Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 14



Bab 14

0Namun tepat di saat juga sebuah perasaan tajam akan datangnya bahaya menyerang benaknya! Chu Qiao, tanpa ragu, menunduk ke bawah, dan hanya bisa merasa kalau dari sisi lain pohon tersebut sebuah pedang telah melintas. Pedang itu lewat tepat di atas kepalanya, dan beberapa helai rambutnya terbang di udara!     

Chu Qiao hampir ingin mengumpat kepada musuhnya. Rencana dia sudah langsung ketahuan! Seakan-akan musuhnya tahu jelas seberapa cepat gerakannya, strategi apa yang akan dia gunakan, kapan dia akan bersembunyi untuk menyergap lawannya …. Sebaliknya, justru dia yang disergap!     

Ini sangat membuatnya frustrasi!     

Dalam sekejap itu, Chu Qiao mengerahkan seluruh otaknya untuk membuat rencana selanjutnya. Setelah mengatur postur tubuhnya, dia mempersiapkan diri untuk pertarungan selanjutnya. Jika dia tidak bisa mengalahkan lawannya ini, dia merasa bersalah kepada pelatihnya di zaman modern dahulu.     

Namun, terdengar suara dari atas. Chu Qiao terkejut, dan sebelum dia sadar apa yang terjadi, punggungnya terkena hantaman keras. Sesuatu menabrak punggungnya, dan rasa sakit yang hebat hampir membuatnya muntah darah! Namun apa yang terjadi selanjutnya benar-benar bisa membuatnya muntah darah karena marah.     

Tangisan keras terdengar dari belakangnya. Seorang anak kecil, berusia sekitar tujuh sampai delapan tahun, sedang menunggang di punggung Chu Qiao. Dia menyeka wajahnya dan menangis meraung-raung.     

Tampaknya sebelum mereka datang, anak ini sedang bermain di pohon tersebut. Sungguh konyol karena dahulu Chu Qiao adalah seorang agen unggulan! Dia bahkan tidak menyadari anak yang bersembunyi di pohon tersebut. Setelah melihat seluruh proses pertarungan mereka, anak itu ketakutan dan tangannya terlepas, dan dia terjatuh tepat di atas Chu Qiao! Apakah ada hal yang lebih membuat frustrasi dibandingkan ini?     

Sambil mendorong anak itu, Chu Qiao berharap dia masih sempat melawan, namun sebilah pedang sudah ditodongkan ke lehernya. Serangkaian suara langkah kaki mendekat, dan dalam sekejap, kerumunan orang mengepungnya. Beberapa pedang ikut menempel di lehernya. Chu Qiao mendongak dan menatap marah ke anak yang masih terus menangis itu. Dia mendengar beberapa orang bergosip perlahan di belakangnya, "Aku tidak tahu kalau Tuan Putri kita begitu hebat dalam bela diri."     

Orang lain menjawab, "Keluarga Zhao sejak awal adalah keluarga yang naik daun karena keahlian bela diri mereka. Sangat wajar kalau dia tahu sedikit ilmu. Tetapi sangat mengejutkan kalau Tuan Putri begitu hebat."     

Baru saja mereka memanggil Zhao Chun Er apa? Tuan Putri mereka? Apakah mereka dari Kekaisaran Xia?     

Seekor kuda perang memacu dari jauh. Seorang pria melompat turun dari punggung kuda. Memakai cadar hitam di wajahnya, dia bergegas mendekat dan berseru, "Orang-orang kita masih menghalangi di tempat itu. Kita masih punya waktu."     

Pria berpakaian hitam itu mengangguk, dan memberi tahu orang di sampingnya, "Bawa wanita ini dan pergi ke alun-alun."     

Pria lain yang juga berbaju hitam memerintahkan Chu Qiao, "Letakkan senjatamu."     

Tidak bisa melawan, Chu Qiao menurutinya. Dengan bunyi berdentang, dia menjatuhkan belatinya, dan mempertimbangkan apakah sebaiknya dia mengungkapkan identitasnya di depan orang-orang ini dan memberi tahu mereka kalau dia sebenarnya bukan Zhao Chun Er. Tetapi pada saat itu, pria yang ahli bela diri, dan tadi bertarung dengannya, berjalan maju, dan mengulurkan tangannya yang kurus, dan memegang dagu Chu Qiao. Sambil mendengus dingin, Chu Qiao menggelengkan kepalanya, dan dengan sekuat tenaga, menggigit tangan pria tersebut!     

Dia sepertinya bisa mendengar suara giginya menembus daging, darah segera mengalir turun dari luka itu. Chu Qiao menatap pria itu, dengan darah menetes dari dagunya. Pandangannya seperti serigala yang terluka, masih memiliki banyak semangat bertarung di dalam dirinya, tidak bersedia untuk menyerah.     

"Ah!" Sebuah erangan yang keras dan jelas terdengar, namun tidak seorang pun bergerak. Tidak ada yang bereaksi terhadap tindakan Chu Qiao.     

Pria itu menatap Chu Qiao, tidak berkata apa pun, dan hanya membiarkan gadis itu terus menggigit tangannya. Tanpa kata-kata, tanpa gerakan, satu-satunya reaksi yang dia berikan adalah tatapannya yang mengintip dari bawah cadar hitam. Saat ini, tatapan itu bahkan sedikit terlihat senang!     

Chu Qiao juga terkejut. Sepasang mata itu terlihat sangat akrab baginya. Seakan-akan dia sudah menjadi dungu, gadis itu perlahan melepaskan gigitannya. Dengan mulut yang masih ternganga, dia menatap pria tersebut.     

"Haha!" Pria itu tiba-tiba mulai tertawa. Sambil melepaskan topengnya, dia menarik Chu Qiao berdiri, dan dengan satu gerakan cepat, dia menarik gadis itu ke dalam pelukannya.     

"Aku sudah tahu kamu tidak akan mati semudah itu!" Seperti seorang anak yang baru saja mendapat mainan baru, Zhuge Yue tertawa. Dia begitu bahagia, namun orang dari warna kulitnya yang pucat, bisa terlihat betapa khawatirnya dia sebelumnya. Ia terus memeluk gadis itu dengan erat, seperti ingin mengubah tubuh mereka menjadi satu!     

Kepala Chu Qiao ditekan ke dada pria itu. Melalui otot dadanya yang kencang dan kuat, gadis itu bisa mendengar jantung pria itu yang berdetak dengan penuh semangat. Mengingat apa yang baru saja terjadi pada dirinya, pandangannya menjadi kabur. Setelah melarikan diri dari kematian, beberapa perasaan tertentu berkecamuk tak terkendali di dalam hatinya. Dia tidak sanggup menahan dirinya. Sambil menenggelamkan kepalanya di dada pria itu, Chu Qiao membiarkan air matanya mengalir bebas.     

Seluruh kerumunan diam, satu-satunya suara yang terdengar adalah kibaran bendera di tengah angin. Melihat ke atas Alun-alun Mawar, orang-orang kembali diingatkan sejarahnya. 300 tahun yang lalu, di atas panggung perunggu tersebut, pengkhianat besar pertama dari Kekaisaran Tang—He Lan Ye—dibakar hidup-hidup dalam eksekusi.     

Pada saat itu, dia ditunjuk sebagai komandan tertinggi Dataran Tinggi Hong Chuan oleh Kekaisaran Tang. Namun, dia hanya menonton pada saat keluarga Zhao menyerang dataran tinggi tersebut, tanpa melakukan perlawanan apa pun. Ketika pasukan keluarga Zhao merebut Kota Zhen Huang, dia kabur dari kota tersebut dengan seluruh keluarganya. Dia meninggalkan perbatasan utara Kekaisaran Tang Agung, dan melepaskan sebagian tanah wilayah Tang untuk alasan yang tidak jelas. Dia adalah satu-satunya alasan penguasa seluruh benua itu menjadi tinggal sejarah. Pada akhirnya, dialah alasan mengapa Kekaisaran Tang Agung harus menghapus kata 'agung' dari nama mereka; Kekaisaran Song dan Kekaisaran Xia mengancam mereka, menurut mereka, Kekaisaran Tang sudah tidak pantas lagi menyandang nama tersebut. Hal ini menjadi penghinaan bagi Kekaisaran Tang bahkan sampai sekarang.     

Mulai sejak itu, panggung di Alun-alun Mawar menjadi tempat untuk mengeksekusi para napi. Pada saat ini, seorang wanita yang penuh noda darah diikat di atas panggung perunggu yang tinggi. Dengan pakaian yang compang-camping, tidak ada yang bisa melihat wajahnya dengan jelas. Di kakinya, setumpuk besar kayu bakar telah disusun. Para prajurit yang memegang obor menyala sudah berdiri di satu sisi, siap untuk menyalakan api unggun. Sekelompok orang berusaha untuk menyelamatkan wanita tersebut. Walaupun mereka tampak seperti warga biasa, orang-orang yang teliti akan menyadari kalau mereka semua menyembunyikan senjata dan bukan warga biasa.     

Keributan semakin ramai. Banyak orang yang melambaikan tangan mereka, menyoraki eksekusi ini. Zhao Chun Er membuka matanya yang lemah. Tangisan derita dan teriakan marahnya hanya dibalas dengan beberapa tamparan yang keras dan nyaring di wajahnya. Prajurit-prajurit itu memiliki kulit yang kasar dan kapalan, dan tamparan mereka sangat menyakitkan.     

Dengan rahang yang terlepas dari sendinya, dia tidak bisa mengucapkan apa pun yang mendekati ucapan manusia. Yang bisa dia lakukan hanyalah mengintip melalui darah kering yang membuat matanya menempel rapat dan mengamati kerumunan orang-orang yang sangat bersemangat. Mereka semua wajah-wajah asing yang tampak marah. Tiba-tiba, dia mulai merasa takut. Dia mulai gemetar tak terkendali.     

Apakah dia akan mati?     

Pada saat ini, sebuah nama melintas di benaknya. Seorang wanita dengan tatapan tajam, sikap yang dingin dan pandangannya yang meremehkan tiba-tiba memenuhi hati Zhao Chun Er.     

Chu Qiao! Chu Qiao! Chu Qiao!     

Wajahnya berubah menjadi meringis. Kebenciannya terhadap Chu Qiao begitu besar, seakan-akan tidak akan bisa dihapuskan meskipun melalui kematian.     

Wanita itulah yang merebut kekasihnya, kebahagiaannya, reputasinya. Wanita itulah yang mengguncang negaranya, mempermalukannya, dan membuatnya menderita di tangan rakyat jelata yang menjijikkan, memuakkan dan tidak berharga itu! Sejak awal sampai akhir, semua penderitaannya berasal dari Chu Qiao!     

Aku tidak akan melepaskannya! Bahkan jika aku menjadi hantu, bahkan jika aku masuk neraka paling dalam, bahkan jika jiwaku dilenyapkan, aku tidak akan melepaskan wanita itu!     

Mencoba untuk mengatupkan giginya dengan marah, Zhao Chun Er bagaikan arwah gila, dengan pikiran-pikiran haus darah memenuhi benaknya.     

"Mulai eksekusi!" terdengar suara teriakan kencang. Namun, keributan lain muncul di kerumunan. Sama seperti sebelumnya!     

Di dalam hatinya, keinginan Zhao Chun Er untuk tetap hidup mulai tumbuh. Dengan pandangannya yang membara, dia menatap ke arah keributan itu. Tetapi di saat yang sama, sebuah pikiran aneh muncul di benaknya. Pada saat ini, siapa pun yang datang untuk mengganggu eksekusi ini pasti bermaksud untuk menolong Chu Qiao!     

Tiba-tiba sebuah keinginan aneh muncul di dalam hatinya. Dia berharap agar tidak ada orang yang akan datang menolongnya. Tak kuasa menahan pikiran tersebut, dia mulai tertawa, suaranya penuh dengan ejekan pada dirinya sendiri. Jadi, jika dia ditolong hari ini, itu terjadi berkat Chu Qiao?     

Melihat dia yang mulai tertawa histeris, orang-orang di bawah panggung mulai bergosip, berpikir kalau dia sudah gila. Saat ini, seluruh jalanan pusat sudah dipenuhi orang. Sepertinya ada orang yang dengan sengaja mengatur kekacauan ini untuk mencegah orang lain datang ke alun-alun.     

Mengamati kekacauan itu, Situ Yu mengerutkan keningnya saat selusin pejuang Yan Bei kembali padanya untuk menunggu perintah selanjutnya. Zuo Ting Ling melaporkan dengan serius, "Jenderal Situ, ada terlalu banyak orang dari Kamp Utara. Kita bahkan tidak bisa mendekat, apa lagi menolong sang nona."     

Baihe merengut, dan menambahkan pada laporan suram itu, "Saya sudah mengirimkan elang pembawa pesan kepada Tuan."     

"Bahkan jika kita mengabari Tuan sekarang, dia tidak akan sempat datang," Situ Yu berkata dengan sedih. "Apakah kalian sudah tahu siapa yang tadi berusaha menunda eksekusi?"     

Zuo Ting Ling menjawab, "Tidak, kami tidak mendapat informasi mengenai itu karena mereka sangat disiplin dan tidak meninggalkan jejak. Dari yang saya lihat, mengingat teman-teman sang nona, seharusnya mereka antara Tuan Keempat Keluarga Zhuge, atau Putra Mahkota Tang, Li Ce."     

"Kalau begitu seharusnya mereka dari keluarga Zhuge." Situ Yu mengangguk. "Pangeran Tang itu masih berada di luar jalanan pusat."     

"Kalau begitu apa yang harus kita lakukan sekarang? Karena keluarga Zhuge tadi berusaha menunda, mereka pasti akan mengambil tindakan lainnya."     

"Kita tidak bisa hanya bergantung kepada mereka." Situ Yu menggelengkan kepalanya dan menatap ke jalanan pusat di belakang mereka. "Kita akan menuju ke sana!"     

"Jalanan pusat?"     

"Betul!" Situ mengangguk. "Kita akan membantu Pangeran Tang membuka jalan!"     

Tetapi ketika para pejuang Yan Bei masuk ke dalam kerumunan untuk membuka jalan, kerumunan orang-orang berteriak dengan campuran rasa takut dan terkejut. Setelah itu, semua orang melihat ke atas dengan pandangan tak percaya!     

Di bawah awan gelap yang menggantung, seekor kuda putih melompat ke atas atap dan mulai memacu melintasi kerumunan. Dengan memakai jubah hijau pinus, wajah penunggang kuda itu terlihat begitu tampan sehingga kejadian ini seakan-akan muncul keluar dari sebuah lukisan! Kuda itu tentunya ras yang sangat baik, dan dengan beberapa lompatan, ia sudah menempuh jarak yang jauh, meninggalkan jejak debu dan atap-atap yang rusak. Dengan ringkikan panjang, kuda itu mendarat di Alun-alun Mawar, membuat orang-orang berteriak terkejut!     

Pasukan tombak, yang bersiaga di sisi luar kerumunan di dalam alun-alun, segera mengambil posisi. Dengan suara-suara kibasan, tembok mata tombak mengadang pria itu!     

"Siapa yang berani menghalangi aku?" Alis pria itu berkedut sedikit, saat dia memelototi barisan prajurit tersebut.     

"Dia … dia adalah sang Putra Mahkota …." Di dalam kerumunan, seseorang, dengan suara bergetar, mengenali si penyusup. Terpicu oleh suara itu, panik menyebar di antara mereka bagaikan api. Terutama prajurit di barisan terdepan, gemetar begitu hebat sampai mereka sulit mempertahankan senjata mereka. Tiba-tiba, salah satu dari mereka menjatuhkan tombaknya, dan dengan suara ketukan yang keras, bersujud di tanah!     

"Yang Mulia!"     

"Putra Mahkota ada di sini!"     

"Yang Mulia ada di sini!"     

Dengan identitasnya terungkap, tidak peduli seberani apa pun para prajurit Kamp Utara itu, mereka tidak akan berani menentang Putra Mahkota secara langsung. Dengan mental mereka yang runtuh, para prajurit itu bersujud dengan hormat. Seperti kawanan domba, mereka meringkuk rendah, gemetaran, tidak bisa mengumpulkan tenaga untuk melakukan apa pun lagi!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.