Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 172



Bab 172

0"Baiklah," Chu Qiao menjawab dengan perlahan. Gadis itu menyandarkan kepalanya di bahu pria tersebut, sambil merasa bahwa para dewa telah memberkatinya begitu banyak.     

Dada Yan Xun sedikit mengembang dan dia menjawab, "Aku akan selalu bersikap baik kepadamu."     

Chu Qiao tersenyum tipis dan hanya mengangguk sedikit sekali sampai-sampai sulit untuk disadari. "Aku akan selalu memercayai kamu."     

Di dalam ruangan ini, semua suara terhenti. Di balik tirai sutra tipis yang menggantung dari langit-langit, sesekali bisa terdengar suara jam pasir. Suara pasir yang jatuh terdengar sangat mirip dengan gemerisik ulat sutra yang mengunyah daun murbai di musim semi.     

"AhChu, mari menikah setelah perang di timur ini selesai."     

Chu Qiao menengadah, dan mereka berdua saling bertatapan. Mereka saling menatap satu sama lain dengan saksama, pandangan mereka begitu polos dan hangat. Seakan-akan mereka tiba-tiba menjelajah waktu ke masa lalu, ketika pemuda itu menatap gadis tersebut dan bersumpah, "Aku pasti akan membunuh siapa pun yang berani melukai kamu!"     

Saat ini, Yan Xun memegang gadis itu di dalam pelukannya dan perlahan berseru, "AhChu, semua kehebohan sudah berlalu. Kita masih tetap bersama."     

Betul, siapa pun akan berubah, kecuali kita berdua.     

"Tentu saja." Sebuah senyum cerah merekah di wajah gadis itu. Sambil memeluk tubuh pria itu, rasanya seperti bernapas saja sudah sangat memuaskan. Aku akan selalu memercayai kamu. Selama-lamanya. Angin sepoi-sepoi membelai kedua sosok yang saling berpelukan itu, tirai bergemerisik, dan lilin berkedip-kedip. Pemandangan ini sangat tenang dan damai.     

Yan Xun pulang, dan saat mereka berdua sedang makan, Chu Qiao melihat kalau Feng Zhi sedang buru-buru mengemas sesuatu untuk Yan Xun. Dia bertanya dengan santai, "Kamu sudah mau pergi lagi?"     

Yan Xun mengunyah makanannya sambil membuka sebuah surat dari timur. Dia mengangguk dengan tenang, "Iya, sebentar lagi."     

"Biarkan aku ikut denganmu."     

Yan Xun meletakkan surat itu dan mengangkat kepalanya. Dengan tegas, dia berkata, "Wilayah Timur akan menghadapi perang dan pertempuran tanpa henti, apalagi sekarang Pasukan Xia sudah semakin kuat. Tubuhmu masih belum sehat, aku tidak tega membawamu menempuh perjalanan jauh denganku. Mengingat kedamaian yang kita nikmati di Yan Bei sini, aku rasa sebaiknya kamu tetap di sini saja."     

Chu Qiao merengut, dan membalas dengan gelisah, "Aku sudah cukup pulih, biarkan aku pergi bersamamu. Aku bisa membantumu, aku bisa …."     

"AhChu, aku tidak pernah meragukan kemampuanmu, tetapi sekarang sudah waktunya kamu beristirahat." Saat Yan Xun mengatakan ini, nadanya sangat tegas. Dengan tatapan yang membara, dia menatap gadis itu dengan tajam dan berkata, "AhChu, kamu sudah melalui begitu banyak hal. Serahkan sisanya padaku. Apa kamu meragukan aku?"     

Pada saat itu, Chu Qiao membeku karena perasaan yang bercampur aduk di dalam hatinya, tangannya yang memegang sumpit sedikit berguncang, dan dia hampir menjatuhkannya. Setelah menarik napas dalam-dalam, perlahan dia menjawab, "Aku hanya mengkhawatirkan kamu."     

Ekspresi Yan Xun melembut, dan dia mengulurkan tangannya ke seberang meja. Sambil tersenyum lembut, dia menggenggam tangan gadis itu. "Jangan khawatir."     

Chu Qiao tersenyum lembut, tetapi dia tidak tahu harus menjawab apa. Tiba-tiba, dia teringat, sejak Yan Xun kembali, dia tidak pernah menanyakan tentang urusan militer. Saat ini, dirinya bahkan tidak tahu lokasi pasukan Xia secara kasar.     

Saat angin dingin berembus di luar, walaupun ada perapian yang hangat di dalam ruangan, tetap saja terasa dingin. Yan Xun suka makan kastanye, jadi saat Chu Qiao tidak ada kerjaan, dia akan mengupas kastanye untuk pria itu. Sekarang, seluruh kamar dipenuhi dengan aroma manis dari kastanye. Di samping kasur, di meja belajar, di meja nakas, dan di mana saja di dalam ruangan itu yang mudah dijangkau ada mangkuk berisi kastanye yang sudah dikupas.     

Selimut itu tebal dan lembut, dengan sulaman naga berwarna emas. Kasur itu cukup besar untuk menampung tujuh hingga delapan orang di atasnya. Chu Qiao merentangkan tangannya dan membantu merapikan kasur pria tersebut, hatinya sangat damai. Mungkin hanya saat dia sedang melakukan sesuatu untuk pria itu, baru dirinya bisa merasa tenang.     

Terdengar suara langkah kaki dari belakang. Chu Qiao tidak berbalik, dan hanya dengan santai memberi tahu, "Air sudah mendidih. Kamu bisa …." Tiba-tiba, dia dipeluk dari belakang. Napas lembut pria itu bisa terasa di tengkuknya yang putih bersih. Chu Qiao berdiri tegak dan tertawa kecil sambil mendorong pria itu. "Jangan bercanda. Aku sedang merapikan kasur."     

"Siapa yang menyangka kalau Nona Chu Qiao yang heroik juga melakukan hal-hal semacam ini."     

Tahu kalau pria itu sedang menggodanya, Chu Qiao balas menggoda pria tersebut, "Kamu jahat sekali. Aku sudah merawatmu selama hampir sepuluh tahun. Tapi menurut kamu, aku seperti seorang dewi perang, yang tidak tahu apapun selain perang."     

Yan Xun tertawa. "Bukan begitu. Aku hanya sedang memuji betapa beruntungnya diriku."     

Chu Qiao berbalik badan dan bercanda, "Kalau begitu biarkan aku ikut denganmu! Dengan begitu aku bisa terus mengurus kamu."     

Saat menatap gadis itu, wajah Yan Xun menjadi serius lagi. Setelah memandangi Chu Qiao cukup lama, pria itu bertanya, "AhChu, apakah kamu tahu apa harapan terbesarku?"     

Chu Qiao mengangkat alisnya tetapi tidak menjawab.     

Yan Xun tampaknya memang tidak menunggu dia menjawab, dan pria itu melanjutkan ucapannya, "Selama bertahun-tahun ini, setiap kali aku melihat kamu lari ke sana kemari demi aku, aku bersumpah di dalam hati kalau suatu hari ketika aku sudah berkuasa, aku akan memastikan kamu tidak pernah disakiti lagi. Aku akan memastikan kalau kamu mendapat perlakuan yang paling baik, dan hidup bahagia selamanya, dan menikmati semua yang bisa dinikmati oleh seorang wanita. AhChu, aku adalah seorang pria. Daripada membawamu ke medan perang bersamaku, aku lebih ingin melihat kamu merapikan kasur, dan memasak untukku."     

Wajah Yan Xun sangat tenang, tetapi tatapan matanya terlihat serius. Menatap pria itu, Chu Qiao merasa sulit untuk menjelaskan perasaannya pada saat itu. Sambil menunduk, berbagai perasaan muncul di dalam hatinya. Akhirnya, dia merentangkan tangannya dan memeluk pinggang Yan Xun, dan berbisik, "Aku tahu. Aku akan menunggumu di sini. Kamu harus segera pulang dengan aman sentosa."     

Suara Chu Qiao lembut sekali, dan Yan Xun langsung tersentuh, dan dia tak kuasa menahan lalu mengulurkan jarinya. Meraih dagu gadis itu, dia mengangkat kepala gadis itu sambil menatap matanya. Setelah itu, mereka perlahan mendekat dan berciuman. Lengan pria itu memeluk gadis tersebut dengan erat, mengunci pinggangnya, dan di tengah ciuman penuh gairah itu, sesekali bisa terdengar suara erangan lembut. Suara itu sangat menggoda, seolah-olah berniat untuk menghancurkan akal sehat pria tersebut.     

Suara napas Yan Xun mulai tidak beraturan dan dia merasa darah mulai berkumpul di bagian bawah tubuhnya. Tangannya yang besar membelai punggung gadis itu, namun pria itu ingin lebih dari ini. Sentuhan bibir sudah tidak lagi memuaskan baginya, dan dia menginginkan lebih dan lebih lagi. Kasur yang besar itu bisa terlihat di balik lapisan tirai sutra dan memancarkan daya tarik yang tidak biasa bagi pria tersebut. Yan Xun mengangkat Chu Qiao dalam gendongan pengantin lalu meletakkan gadis itu di atas kasur.     

Saat menyentuh kasur, Chu Qiao menjadi panik karena tiba-tiba dia merasa dingin. Dia membuka matanya dengan tak berdaya, namun pertahanannya yang lemah seketika diterjang oleh gairah pria itu yang semakin meningkat dan juga napasnya yang panas. Pria itu berada di atasnya, dan tubuh mereka saling bergesekan satu sama lain. Kehangatan tubuh mereka dengan mudah menembus kain yang tipis itu.     

"Yan … Xun …." Suara yang terengah-engah itu terdengar. Tidak jelas apakah gadis itu senang atau marah, ataupun sedang menyetujui atau menolak.     

Tangan yang sepanjang tahun memegang pedang itu membuka gaun gadis itu dan menyelip ke dalam. Saat pria itu menyentuh kulit yang lembut dan halus itu, Chu Qiao berteriak terkejut. Saat ini, pria itu sudah tidak mungkin berhenti. Napas gadis itu semakin terengah-engah. Perasaan yang begitu indah, sisa-sisa akal sehat pria itu mulai habis. Dengan suara serak, pria itu berbisik di telinga Chu Qiao, "AhChu, kurasa aku sudah tidak bisa tahan lagi."     

Chu Qiao sudah tidak bisa berbicara lagi. Mulutnya yang sedikit terbuka, sudah terbungkus sepenuhnya, dan hanya bisa mengeluarkan suara erangan yang tertahan. Sensasi saat giginya dijilat oleh lidah pria itu mengirimkan kejutan elektrik ke tulang punggung gadis itu, membuatnya merinding berulang-ulang kali. Beban di atas tubuhnya terasa begitu berat, tetapi gadis itu merasa begitu santai. Pakaiannya meluncur turun dari bahunya, memperlihatkan bahunya yang putih dan mulus. Diterangi oleh lilin, gadis itu terlihat seperti porselen.     

Pada saat ini, tiba-tiba sebuah pikiran melintas di benaknya. Chu Qiao berusaha membebaskan mulutnya, lalu berkata, "Yan Xun, berapa usia Jing Yue Er?"     

Yan Xun terkejut. Gadis itu menanyakan berapa usia Jing Yue Er, dan bukan Chu Qiao. Memang apa bedanya? Pria yang tidak tahu apa-apa itu merasa kesal, dan dia mengomel, "AhChu, kamu sedang menggoda aku!"     

Chu Qiao menggeleng dengan putus asa, "Kapan?"     

"Setiap kali kamu tampil di hadapanku dengan begitu cantik adalah suatu godaan!" Yan Xun menarik napas dalam-dalam lalu dia mencium daun telinga gadis itu yang putih bersih, lalu terus menyalahkan gadis itu lagi, "Ditambah lagi, setiap kali kamu menggodaku, kamu tidak bertanggung jawab."     

Chu Qiao kembali merasa merinding. Gadis itu tidak bisa menahan dan melengkungkan punggungnya, tetapi mulutnya terus berbicara dengan terbata-bata, "Kamu … tidak … masuk akal."     

"Justru karena aku terlalu masuk akal, maka aku tidak bisa melakukan apa pun terhadap kamu." Yan Xun mendesah. "AhChu, betapa aku ingin menikahimu sekarang."     

"Lalu kenapa tidak kamu lakukan saja?" seseorang berbicara tanpa berpikir.     

Setelah kata-kata itu keluar dari mulutnya, wajah Chu Qiao berubah menjadi merah dan dia membenamkan kepalanya ke dalam selimut. Yan Xun sedikit terkejut, lalu dia tertawa terbahak-bahak. Chu Qiao merasa seolah-olah dirinya sudah gila, kenapa dia yang terlihat lebih bersemangat daripada Yan Xun?     

"Tidak bisa begitu." Yan Xun menarik gadis itu keluar dari selimut dan menaruh Chu Qiao di atas kakinya sambil memeluk gadis itu. "Yan Xun yang saat ini masih seorang pemberontak di Yan Bei yang hanya merupakan sebuah provinsi yang memisahkan diri. Seluruh Yan Bei gersang dan masih menunggu perbaikan. Bagaimana mungkin aku menyambut istriku dengan ruangan yang begitu menyedihkan? Begitu perang di timur sudah selesai dan masalah internal Yan Bei sudah stabil, aku akan membangun sebuah istana emas untukmu, dan menggunakan cadangan makanan seluruh wilayah barat laut sebagai mahar. Aku harus memastikan kalau AhChu-ku adalah pengantin wanita yang paling dihormati di seluruh benua untuk menunjukkan bahwa kamu adalah satu-satunya cintaku untuk selama-lamanya.     

Walaupun sudah mengetahui perasaan pria itu sejak lama, Chu Qiao tetap merasa hatinya berguncang saat mendengar kata-kata pria tersebut. Pandangannya mulai buram, dan air mata gadis itu hampir menetes. Perlahan menundukkan kepalanya, Chu Qiao bersandar pada tubuh pria dan berkata perlahan, "Aku tidak mau semua itu. Aku hanya ingin kamu aman sentosa."     

"Walaupun kamu tidak mau, tetapi aku pasti tetap akan memberikannya padamu." Yan Xun tersenyum lembut dan mengecup dahi gadis itu. "Aku tahu kamu sudah berjuang keras selama bertahun-tahun ini. Ini adalah harapanku, sebuah harapan yang sudah kumiliki bertahun-tahun. Aku benar-benar sudah berutang begitu banyak kepadamu, dan hanya bisa menggunakan sisa hidupku untuk membayarmu."     

Seolah-olah hatinya telah diletakkan di dalam air hangat, Chu Qiao mendesah perlahan. "Di antara kita, apakah masih ada hal-hal yang disebut utang dan pembayaran?"     

Suara Yan Xun melembut. Dia menjawab, "Aku tahu betapa banyak yang sudah kamu tempuh demi diriku."     

Lilin terus berkedip, dan lapisan-lapisan sutra bergoyang. Bayangan samar kedua orang itu bisa terlihat.     

Setelah mandi, Yan Xun tidak memakai piamanya, dan mengenakan pakaian untuk bepergian. Chu Qiao bertanya, "Kamu mau ke mana?"     

Yan Xun dengan santai mengambil sebuah mantel dan menyampirkan mantel itu pada Chu Qiao. Sambil tersenyum, pria itu berkata, "Aku akan mengantarmu kembali ke kamarmu."     

"Kembali ke kamarku?" Chu Qiao sedikit terkejut. Selama beberapa hari terakhir, dia tidur bersama Yan Xun. Sebenarnya, itu bukan hal besar. Ketika mereka masih muda, mereka selalu tidur bersama. Bahkan, selama beberapa hari terakhir ketika Chu Qiao sakit, Yan Xun selalu berjaga di sampingnya siang dan malam, dan mereka juga tidur bersama. Apa yang terjadi sampai Yan Xun harus mengantarnya kembali ke kamar?     

"Kenapa? Apa kamu rindu?" Yan Xun menggodanya tetapi segera merengut." AhChu, kita sudah bukan anak-anak lagi. Dalam beberapa hari terakhir, aku sama sekali tidak bisa tidur, dan ini lebih parah daripada ketika kita di Kota Zhen Huang."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.