Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 184



Bab 184

0Melihat Jiang Chong tidak lagi berniat ikut campur, Chu Qiao merasa tenang saat dia mengangkat pedangnya dan memberi tahu He Xiao, "Ayo. Kalau kita tidak menyelesaikan ini dalam beberapa menit, kita tidak akan mendapatkan kesempatan sebagus ini di masa depan." Setelah berkata demikian, seluruh Garnisun Utusan Barat Daya turut bertarung. Dalam sekejap, raungan pertarungan dan gemuruh kaki kuda menggema. Para pengawal Jenderal Cheng berteriak putus asa, namun mereka tidak bisa bersembunyi di mana pun. Dengan pedangnya, Jiang Teng melindungi Jenderal Cheng, dan berteriak dengan lantang, "Lindungi Jenderal! Jaga beliau!" Tepat ketika dia menyelesaikan kalimat itu, sebuah panah melesat di udara dan menembus dada Jiang Teng.     

Para pengawal yang hanya berjumlah ratusan itu dengan cepat tumbang satu per satu, dan tubuh mereka diinjak-injak oleh kuda-kuda sampai berantakan. Dalam keributan tersebut, suara senjata yang saling beradu bisa terdengar di mana-mana. Para prajurit Garnisun Utusan Barat Daya telah mengepung Cheng Yuan dan sisa-sisa pengawalnya. Dengan gelombang demi gelombang anak panah yang ditembakkan ke arah Cheng Yuan dan para pengawalnya, anak buah pria itu tumbang semua.     

Tidak peduli dia teriak seperti apa pun, tidak ada gunanya. Cheng Yuan, dengan mata merah, merasa seperti dirinya sudah mau gila. Dalam rencananya, saat ini Garnisun Utusan Barat Daya seharusnya sudah lenyap, dan tidak peduli semarah apa pun Chu Qiao, gadis itu hanya akan menjadi binatang buas yang ompong, dan tidak bisa melakukan apa pun terhadap Cheng Yuan dan ratusan pengawalnya. Tetapi, Cheng Yuan tidak menyangka kalau bukan saja Garnisun Utusan Barat Daya tidak mati, tetapi mereka berani menyerang tendanya secara langsung. Wanita itu benar-benar gila di luar bayangan Cheng Yuan. Apakah dia benar-benar akan mati di sini hari ini?     

"Perintah dari Yang Mulia! Semua orang segera berhenti! Siapa pun yang terus bertarung akan dihukum menurut hukum militer!" Seorang pembawa pesan berteriak dari luar kepungan, Cheng Yuan langsung merasa lega. Tetapi, Chu Qiao berpura-pura tidak mendengar pembawa pesan itu, gadis itu menusukkan pedangnya ke prajurit lain demi menunjukkan tekadnya untuk melenyapkan Cheng Yuan.     

Bumi perkemahan yang tertutup salju itu menjadi tempat penggilingan daging raksasa, saat mayat-mayat diubah menjadi onggokan daging berdarah. Dengan suara pertarungan yang menggema di angkasa, tampaknya seolah hari-hari penindasan dan kemarahan akhirnya meletus, dan Garnisun Utusan Barat Daya dengan cepat membersihkan semua penghalang.     

"Perintah dari Yang Mulia! Semua orang berhenti sekarang juga!"     

Pembawa pesan itu terus berteriak. Dengan satu tendangan, Chu Qiao menjatuhkan Cheng Yuan ke tanah. Dengan darah merah tua yang mengalir turun dari pedang gadis itu, dan menetes ke tanah, banyak wajah-wajah yang melintas di mata gadis itu—wajah tampan Xue Zhi Yuan, wajah-wajah muda para prajurit yang mengorbankan diri mereka untuk menyelamatkan gadis itu, wajah dari banyak prajurit yang meninggal karena Garnisun Bei Shuo telah meninggalkan kota, dan wajah yang menatap gadis itu, penuh keraguan ….     

Gadis itu mengangkat pedangnya, dan tidak membuang-buang waktu. Tanpa mengatakan apa pun, kilatan haus darah melintas di mata gadis itu saat dia mengayunkan pedangnya turun ke arah pria itu!     

Mata Cheng Yuan membelalak ketakutan, namun dia tidak bisa berteriak sama sekali. Di hadapan pedang itu, pria itu tidak bisa melarikan diri. Sejak awal, pria itu sudah terkena beberapa panah dan sudah kehilangan niat untuk bertarung.     

Tepat ketika pedang itu akan menusuk tenggorokan pria itu, sebuah panah melesat di udara. Kecepatan panah itu begitu cepat, sampai-sampai seolah-olah panah itu membuat percikan api di udara. Terdengar suara benturan keras dan pergelangan tangan Chu Qiao menjadi mati rasa karena benturan itu. Pedangnya meleset dan menusuk ke dalam salju, menggores tipis kulit Cheng Yuan, menorehkan sebuah garis merah.     

"Yang Mulia! Tolong saya!"     

Dalam kemurkaannya, mata Chu Qiao seolah-olah menyemburkan api. Gadis itu mencabut pedangnya, dan mengayunkannya lagi, tetapi bahkan sebelum dia sempat mengayunkannya, datang sebuah panah lain. Kali ini, panah itu tidak menuju pedang gadis itu, melainkan He Xiao, yang sedang berdiri di belakang Chu Qiao. He Xiao menangkis dengan pedangnya, tetapi dia terhuyung-huyung karena tenaga panah itu yang sangat kuat. Karena terhuyung ke belakang, sebelum dia sempat mempersiapkan diri, sebuah panah lain melesat ke arah wajah He Xiao!     

Chu Qiao mengayunkan pedangnya untuk membantu He Xiao menangkis panah itu. Melihat panah itu ditembakkan dengan begitu kuat, cepat, dan penuh tenaga, gadis itu harus menggunakan seluruh kekuatannya untuk menangkis anak panah itu. Pada detik itu, seolah-olah Chu Qiao telah kembali ke bertahun-tahun lalu di dalam sebuah istana, ketika ada dua orang anak kecil. Anak yang satu menembakkan panah dan yang lainnya menangkis. Dulu, panah yang mereka gunakan tidak memiliki mata panah, berbeda dengan kali ini, di mana mata panah itu berkilau dengan kilatan yang mematikan.     

Ketika gadis itu akhirnya berhasil menghentikan panah tersebut, Cheng Yuan sudah melarikan diri. Dengan mengenakan jubah hitam, Yan Xun menunggang di atas kudanya. Dengan satu tangan memegang busur emasnya, tangannya yang lain sudah meraih anak panah lagi. Di belakangnya berdiri para pengawalnya dari Pasukan Elang Hitam. Berdiri di belakang pria itu dengan dingin, para pengawal itu mengawasi medan perang yang kacau balau itu dengan datar.     

Angin bertiup di antara mereka. Mengangkat gelombang demi gelombang kepingan salju, bisa terdengar juga suara lolongan angin itu.     

"AhChu, apa yang sedang kamu lakukan?" Suara Yan Xun sangat tenang. Begitu tenang, sehingga orang lain tidak bisa menebak pikirannya sama sekali. Raut wajahnya sangat dingin, seakan-akan dia bukan sedang berbicara dengan teman masa kecilnya yang telah menemaninya melalui delapan tahun yang penuh kesulitan, melainkan dengan orang asing. Setetes darah mengalir turun di wajah Chu Qiao, ke leher gadis itu. Saat mengangkat kepalanya, gadis itu melihat Cheng Yuan berdiri di samping Yan Xun dengan penuh hormat, sambil menyalahkan gadis itu dan memutarbalikkan semua fakta dengan suara keras. Tetapi, Yan Xun tidak mengatakan apa pun. Melihat hal itu, Chu Qiao merasa hatinya seperti telah ditutupi oleh lapisan salju yang tebal. Bibir gadis itu bergerak sedikit, tetapi dia tidak bisa berbicara sama sekali.     

Gadis itu selalu mengira mereka tidak akan salah paham satu sama lain, dan tidak akan perlu menjelaskan apa pun kepada satu sama lain. Tetapi, tiba-tiba dia menyadari, kalau dia tidak segera pergi dan menjelaskan, dirinya benar-benar akan menjadi pihak yang telah menebar bibit perpecahan di dalam Yan Bei. Sungguh ironis.     

Sambil melangkah maju, He Xiao menjelaskan seluruh kejadian. Tentu saja, dia menyembunyikan fakta kalau pasukan Xia sengaja melepaskan mereka, dan mengatakan kalau pasukan mereka merasakan ada yang salah, dan segera menerobos kepungan.     

Tanpa berbicara, Yan Xun hanya mendengarkan He Xiao dan Cheng Yuan berteriak pada satu sama lain, dan para prajurit Garnisun Utusan Barat Daya yang berteriak marah. Prajurit di sekitar telah berkumpul, dan angin malam semakin kencang. Chu Qiao berdiri diam di tempat dan kakinya mulai mati rasa karena dingin. Gadis itu seolah menjadi tuli terhadap suara-suara di sekelilingnya, dan pandangannya dipenuhi oleh mata Yan Xun. Mata itu begitu hitam, begitu jernih, tetapi, mengapa mata pria itu tertutup oleh lapisan es?     

"AhChu," Yan Xun berteriak. Suara pria itu tidak terlalu keras, tetapi, semua kericuhan di sekelilingnya langsung berhenti. Pria itu menatap Chu Qiao, dan bertanya dengan tenang, "Benarkah itu?"     

Chu Qiao menatap balik pria itu dengan diam. Tatapan gadis itu menembus waktu, dan dia sedang mengenang masa lalu mereka. Seakan-akan semua hal di sekitar mereka menghilang, dan yang tersisa hanya tatapan mereka berdua. Mulai dari saat mereka bertukar pandangan di lapangan berburu di Kekaisaran Xia, zaman yang penuh gejolak ini telah menghubungkan mereka berdua yang seharusnya tidak ada sangkut paut satu sama lain. Berkali-kali Chu Qiao berpikir, apakah dia datang ke masa ini, melintasi ribuan tahun, menembus jarak yang tak terbayangkan di ruang dan waktu, hanya demi Yan Xun? Karena itu, tidak peduli seberat apa pun, sesulit apa pun, gadis itu tetap di sisi pria tersebut, tersandung, terjatuh, dan bangkit lagi bersama dengannya. Dengan ikatan takdir, mereka tidak akan pernah meninggalkan satu sama lain dan akan sepenuhnya memercayai satu sama lain.     

Gadis itu mengangguk, matanya tetap tenang, namun, hatinya mulai hangat. Seperti seorang penjudi yang mempertaruhkan semua yang dia miliki dalam satu taruhan, gadis itu berkata, "Iya, itu benar."     

Sekeliling mereka menjadi hening, saat Yan Xun memicingkan matanya. Bibir pria itu bergerak, dan dia mengucapkan sesuatu, tetapi, Chu Qiao seolah-olah tidak mendengar apa pun. Suara itu begitu keras dan bergema di telinga gadis itu. Chu Qiao bisa mendengarnya dengan keras dan jelas, tetapi kalimat itu menjadi suara-suara tidak berarti, yang tidak bisa dimengerti oleh gadis itu.     

Yan Xun bertanya, "Kalau memang begitu, mengapa Garnisun Utusan Barat Daya hanya menderita begitu dikit kerugian? Menurut kalian, musuh berjumlah lebih dari 3.000 orang, dan mereka telah menerima informasi dari Jenderal Cheng dan telah membuat persiapan, bagaimana kalian bisa selamat dengan kerugian sekecil itu?"     

"Yang Mulia, bawahan ini merasa kalau ini mungkin kesalahpahaman. Saya telah menyinggung Nona Chu di Bei Shuo. Karena ditipu oleh beberapa orang jahat, saya tidak sengaja membunuh beberapa anak buah Nona Chu. Jenderal Xue telah menjadi teman baik Nona Chu, namun kematiannya juga sebagian merupakan tanggung jawab bawahan ini. Kalau Nona Chu memiliki pandangan buruk terhadap saya, itu sangat wajar."     

Para jenderal muda yang baru naik pangkat juga mulai menyuarakan keraguan mereka. Mengapa Garnisun Utusan Barat Daya bisa menyelesaikan pertempuran mereka dengan begitu cepat? Kalau jumlah musuh mencapai 3.000 orang, bahkan jika komandan mereka tidak becus, mereka tidak akan begitu ceroboh sampai tidak bisa mengepung dan membiarkan Garnisun Utusan Barat Daya lolos dengan begitu mudah?     

Kericuhan itu menjadi semakin keras, seolah telinga gadis itu dikerubungi oleh lalat-lalat. Chu Qiao kesulitan untuk menjelaskan. Apakah dia bisa mengatakan kalau Zhuge Yue melepaskan mereka? Dengan begitu banyak orang di sekitar, kalau ini sampai tersebar, apakah Zhuge Yue akan dihukum oleh Kekaisaran Xia? Ditambah lagi, gadis itu sudah kehilangan niat untuk menjelaskan. Melihat ke arah Yan Xun, pandangan gadis itu membeku. Bagaikan kabut yang sirna, gadis itu menyeringai dan menertawakan dirinya sendiri, "Kamu tidak percaya padaku?"     

Yan Xun berkata, "Beri aku penjelasan yang masuk akal."     

Penjelasan yang masuk akal? Perintah dari Cheng Yuan, kenyataan kalau Garnisun Utusan Barat Daya telah kehilangan delapan orang dan lebih dari 20 orang terluka, apakah ini masih tidak cukup sebagai bukti? Apakah harus sampai seluruh pasukan dibantai baru kejadian itu masuk akal? Chu Qiao tertawa terbahak-bahak. Kekecewaan dan rasa sakit yang mendalam bagaikan pedang yang ketajamannya tak tertandingi, mengiris jantungnya. Sambil menggigit bibirnya, rasanya seperti jantungnya akan mulai berdarah. Gadis itu menyahut, "Yan Xun, setelah mengenalku selama bertahun-tahun, apakah aku pernah melakukan sesuatu yang merugikan bagimu?"     

Yan Xun mengerutkan alisnya, tetapi dia tidak menjawab.     

Chu Qiao terus tertawa saat angin yang dingin terus menerpa wajahnya. Bibirnya mati rasa, dan matanya bagaikan danau yang perlahan membeku, akhirnya layu bagaikan bunga di musim gugur. Tatapannya menyapu semua orang, mata gadis itu bagaikan angin yang membelai mereka. Bibit kecurigaan dan keraguan telah ditanamkan, dan segalanya akan berubah. Yan Xun sudah menjadi Raja Yan Bei, dan sudah bukan lagi pangeran tidak berdaya yang dulu. Ada begitu banyak orang yang akan berdiri di sisi pria itu, dan Chu Qiao sudah bukan satu-satunya orang yang mendukungnya.     

"Aku bersumpah demi langit dan bumi kalau semua yang aku katakan itu benar. Kalau kamu tidak percaya padaku, kamu boleh membunuhku sebagai seorang pengkhianat!" Setelah berkata demikian, gadis itu berhenti melihat ke semua orang, dan hanya menyeret tubuhnya. Saat tersandung, dia hampir terjatuh. He Xiao dan yang lainnya berusaha mengulurkan tangan untuk menyokong gadis itu, tetapi mereka didorong menjauh. Tubuh mungil gadis itu terlihat begitu lemah, dan kulitnya yang begitu pucat terlihat hampir transparan sampai bisa terlihat pembuluh darah di bawah kulitnya. Burung gagak terbang di atas, sambil bergaok, semua orang tampaknya ditinggalkan oleh gadis itu. Berjalan perlahan, seolah-olah gadis itu sedang memaksa pria itu mengambil keputusan. Apakah Yan Xun akan berteriak menyuruhnya berhenti? Apakah pria itu akan membunuhnya? Atau mungkin pria itu akan mengejarnya, memeluk gadis itu, dan memberi tahu gadis itu kalau yang dia pikirkan itu salah, mana mungkin Yan Xun meragukan dirinya?     

Namun, pria itu tidak melakukan apa pun. Dia hanya berdiri di sana, dikelilingi oleh ribuan bawahannya yang setia. Cahaya dari obor menerangi wajah pria itu, begitu terang, begitu menusuk. Saat menatap gadis itu, mata pria tersebut masih tanpa perasaan. Dia tidak mengejar gadis itu, dan juga tidak mengatakan apa pun. Pria itu juga tidak membunuh siapa pun. Waktu terus mengalir di antara mereka berdua, dan salju mulai turun. Jarak di antara mereka semakin jauh, seakan-akan gunung dan lautan tiba-tiba muncul di antara mereka di kemah yang kecil ini. Dalam sekejap mata, seolah-olah puluhan tahun telah berlalu. Sejak awal ketika mereka pertama kali bertemu, hingga waktu ketika mereka berdiri berdampingan dan bertarung bersama. Kata-kata yang mereka ucapkan kepada satu sama lain masih menggema di telinga gadis itu, dan janji-janji itu masih jelas di benaknya. Tetapi, semua kata-kata janji yang berharga itu terdengar murahan dan tak bernilai sekarang.     

Yan Xun, kita telah melalui susah dan senang, serta hidup dan mati. Kita melewati hari-hari paling berat dalam hidup kita. Kita berjanji kalau kita akan kembali ke kampung halaman kita bersama-sama, dan membangun Yan Bei bersama-sama. Kita juga berjanji kalau kita akan membalas dendam bersama-sama. Kita berjanji untuk memercayai satu sama lain selamanya, dan tidak pernah meninggalkan satu sama lain untuk selamanya.     

Tetapi, dunia tidak pernah sesederhana yang dibayangkan. Kamu pernah berkata kalau aku adalah satu-satunya yang bisa kamu percaya di dunia ini. Tetapi, kamu tidak tahu bahwa setelah semua yang kamu alami, kamu telah lupa cara untuk memercayai seseorang. Ini termasuk dirimu sendiri. Kamu tidak bisa memercayai apa pun yang tidak bisa kamu kendalikan. Hal ini termasuk Serikat Da Tong, Tuan Wu yang disukai oleh orang-orang, Nyonya Yu, yang berbakat dan terampil, dan AhJing, yang telah mendampingi di sisi kamu dengan setia selama bertahun-tahun. Ini juga termasuk Garnisun Utusan Barat Daya yang telah bersumpah setia kepadaku, dan tentu saja, aku, Chu Qiao, yang telah berkontribusi begitu banyak untuk Yan Bei, dan memiliki ikatan yang tak terhitung dengan dirimu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.