasuh wajahnya, perasaan tidak nyaman tumbuh semakin besar dan menyelimuti gadis itu. Dia menjadi semakin enggan untuk berpikir lebih lanjut, sambil memaksa kudanya untuk memacu lebih kencang. Di dalam gelapnya malam, perjalanan itu seolah-olah tiada akhirnya.     

Pasukan pengawal Nyonya Yu yang berjumlah 3.000 orang kini hanya tersisa 100 orang saja. Semuanya terluka, namun mereka berdiri dengan waspada pada saat mereka melihat Chu Qiao mendekat. Di dalam badai petir yang lebat, Nyonya Yu berbaring di dalam sebuah gubuk jerami. Ketika Chu Qiao masuk, Nyonya Yu sedang tidur. Saat mendengar ada suara, Nyonya Yu terbangun, dan perlahan ia membuka mata. Wajah pucat wanita itu tersenyum ringan saat melihat Chu Qiao datang, seolah-olah dia memang sudah menunggu kedatangan gadis tersebut, sambil menyapa Chu Qiao, "Kamu sudah datang." Sebuah panah menancap di dadanya, dan walaupun luka itu sudah diperban, tidak ada yang berani mencabut panah itu tanpa obat-obatan untuk merawat Nyonya Yu.     

Saat melihat itu, mata Ping An menjadi merah dan anak itu mendengus lalu berkata, "Saya akan pergi dan mencari Paman Da Lie." Setelah berkata demikian, dia membuka pintu dan berjalan keluar. Ruangan itu menjadi hening dengan hanya dua wanita itu di dalamnya. Kebetulan, mereka berdua sama-sama berpakaian putih. Saat berlutut di samping ranjang Nyonya Yu, Chu Qiao bisa langsung melihat betapa parahnya luka Nyonya Yu. Sambil menelan kesedihan, perlahan Chu Qiao bertanya, "Nyonya Yu, apa yang terjadi?"     

Saat menarik napas dalam-dalam, Nyonya Yu terbatuk-batuk, dan rona merah yang tidak sehat muncul di wajahnya. "Pajak di Chang Qing dinaikkan, dan penduduk setempat di sana memberontak. Beberapa pimpinan dari Serikat juga bergabung. Sekarang, sudah tidak ada cara untuk memperbaiki keadaan."     

"Anda juga turut bergabung?" Alis Chu Qiao mengerut dalam saat dia bertanya perlahan, "Mengapa anda begitu gegabah? Bergabung dalam pemberontakan rakyat itu sama saja dengan mengkhianati negara. Sejak awal Yan Xun tidak memercayai Serikat Da Tong, mengapa anda begitu ceroboh?"     

"Hahaha," Nona Yu tertawa ringan, dan dadanya naik turun. Fokus matanya tampak memudar. Dia menatap menembus Chu Qiao, dan sepertinya melihat hingga ke kejauhan. Perlahan, dia menjawab, "Apakah kamu pernah melihat bagaimana Chang Qing menderita bencana salju pada musim dingin sebelumnya, dan tahun ini, kota itu mengalami panen yang buruk, dan ternak mereka mati berlusin-lusin. Pada saat genting ini, Yan Xun memutuskan untuk memaksa mereka untuk menyerahkan makanan mereka, yang sudah tidak cukup bagi mereka untuk bertahan selama musim dingin. Itu sama saja meminta mereka untuk mati." Sambil menatap Chu Qiao, Nyonya Yu melanjutkan, "Yang Mulia sedang mempersiapkan perang, dan ingin menaklukkan Jalur Cui Wei sebelum musim dingin. Karena itu, dia sudah merekrut banyak tentara dan mengumpulkan makanan dari warga sipil. Sudah banyak rakyat yang mati kelaparan. Bahkan jika saya tahu hasil akhirnya, saya tidak punya pilihan selain melakukan ini."     

Sambil menggigit bibirnya, Chu Qiao merasakan kesedihan yang semakin meningkat, gadis itu memegang erat-erat tangan Nyonya Yu, tidak mampu mengucapkan kata-kata penghiburan.     

"AhChu, kamu adalah anak yang baik, tetapi kamu telah menjalani kehidupan yang sulit. Saya harap kamu mengerti bahwa tidak semua hal di dunia ini dapat mengikuti kehendakmu. Seringkali kita mungkin telah mencoba yang terbaik, tetapi kita mungkin tidak mencapai hasil yang kita inginkan. Kamu masih muda, masih ada masa depan yang cerah di depanmu." Tersenyum lembut, kerutan-kerutan halus yang menghiasi mata Nyonya Yu memberinya aura kebijaksanaan, dan suaranya yang lembut sepertinya mulai menghilang. Berlutut di samping tempat tidur Lady Yu, Chu Qiao menekan luka Lady Yu, dengan harapan bisa menghentikan darah yang masih merembes keluar. Dengan darah segar yang menodai gaun putih bersih Chu Qiao, Chu Qiao menggigit bibirnya dan berjuang untuk menahan air mata di matanya.     

"Nyonya Yu, kamu harus bertahan. Ping An sudah pergi mencari tabib."     

"Aku sudah tidak bisa diselamatkan." Nyonya Yu menggelengkan kepalanya sedikit. Wajahnya sudah sangat pucat sehingga bisa dibandingkan dengan salju segar di atas gunung. Bahu dan tangannya yang lemah dingin seperti es, saat wanita itu mengangkat pandangannya ke atap yang bobrok. Dengan angin menderu di luar pondok, banjir kenangan melintas di depan mata Nyonya Yu.     

Di saat-saat terakhir hidupnya, semua ingatan Nyonya Yu berkobar di matanya seolah-olah sedang menonton film. Dia merasa seolah-olah waktu telah berubah kembali ke 15 tahun yang lalu di Gunung Wolong, jantungnya berdetak kencang ketika dia melihat sosok yang mengenakan pakaian hijau berdiri di tengah-tengah dedaunan merah musim gugur. Dia hampir bisa mengingat bagaimana cahaya matahari yang lembut menimpa dirinya, membelai dia seperti tangan seorang ibu. Dia melihat sinar matahari, menebarkan bercak-bercak bayangan melalui lapisan dedaunan lalu jatuh di atas kecapi yang ada di atas meja batu di sampingnya. Pria itu berbalik ke arahnya, dan dengan senyuman lembut, pria itu menatap matanya dengan lembut, sambil mengulurkan tangan ke arahnya, "AhYu, mengapa kamu bangun begitu pagi?"     

Tidak ada yang tahu bahwa wanita ini tidak pernah menyukai seni politik, militer, atau kepemimpinan. Sejak kecil, dia hanya berharap bahwa dia dapat memiliki sebuah keluarga, dan seperti wanita normal, belajar tentang rias wajah dan puisi, dan akhirnya menikah dengan suami yang bertanggung jawab. Menjalani kehidupan yang damai, bukan impiannya untuk menyelamatkan dunia atau memiliki kekuasaan yang besar.     

Namun, pria itu ambisius, dan dia tidak tega ketika menyaksikan semua jenis ketidakadilan di dunia ini. Dia mendaki gunung dengan harapan bisa mempelajari keterampilan yang bisa memberinya kemampuan untuk melakukannya. Pada akhirnya, ketika pria itu mempelajari seni perang, Nyonya Yu akan belajar tentang politik; ketika pria itu memperkaya pengetahuannya tentang bisnis dan keuangan, Nyonya Yu akan membaca tentang ekonomi; ketika pria itu mengamati kebiasaan sosial, Nyonya Yu akan merenungkan tentang psikologi. Wanita ini selalu mencoba untuk melengkapi kemampuan pria tersebut, agar dirinya bisa selalu berada di ketinggian yang sama dengan pria itu.     

Guru mereka sangat bijaksana dan mengetahui segalanya. Dia hanya perlu melihat satu kali dan sudah mengerti perasaan wanita itu kepada pria tersebut. Namun gurunya bukan saja tidak mencegahnya belajar, melainkan justru mengajarkan semua yang dia bisa. Namun, pada akhirnya, sebelum Nyonya Yu turun gunung, guru mereka diam-diam menaruh sebuah surat di dalam barang bawaannya. Nyonya Yu baru menyadarinya setelah cukup lama. Di dalam surat itu hanya tertulis satu kata: Setia.     

Dalam sekejap, 15 tahun telah berlalu. Nyonya Yu telah mengalami masa-masa yang sulit saat dia melewati hidup dan mati. Untungnya pria itu selalu berada di sisinya. Terlepas dari angin dan badai yang mereka lalui, mereka selalu menghadapinya bersama. Seiring berlalunya waktu, dunia telah berubah secara drastis. Demi kekuasaan, bahkan ayah dan anak akan menjadi musuh besar, bahkan kerabat darah akan saling bertarung, dan bahkan kekasih akan saling meninggalkan. Hanya mereka berdua yang tetap sama dan terus percaya pada tujuan mereka dengan teguh.     

Namun, ada beberapa kata yang selalu tersimpan di dasar hati mereka. Setelah perjumpaan dan perpisahan berulang kali selama sepuluh tahun terakhir, Nyonya Yu selalu berpikir bahwa akan ada waktu lain. Karena itu, waktu mengalir dari sela-sela jari-jari mereka saat mereka disibukkan oleh mimpi-mimpi mereka, sama sekali tidak menyadari kenyataan bahwa akan ada hari di mana mereka tidak akan pernah bertemu lagi. Sampai akhirnya, wanita itu akan selamanya kehilangan kesempatan untuk menyampaikan perasaan yang telah dia rahasiakan selama hampir dua dekade, emosi lembut yang selalu dia sembunyikan.     

[1] Filosofi Cina kuno tentang logika, pemikiran rasional dan ilmu pengetahuan yang dikembangkan para cendekiawan yang belajar di bawah asuhan ahli filosofi Cina Mozi     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.