Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 151



Bab 151

0Mata Chu Qiao melebar dan dia berkata, "Kamu masih mau melawan!"     

"Tidak, tidak," Yan Xun segera meminta maaf. "Saya bicara sembarangan. Saya terlalu banyak berbicara. Jenderal Chu, semoga anda bisa memaklumi saya."     

Chu Qiao mendengus, seolah-olah dia mengampuni pria itu.     

Yan Xun tertawa terbahak-bahak. Para prajurit memperhatikan mereka, tidak tahu mengapa mereka berdua bisa membahas urusan militer dengan begitu semangat. Kedua orang itu terlihat mengangguk setuju sambil menjelaskan dengan gerakan tangan mereka. Apakah Jenderal Chu memutuskan untuk membunuh Kaisar Xia di Kota Zhen Huang?     

"Berhati-hatilah. Pedang di medan perang tidak memiliki mata. Jangan membahayakan dirimu sendiri." Tidak peduli sekuat apa pun seorang wanita, jika menghadapi keadaan tertentu, dia akan tetap khawatir tanpa henti. Seperti sekarang ini, tahu kalau dirinya tidak akan mengikuti pria itu, dia mulai cerewet tanpa henti lagi.     

"Iya, aku tahu." Yan Xun mengangguk tulus, dengan sikap baik.     

"Walaupun Tuan Wu yang bertanggung jawab atas Pasukan Pertama, hubungan di dalam sana sangat rumit. Serikat Da Tong memiliki pengaruh yang besar di sana. Kamu harus berhati-hati dan waspada terhadap politik internal."     

"Jangan khawatir, aku akan mengingat ini."     

"Jalur Mei Lin berada di utara. Di sana dingin. Kamu sedang sakit. Tetaplah hangat, pakai lebih banyak baju, tutupi dirimu dengan lebih banyak selimut di malam hari. Ingatlah untuk meminum obatmu."     

"Baiklah, aku akan mengingat itu."     

"Ketika kamu tidur, taruh satu baskom air di sisi kasurmu. Kamu sering batuk. Asap dari perapian tidak sehat untukmu."     

"Iya, aku akan mengingat itu."     

"Mengenai urusan dengan orang-orang Quan Rong, biarkan orang lain yang mengurusnya untukmu. Jangan lakukan sendiri. Kita tidak terlalu mengerti mereka. Waspadalah terhadap mereka."     

"Jangan khawatir."     

"Ingatlah untuk menulis surat padaku setiap hari. Kalau aku tidak mendengar darimu selama tiga hari, aku akan pergi ke Jalur Mei Lin untuk mencarimu."     

Pria itu menjawab dengan lemah, "Bahkan jika aku mati, aku akan menulis untuk mengabarimu terlebih dahulu."     

Wanita itu langsung panik. "Mati? Kalau kamu berkata seperti itu lagi, aku akan berkemas dan mengikuti kamu!"     

Yan Xun dengan cepat menyahut. "Saya bicara sembarangan. Saya berdosa. AhChu, kalau kamu terus melantur, langit akan menjadi gelap."     

"Memangnya kenapa kalau begitu? Kamu bisa berangkat besok kalau langit sudah gelap."     

Yan Xun sudah hampir menangis, namun dia hanya bisa menurut tak berdaya, tidak berani menentang.     

"Berapa banyak mantel yang kamu bawa?"     

"Lima."     

"Sepatu bot? Ada salju di mana-mana. Itu akan meleleh karena api. Jangan memakai sepatu bot yang basah."     

"Iya, aku tahu."     

"Kantong penghangat? Berapa banyak? Apakah cukup?"     

"AhChu." Yan Xun mulai kesal. "Kamu yang membantu aku berkemas."     

"Oh? Benarkah? Aku lupa." Sikap Chu Qiao sangat jujur. "Biar aku lihat lagi, apakah kamu membawa pelindung lutut? Ada. Kaos kaki sudah cukup? Oh, kamu bawa 80 pasang. Topi? Baiklah. Ini terbuat dari kulit beruang. Aku sudah menjahitkan satu lapis kulit rubah di depannya."     

Chu Qiao mengeluarkan barang bawaan dari kereta dan menaruhnya di lantai. Dia berjongkok di lantai dan memeriksa isinya. Setelah sejenak, dia tampaknya teringat sesuatu. Gadis itu melompat berdiri dan berteriak dengan keras, "Apakah ada cukup batu bara? Aku akan memuat satu kereta untukmu."     

Yan Xun menjawab dengan lemah, "Sudah cukup. AhChu, sudah cukup. Jangan khawatir. Pasukan kita akan berbaris sepanjang jalan. Bahkan jika tidak cukup, aku bisa mengambil dari mereka."     

"Bagaimana boleh begitu?" Chu Qiao cemberut. "Kita menggunakan batu bara dari kayu cendana putih. Mereka cuma mengeluarkan sedikit asap. Pasukan menggunakan batu bara dari tanah. Asapnya banyak sekali. Nanti pernapasan kamu terganggu."     

Sebelum Yan Xun sempat menghentikannya, Chu Qiao sudah memerintahkan pelayan di belakang mereka, "Kamu. Iya, kamu. Kemari. Pergi ke Departemen Pasokan Militer dan isi dua kereta dengan batu bara. Ingat, harus batu bara yang terbuat dari kayu cendana putih. Cepat. Ini menyangkut hidup dan matinya pasukan kita. Yang Mulia memercayai kamu, karena itulah dia menyuruhmu melakukan tugas ini. Selesaikan ini secepat mungkin, mengerti? Yan Bei akan mengingat kesetiaanmu."     

Wajah prajurit itu menjadi merah karena semangat. Dia berusaha menahan perasaannya untuk sejenak, lalu membungkuk dengan cepat dan berteriak, "Semua demi Yan Bei!" Setelah berkata demikian, dia berlari pergi. Walaupun dia tidak tahu bagaimana mengisi dua kereta dengan batu bara bisa memengaruhi hidup dan matinya pasukan Yan Bei, tetapi dia tahu kalau Jenderal Chu adalah ahli siasat yang cerdas, seorang jenius. Perintah apa pun yang dia berikan selalu memiliki rencana yang mendalam. Prajurit ini percaya kalau di pertarungan yang akan datang, kedua kereta berisi batu bara ini akan menentukan apakah pasukan mereka menang atau kalah. Maka, dia berangkat melaksanakan tugasnya dengan semangat, begitu semangatnya sampai dia lupa menunggang kudanya.     

Matahari sudah tinggi di atas langit. Di padang bersalju, mereka berdua enggan mengucapkan perpisahan mereka.     

"Yan Xun, berhati-hatilah. Keadaan akan menjadi berbahaya. Kamu harus waspada terhadap orang-orang di sekitarmu."     

Yan Xun mengangguk dan menjawab, "Aku tahu. Kamu juga. Selama aku tidak di sini, orang-orang mungkin mengganggu kamu. Hafalkan nama mereka dan jangan bentrok dengan mereka. Ketika saya kembali nanti, aku akan mengurus mereka satu per satu."     

"Baik. Nanti, kita akan bunuh keluarga mereka dan rebut harta mereka."     

"Baik, kita juga akan mengikat mereka, lalu kamu bisa memukuli mereka sepuas kamu."     

"Sudah diputuskan kalau begitu." Chu Qiao mengangguk dan melanjutkan, "Aku sudah menugaskan 4.000 pemanah untuk kamu. Bawa mereka sebagai pengawal pribadi kamu. Jangan terjun ke dalam pertempuran dengan gegabah. Senjata mereka sudah saya modifikasi. Senjata itu sangat kuat. Kita akan menyimpan mereka sebagai senjata rahasia."     

"Baiklah, aku akan mengingatnya."     

"Jangan makan makanan dingin, tidak sehat bagimu. Banyaklah beristirahat, jangan terlalu lelah."     

"Baik, jangan khawatir."     

"Jangan terlalu sering menunggang. Lebih baik di dalam kereta kuda saja. Angin sangat kencang, tak peduli setebal apa pun pakaianmu."     

"Iya."     

"Jangan minum air dingin. Aku sudah menyiapkan madu untukmu, minumlah yang banyak. Belakangan berat badan kamu sudah turun banyak."     

"Iya …."     

"Kalau ada yang berani bermain-main dengan wanita, eksekusi saja dia. Wanita-wanita itu mungkin berpenyakit. Jangan melirik mereka, mengerti?"     

"Baik … baik …."     

"Kalau ada pejabat yang berani memberi hadiah wanita cantik kepadamu, catat nama mereka dan beri tahu aku saat kamu kembali. Wanita-wanita itu mungkin mata-mata yang dikirim untuk mengawasi kamu. Jangan menyimpan mereka. Ini demi kebaikanmu sendiri."     

"…."     

"Setelah kamu menerobos Jalur Mei Lin, jangan bunuh keluarga-keluarga pemberontak. Kamu bisa mengirim mereka untuk mengerjakan pekerjaan kasar di tambang. Jangan menyimpan wanita di dalam pasukan, usir mereka keluar dari perbatasan. Wanita hanya akan mengganggu semangat para prajurit. Mereka tidak ada yang baik." Saat Chu Qiao terus mengoceh, kata-katanya hanya menunjukkan betapa dia membenci wanita-wanita yang mengganggu moral para tentara. Namun, dia melupakan kalau dia sendiri adalah wanita di dalam pasukan. Terlebih lagi, dia memegang posisi tinggi, dan juga memegang banyak kuasa ….     

"Yan Xun," Chu Qiao menatap pria itu dengan tulus dan berkata, "Kemurnian dari pasukan dan partai politik tergantung dari kepemimpinan orang dengan wewenang tertinggi. Kamu adalah raja dari Yan Bei. Kualitas hidupmu dan standar moralmu akan memengaruhi arah dari politik Yan Bei, dan nasib dari negara ini, bahkan seluruh Meng Barat. Para pangeran hidung belang di Kota Zhen Huang itu tidak berguna dan tidak bisa diatur. Mereka menjalani hidup mereka dalam kebejatan. Mereka tidak bertanggung jawab. Jangan ikut seperti mereka. Walaupun sekarang kamu berstatus tinggi, dengan adanya kekuasaan, kamu harus memikirkan bahaya-bahaya bahkan ketika kamu berada di dalam lingkungan yang damai. Ingat ini! Ini adalah kata-kata nasihat yang paling tulus dari aku sebagai temanmu, sebagai seseorang yang tumbuh bersama, bertempur bersama, dan tinggal bersama denganmu sejak muda."     

Yan Xun benar-benar kehilangan kata-kata.     

Chu Qiao tidak senang dengan sikap pria tersebut. Dia merengut dan marah, "Kamu dengar tidak?"     

Yan Xun sudah hampir menangis, ekspresinya sangat menderita. "AhChu, aku mendengarkan."     

Amarah Chu Qiao sedikit surut. Dia menatap pria tersebut dan melanjutkan lagi, "Waktu kamu tiba di Kota Luo An nanti malam, kirimkan merpati untuk membawa pesan kepadaku. Jangan biarkan aku khawatir."     

Jantung Yan Xun seperti mengalami pendarahan dalam. Sekarang sudah sangat siang. Bahkan jika kudanya memiliki empat kaki tambahan, dia tidak akan bisa mencapai Kota Luo An malam itu.     

Saat prajurit tadi kembali dengan riang membawa batu bara, Chu Qiao tidak punya pilihan dan terpaksa mengakhiri ocehan panjangnya. Dia merasa sedih, matanya mulai berkaca-kaca. Gadis itu menarik lengan baju Yan Xun, enggan untuk melepaskannya. Ini sangat tidak seperti dirinya yang biasa. Dia tahu kalau Yan Xun pasti sedang menertawakan dirinya dalam hati, bahkan mungkin AhJing dan yang lainnya juga. Namun, dia menolak untuk melepaskannya. Terakhir kali mereka berpisah, perpisahan itu sangat lama. Mereka sudah bertahun-tahun tidak pernah berpisah. Mengenai perpisahan mereka kali ini, dia berusaha menentangnya. Sebuah perasaan khawatir yang sulit digambarkan muncul di dalam hatinya, membuatnya merasa ketakutan. Dia berusaha mencari topik pembicaraan yang lain. Gadis itu menundukkan kepalanya, merasa malu seperti seorang istri yang sudah ditindas. Dia bergumam pada dirinya sendiri. Yan Xun tidak bisa mendengar jelas apa yang dia katakan.     

"Mengapa kamu tidak …" Yan Xun bertanya dengan lembut, "ikut aku sebentar saja? Tetapi, kamu harus kembali saat kita mencapai Gunung Luo Ri."     

Wush! Sebuah bayangan putih melintas di depan Yan Xun, membuatnya mengira dirinya melihat hantu. Dalam sekejap, Chu Qiao sudah tidak lagi di tempatnya semula berdiri. Raja Yan Bei itu terperangah. Sebelum dia sempat bereaksi, Chu Qiao sudah berlari ke arah rombongannya dan menaiki seekor kuda. Dia melambai kepada Yan Xun dan berteriak, "Cepat kemari! Sudah jam berapa sekarang? Kamu lambat sekali!"     

Para prajurit lain menatap Yan Xun, seolah-olah ingin berkata, Yang Mulia mungkin juga belum pernah berada di medan perang, dia enggan pergi! Pada saat itu, Yan Xun tidak tahu apakah dia harus tertawa atau menangis.     

Rombongan itu akhirnya memulai perjalanan mereka. "Nona! Apakah anda ikut dengan kami?" Para prajurit Pasukan Elang Hitam, yang cukup akrab dengannya, bertanya dengan gembira.     

"Tidak, aku hanya mengikuti kalian sampai Gunung Luo Ri."     

"Andai anda bisa ikut kami. Nona, anda sangat hebat dalam bertarung!" seorang prajurit, yang sudah mengikuti Yan Xun sejak hari-harinya di Zhen Huang, berkata dengan yakin.     

"Itu benar, saya melihatnya sendiri. Nona bisa bertarung melawan 100 orang sendirian. Orang-orang itu tinggi, mata mereka begitu besar. Tinju mereka bisa menghancurkan kepala. Saya bahkan tidak bisa menghadapi satu dari mereka. Nona sangat hebat. Cukup mengerahkan sedikit tenaga, mereka semua sudah dikalahkan. Dia bahkan tidak ternoda setetes darah pun."     

"Ah? Sehebat itu?!" mata para prajurit melebar.     

"Itu benar, kalian tidak melihatnya sendiri. Saya tidak mengarang."     

Chu Qiao berkata dengan merendah, sedikit malu, "Haha, saya tidak sehebat itu. Biasa saja. Biasa."     

"Andai Nona ikut dengan kita." Para prajurit mendesah dengan serempak.     

Chu Qiao berbalik dan melihat ke arah Yan Xun, wajahnya seolah berkata, kamu dengar? Dengar tidak? Para prajurit juga berpikir demikian!     

"Berhenti omong kosong dan jalan yang benar!" Yan Xun memarahinya, wajah pria itu hitam. Dia mengabaikan pandangan Chu Qiao dan berpura-pura kalau ucapan para prajurit tadi hanya obrolan tentang cuaca dan makanan hari ini.     

Kurang dari dua jam, rombongan itu tiba di Gunung Luo Ri. Yan Xun memimpin jalan di depan, bersama dengan pengawal pribadinya. Mata Chu Qiao sudah memerah. Gadis itu menunduk, memain-mainkan jempolnya. Yan Xun mendesah dan melompat turun dari kudanya, berjalan ke arah gadis itu dan memeluknya. Dengan lembut, dia berkata, "Aku berjanji kepadamu, aku akan menjaga kesehatanku. Aku akan berhati-hati. Begitu keadaan tidak menguntungkan bagiku, aku akan segera berbalik. Aku tidak akan memaksakannya. Aku akan kembali kepadamu dengan utuh. Kalau aku melanggar salah satu aturan itu, aku akan terima hukuman apa pun darimu. Jangan seperti ini. Bagaimana aku bisa meneruskan perjalananku dengan tenang? AhChu, kamu adalah orang terkuat yang aku tahu. Kamu harus mendukung aku. Kamu adalah temanku yang paling dekat di dalam pertempuran, dan kekasihku yang paling terpercaya. Benar kan?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.