Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 176



Bab 176

0Feng Zhi juga membaca surat itu dan tersenyum. "Yang Mulia, tulisan tangan Tuan Xuan berantakan. Sepertinya dia sedang mabuk."     

Yan Xun menggelengkan kepalanya. Dia benar-benar menghargai saudara angkatnya ini. Bagaimanapun juga, ini adalah persahabatan selama sepuluh tahun yang luar biasa. Dengan riang, dia berpikir, "Bersemangat sekali!" Setelah berkata demikian, jiwa kekanak-kanakan muncul dari dalam hatinya. Dia bertanya-tanya apakah saudara angkatnya ini akan mengamuk saat melihat jawaban seperti ini? Dengan cekatan, dia menuliskan sebuah jawaban:     

Saudara ini tidak tahu kalau kamu jatuh cinta pada saya, dan saudara ini sangat tidak perhatian. Pada saat Xia mundur, saudara ini akan secara langsung menuju ke Song untuk melamar kamu. Beranikah kamu menjawab?     

Feng Zhi tertawa terbahak-bahak, "Yang Mulia, ketika Tuan Xuan melihat ini, dia pasti sangat mengamuk."     

"Kalau begitu aku akan menonton dia mengamuk." Yan Xun memasukkan surat itu ke dalam amplop dan meletakkannya di atas meja dengan rapi. Sambil tertawa terbahak-bahak, dia membawa Feng Zhi dan AhJing keluar.     

Chu Qiao masih merasa tidak enak badan, jadi dia masih berbaring di kasur untuk beristirahat. Karena hari ini dia merasa lebih baik, dia mengenakan pakaiannya. Dengan membawa kastanye yang baru saja dia kupas, dia menuju ke ruang belajar Yan Xun. Lu Liu sedang tidur siang dan tidak mendengar kalau Chu Qiao sudah bangun.     

Saat membuka pintu ruangan belajar Yan Xun, Chu Qiao disambut oleh sebuah ruangan kosong. Setelah menaruh kastanye di atas meja, dia melihat kalau lilin di atas meja pria itu hanya tersisa sedikit. Dia pasti begadang sampai larut malam lagi. Gadis itu mau tidak mau merasa khawatir. Saat dia hendak menuju ke dapur untuk memastikan mereka mempersiapkan makanan bergizi, lengan bajunya menyapu sebuah surat di atas meja. Surat itu sangat indah, dan ada aroma tipis yang tercium darinya. Surat itu terjatuh dari meja. Lalu surat itu terbuka, dan Chu Qiao sempat melihat dua baris pertama dari surat itu. Saat melihatnya, Chu Qiao membeku, dan tidak bisa menahan diri lalu berjongkok dan mengeluarkan surat itu.     

Saat tiba-tiba melihat kalimat "Gunung memupuk pepohonan, tetapi pepohonan memelihara ranting mereka; Hatiku ingin agar kamu bahagia, tetapi kamu tidak tahu" hati Chu Qiao sakit. Ini bukan tulisan tangan dirinya, dan sejak semula, dia memang tidak pandai membuat puisi seperti itu. Ujung jarinya terasa dingin, dan dia segera membaliknya dan melihat kalau surat itu berasal dar kediaman Raja Xuan di Kekaisaran Song. Saat itu juga, sesuatu tiba-tiba menjadi jelas di dalam benaknya. Ia menarik napas dalam-dalam lalu perlahan mengembuskannya, seolah-olah ia ingin membuang semua kemarahan dari dalam tubuhnya. Tetapi, dia merasa seolah perasaannya menjadi semakin berat.     

Saat ia terus membaca, Chu Qiao melihat jawaban Yan Xun. Di dalam kepalanya terasa seperti ada sesuatu yang patah. Hampir terjatuh, alisnya mengerut erat. Ratusan kemungkinan muncul di benaknya, dan dengan jumlah alasan yang sama banyaknya, dia membubarkan pikiran-pikiran tersebut. Tetapi, semua skenario yang terbentuk di dalam hatinya itu tidak bisa menghilangkan kata-kata yang tertulis hitam di atas putih di hadapannya ini.     

Rasa dingin meresap dari kulitnya, seakan-akan tak terhitung tentakel dingin yang mulai merangkak keluar dari hatinya, dan membungkus seluruh tubuhnya. Hatinya tenggelam, seperti ke dalam jurang tanpa dasar, dan matanya menjadi kosong, tanpa kehidupan. Sebuah pikiran muncul dari dasar hatinya, dan perlahan pikiran itu tertuang menjadi sebuah kalimat. Jadi begitu, pada akhirnya bagi Yan Xun, saling mendampingi seumur hidup ternyata hanya seperti itu.     

"Tidak!" Chu Qiao tiba-tiba berdiri dan cahaya kembali bersinar di matanya. Dia tidak akan memercayai hal ini kecuali pria itu mengatakannya sendiri secara langsung. Gadis itu tidak akan semudah itu tertipu! Dengan tekadnya yang baru, rasa sakit dan tidak nyaman dari penyakitnya tiba-tiba lenyap, dan gadis itu berlari kembali ke kamarnya. Dengan cepat dia memakai mantel luarnya, lalu berjalan keluar. Lu Liu mengejarnya dari belakang dengan gelisah, sambil berteriak dengan panik, "Nona! Anda masih belum sehat! Anda mau ke mana?"     

Mengabaikan pelayan itu, Chu Qiao lompat ke atas seekor kuda dan bergegas menuju perkemahan Pasukan Pertama. Tetapi, saat mencapai perkemahan itu, dia tidak diizinkan masuk. Para prajurit dari Pasukan Pertama tidak mengenalinya dan tidak memercayai ucapannya. Mereka berdiri tegas dan menghalanginya masuk. Pada saat ini, seseorang memanggil namanya. Chu Qiao berbalik badan dan melihat wajah yang tak asing lagi. Saat diamati, gadis itu menyadari ternyata itu Du Ping An.     

Saat melihat gadis itu, Ping An sangat gembira. Sambil berlari mendekat, dia berteriak, "Nona! Akhirnya saya bisa bertemu anda. Saya terus berkeliaran di sekeliling kediaman anda selama berhari-hari, tetapi mereka tidak membiarkan saya masuk. Akhirnya anda kembali!"     

Chu Qiao agak terkejut dan bertanya, "Kamu mencari saya?"     

Ping An terperangah karena tampaknya Chu Qiao tidak tahu apa-apa, dan anak itu bertanya, "Nona, apakah anda tidak tahu?"     

"Tahu apa?"     

Saat itu juga, wajah Du Ping An menjadi sedih, dan dia berseru, "Nona, sungguh suatu bencana!"     

Di bawah langit berawan, angin terus bertiup, membawa kepingan salju yang terangkat dari tanah. Di tengah perkemahan Pasukan Kedua, dua pasukan berhadapan satu sama lain. Baju pelindung dari kulit membungkus tubuh para pria yang telah melalui begitu banyak pertempuran, sementara tangan mereka mengepal erat. Yan Xun memakai baju perang hitam, dan dia duduk di kursi yang terbuat dari kulit harimau putih di dalam tenda utama. Dengan tatapan dingin, dia bertanya dengan tenang, "Jadi, kalian berencana untuk memberontak lagi?"     

Aura tanpa belas kasihan itu menghantam para pendengarnya. Mendengar kata-katanya yang tajam, para prajurit Garnisun Utusan Barat Daya menjadi pucat karena marah, dan kelihatannya mereka berusaha keras untuk mengendalikan emosi mereka. He Xiao berdiri di depan yang lain. Walaupun dia tidak tergolong tampan, tetapi wajahnya yang tegas dan auranya sebagai seorang prajurit memancarkan aura yang tajam. Pada saat ini, dia merentangkan tangannya untuk menghalangi prajuritnya yang bersemangat. Sambil mengernyit, He Xiao berkata, "Yang Mulia, anda pernah menjanjikan bahwa anda tidak akan mempermasalahkan lagi yang terjadi di masa lalu."     

"Saya memegang janji itu." Yan Xun sedikit tersenyum sambil menjentikkan alisnya, dan matanya berkilau dengan penghinaan saat dia melanjutkan, "Mereka yang sedang berlutut di luar sana itu bukan pengkhianat—mereka adalah desertir!"     

"Kami bukan desertir!" Terdengar raungan marah. Di tengah alun-alun, 30 orang prajurit sedang berlutut dalam satu barisan. Di belakang mereka adalah pedang-pedang dari Pasukan Pertama. Seorang prajurit muda berteriak dengan marah, "Tidak peduli siapa pun itu, tidak ada yang boleh membakar bendera kami!" Sebuah bendera compang-camping dengan latar putih dan awan merah dilemparkan ke tanah, dengan sudut yang terbakar, bendera itu sudah sangat berantakan.     

Yan Xun melirik pria itu tanpa berpikir banyak, dan mendengus dengan hina, "Garnisun Utusan Barat Daya sudah menghilang dari dunia ini sejak tiga hari yang lalu, untuk apa lagi menyimpan benderanya? Kalian menyergap pasukan sekutu dan meninggalkan kota tepat sebelum pertempuran besar. Itu adalah pengkhianatan, dan kalau aku membiarkan kalian tanpa hukuman apa pun, hukum militer apa yang masih berlaku di Yan Bei?" Nada Yan Xun tiba-tiba menjadi serius, dan pandangannya menyapu mata orang-orang itu. Dia mengibaskan tangannya dan berkata dengan dingin, "Pengkhianatan adalah kejahatan terbesar! Aku bisa memaafkan kalian satu kali, tetapi aku tidak akan memaafkan kalian untuk kedua kalinya. Ayo! Hukum orang-orang ini sesuai dengan hukum militer! Mereka yang tidak setuju dengan keputusan ini akan diberikan hukuman yang sama!"     

"Yang Mulia!" Wajah He Xiao berubah menjadi menyeringai saat dia melangkah maju. Tetapi, dengan suara mendesing yang keras dan kilatan dari pedang, dua orang penjaga telah meletakkan pedang mereka di leher He Xiao. Setelah itu, tak seorang pun yang mengeluarkan suara. Para prajurit Pasukan Pertama semua melangkah maju satu langkah, dan para pemanah menyiapkan anak panah mereka. Dengan seluruh formasi sudah dipersenjatai, situasi tampak berbahaya dan siap meledak kapan saja.     

Para prajurit dari Pasukan Kedua terlalu terkejut. Dalam beberapa hari terakhir, mereka telah bertempur bersama dengan Garnisun Utusan Barat Daya. Di tembok kota Bei Shuo, mereka telah menjadi rekan seperjuangan. Karena itu, hari ini mereka hadir untuk mendukung Garnisun Utusan Barat Daya. Tetapi, sikap keras dari Yan Xun dan Pasukan Pertama adalah suatu hal yang tidak mereka duga.     

Garnisun Utusan Barat Daya hanya tersisa dengan 1.500 orang. Berdiri di tengah pasukan berjumlah puluhan ribu orang, mereka sama sekali tidak bersenjata. Mereka semua mengepalkan tinju, dan wajah mereka merah padam karena marah. Menghadapi musuh yang bersenjata, kemarahan mereka terlihat membara dari mata mereka. He Xiao melihat ke sekeliling, dan menarik napas dalam-dalam, dia bertanya, "Yang Mulia, apakah anda berencana untuk membunuh kami semua?"     

Yan Xun terkekeh dengan misterius dan pandangannya berubah menjadi datar, seperti lautan terdalam, dia berkata, "Komandan He Xiao adalah pria dengan banyak prestasi. Tentu saja saya tidak menyamakan anda dengan para pengkhianat itu."     

"Yang Mulia!" Dengan mata merah, He Xiao melangkah maju. 20 orang penjaga maju, dan semua meletakkan pedang mereka di leher pria itu secara bersamaan. Tetapi, He Xiao tidak takut sedikit pun. Dengan lancar, dia berkata, "Dalam Pertempuran Zhen Huang, Garnisun Utusan Barat Daya menderita 6.000 korban. Dalam Pertempuran Chi Du, Garnisun Utusan Barat Daya menderita 4.000 korban. Jenderal Feng Ting telah terkena lebih dari sepuluh panah, tetapi dia terus bertarung. Jenderal Mu Rong membawa orang untuk menyergap musuh di Tebing Bai Zhang. Ketika panah dan batu mereka habis, dia membakar seluruh hutan untuk menghentikan pergerakan lawan, dan mengorbankan dirinya sendiri saat melakukan itu. Jenderal Wu Dan Yu memimpin hanya 500 orang dan telah menghambat pergerakan musuh selama tiga hari penuh dengan taktik gerilya. Pada akhirnya, dia kalah jumlah dengan sangat jauh dan mati dalam pertempuran. Saat mempertahankan Bei Shuo, kami datang untuk membantu walaupun kami kalah jumlah dan menolak untuk mundur bahkan satu langkah pun. Kesetiaan Garnisun Utusan Barat Daya adalah sesuatu yang sudah disaksikan bahkan oleh langit dan bumi. Ratusan ribu prajurit dan warga Bei Shuo telah menyaksikan kesetiaan kami. Tetapi, melihat cara Yang Mulia memperlakukan orang-orang setia seperti ini, saya, He Xiao, tidak percaya!"     

"Beraninya kamu!" Jenderal Qiu Yi dari Pasukan Pertama, Kelompok Pengawal Ketiga melangkah maju dan membentak. Sekarang dia adalah salah satu wakil komandan dari pengawal Yan Xun. Dia adalah orang yang baru tidak lama diangkat oleh Yan Xun. Dia berkata dengan tegas, "Kamu hanya seorang komandan. Beraninya kamu bersikap kurang ajar terhadap Yang Mulia? Kamu tidak mendidik anak buahmu dengan baik, dan Yang Mulia sudah tidak mempersulit kamu. Tetapi kamu berani membantah Yang Mulia. Apa kamu tahu apa itu hukum militer?"     

"Yang Mulia!" He Xiao berlutut. Dengan pandangan tegas, dia berseru dengan lantang, "2.000 orang prajurit dari Garnisun Utusan Barat Daya semuanya telah bersumpah setia kepada Yan Bei. Dengan melakukan hal ini, Yang Mulia, apakah anda tidak takut kalau anda akan membuat keresahan warga?"     

"Kamu semakin kelewatan!" Wakil komandan Pasukan Pertama, Feng Lu membentak, "Bawa dia keluar!"     

Para pengawal segera menyerbu di sekeliling He Xiao dan memuntir lengan pria itu. Para prajurit Garnisun Utusan Barat Daya yang berada di belakang He Xiao menyadari itu, dan segera bergegas maju untuk membantu komandan mereka. Situasi sudah berubah menjadi kacau balau. He Xiao berteriak dengan lantang, "Yang Mulia! Bahkan mereka yang menyerah dari keluarga Batuha telah dibiarkan hidup, mengapa anda ingin melenyapkan kami semua dari Garnisun Utusan Barat Daya? He Xiao tidak percaya! He Xiao tidak percaya!"     

"Berhenti!" Suara Yan Xun tidak keras, tetapi penuh dengan kewibawaan. Sambil menatap dingin ke arah He Xiao, dengan dingin dia berkata, "Komandan He, orang-orang yang saya hukum hanya para pengkhianat yang berusaha kabur dari Bei Shuo semalam, dan sama sekali tidak ada hubungan dengan kalian. Saya harap anda jangan ikut campur dalam masalah ini. Atau, saya akan menganggap anda memancing keresahan di dalam pasukan."     

"Yang Mulia, mereka bukan pengkhianat. Mereka hanya berusaha melindungi bendera itu! Hanya karena mereka dikejar baru mereka kabur keluar dari kota …."     

"Sebuah perintah tetap perintah! Saya tidak ingin mendengarkan penjelasan anda, saya hanya ingin melihat hasilnya! Kalau semua orang memiliki alasan, bagaimana saya bisa mengatur militer kita?" Yan Xun bertanya dengan galak.     

Mata He Xiao merah saat dia berteriak lagi, "Yang Mulia!"     

"Mulai eksekusinya!"     

"Yang Mulia!" He Xiao menyerbu. 2.000 orang prajurit dari Garnisun Utusan Barat Daya ikut maju di belakangnya. Saat melihat itu, para pengawal mencabut pedang mereka dan mulai menyerang. Karena menang jumlah dari Garnisun Utusan Barat Daya, mereka memulai pembantaian, dan darah segar mulai turun. Pasukan Pertama berdiri di luar untuk memotong campur tangan dari luar. Sementara, prajurit dari Pasukan Kedua berdiri di luar, terperangah melihat kejadian tersebut.     

Qiu Yi berteriak kepada si algojo, "Apa yang kamu tunggu? Eksekusi mereka!"     

"Memasak para anjing ketika semua kelinci sudah tertangkap, dan membuang busur ketika semua burung sudah terbunuh. Yan Xun, kamu sangat tidak tahu terima kasih dan tidak bisa dipercaya. Selama ini memang kami sudah salah menilai kamu!" Petugas administrasi dari Garnisun Utusan Barat Daya, Wen Yang, sedang berlutut di tanah. Semalam, dia adalah yang pertama menyadari ketika Pasukan Pertama mengambil lebih dari 20 bendera mereka dan membakarnya di dalam perkemahan Pasukan Pertama. Karena kejadian itu begitu tiba-tiba, dia tidak sempat mengabari He Xiao. Wen Yang memimpin lebih dari 30 prajurit administrasi di bawah komandonya untuk menyerbu ke dalam kemah Pasukan Pertama, dan kabur keluar dari kota. Saat ini, kepalanya sedang ditekan ke atas salju dingin saat dia berteriak sekuat tenaga.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.