Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 128



Bab 128

0Chu Qiao baru hendak menolak undangan itu ketika Qiu Sui menyadari niatnya dan tergagap dengan gelisah, "Nona, Nyonya dari Tang adalah Permaisuri dari Kekaisaran Tang!"     

Istana Feng Yuan adalah tempat sang Permaisuri tinggal. Setelah menunggu selama satu jam, Chu Qiao masih belum dipanggil oleh sang Permaisuri. Dia sudah merasa sangat lelah, dan tidak bisa membuka matanya. Berusaha memperbaiki posisinya yang bungkuk, dia sangat terganggu oleh racun itu. Sejauh ini, racun tersebut tidak memberinya banyak masalah selain membuatnya sangat lelah dan mengantuk. Saat ini, dia hanya berharap Li Ce menemukan obat untuk menyembuhkannya secara tuntas.     

Setelah menunggu lagi untuk waktu yang sangat lama, seorang pelayan berjalan keluar dan memberi tahu Chu Qiao kalau hari ini sang Permaisuri merasa tidak enak badan dan Chu Qiao dipersilakan untuk pulang. Walaupun Chu Qiao sangat marah, dia masih mengendalikan emosinya dan membungkuk dengan hormat lalu menyeret kakinya keluar dari kediaman sang Permaisuri.     

Dia tahu kalau sang Permaisuri mungkin mengamatinya sejak tadi, namun bagaimana pun, dia sedang berada di dalam Kekaisaran Tang, dan tubuhnya masih dalam keadaan lemah. Ini bukan waktu yang tepat baginya untuk terlibat dalam masalah.     

Tepat ketika dia keluar dari ruangan tersebut, dia menguap, lalu melihat sekilas bayangan di hadapannya. Saat melompat mundur, dia menyadari kalau ternyata itu Li Ce, yang terlihat seperti baru saja terbangun.     

Rasa kantuk Chu Qiao langsung menghilang, dan dia bertanya dengan terhibur, "Kamu menunggu di pintu sejak tadi?"     

Sambil menguap, Li Ce menjawab, "Saat mendengar ibu memanggil kamu untuk berbicara, aku datang kemari untuk mengamati."     

Chu Qiao terkejut dengan jawaban itu. "Mengapa kamu tidak masuk?"     

"Di dalam sana panas." Li Ce memberikan alasan yang jelas terdengar tidak masuk akal, lalu mengangkat alisnya dan menjelaskan, "Aku takut kalian berdua akan mulai bertengkar di tengah percakapan, jadi aku berjaga-jaga untuk menghentikan pertengkaran itu kalau sampai terjadi."     

Chu Qiao agak terkejut dengan alasan Li Ce, dan bertanya, "Watak ibumu begitu mudah berubah?"     

"Cukup wajar kalau seorang wanita yang berusia lanjut bersikap aneh sesekali." Li Ce menjawab dengan asal-asalan. "Ditambah lagi, dia selalu menyimpan dendam terhadapku. Aku tidak bisa menjamin kalau dia tidak akan berusaha mempersulit kamu."     

Tidak mau membuang waktu dengan kelakarnya, Chu Qiao berjalan pergi, sambil berkata, "Aku lelah. Aku mau kembali dan tidur."     

Li Ce menjawab setuju, "Baiklah, aku juga sudah lelah. Mari kita tidur bersama?"     

Sambil berbalik dan mengayunkan tinjunya ke arah Li Ce. Chu Qiao tersenyum. "Kalau kamu tidak takut mati, kamu boleh datang dan mencobanya."     

Li Ce tertawa sambil membalas. "Ancaman para wanita tidak pernah menjadi masalah bagiku."     

Pada saat ini, seorang pelayan muda berlari mendekat, dan memanggil Li Ce, "Pangeran, putri Tuan He sedang memasuki istana. Dia sedang mengunjungi tuan putri keempat."     

Suasana hati Li Ce langsung membumbung. Dia berpamitan kepada Chu Qiao, "Qiao Qiao, ada urusan penting yang harus aku tangani, sampai jumpa di lain waktu!" Setelah berkata demikian, bahkan sebelum Chu Qiao bisa menjawab, Li Ce sudah pergi bersama pelayan itu.     

Urusan penting? Chu Qiao tertawa geli. Biar bagaimana pun, bergaul dengan orang semacam ini bagus untuk dirinya, karena dia tidak akan terlalu terikat secara emosional dengan pria tersebut.     

Setelah memasuki kereta kuda, Chu Qiao langsung terlelap begitu dia duduk.     

Larut malam, Chu Qiao terbangun dengan kasar oleh suara orang yang sedang meratap. Sambil meraba-raba di kasur, Chu Qiao memanggil Qiu Sui. Tampaknya, Sui masih bangun dan sedang di luar kamar saat Chu Qiao memanggil, jadi dia segera memasuki kamar itu, dan memberi tahu Chu Qiao, "Nona, jangan khawatir, itu hanya Nyonya Hong Luan. Saya sudah mengirim orang untuk mengusirnya."     

Merasa aneh, Chu Qiao bertanya, "Apa yang terjadi?"     

"Semalam saat kita sedang kembali, kita berpapasan dengan Nyonya Hong Luan dan adiknya, Nyonya Qiu He. Nyonya Qiu He lalu memerintahkan orangnya untuk mendorong kereta kuda kita, dan kereta anda hampir saja didorong sampai masuk ke danau. Kebetulan, beberapa Pengawal Besi melihat kejadian itu, dan dilaporkan kepada Yang Mulia. Yang Mulia lalu mengirim pengawalnya untuk melempar Nyonya Qiu He ke dalam ruang siksaan. Nyonya Hong Luan sekarang menangis meminta pengampunan dari anda. Tetapi Nona, politik yang berantakan ini bukanlah sesuatu yang perlu melibatkan anda. Karena berpikir begitu, pelayan ini telah mengusir dia pergi."     

Tampaknya para wanita ini menganggap dirinya sebagai calon musuh mereka. Mereka hanyalah wanita-wanita dari harem yang berjuang mencari perhatian, jadi Chu Qiao tidak terlalu peduli. Namun sebenarnya, dia masih terkejut dengan betapa parahnya penyebaran racun tersebut di dalam tubuhnya. Walaupun ada yang mendorong kereta kudanya, dia sama sekali tidak sadar. Kali ini dia benar-benar terlalu ceroboh.     

Saat terbangun keesokan paginya, kolam sementara itu sudah selesai dibangun. Beberapa ekor ikan mas berenang dengan anggun di dalamnya. Chu Qiao bersandar di jendela di samping kolam, dan menjulurkan tangannya, mengaduk air di dalam kolam. Tiba-tiba, telinganya yang tajam mendengar beberapa suara. Tampaknya ini percakapan antara Qiu Sui dengan seorang pelayan lain yang bernama Zi Chan.     

Qiu Sui berkata, "Kurang ajar sekali mereka! Ada begitu banyak wanita di dalam istana ini. Biarpun dia tidak melakukan kesalahan ini, suatu hari pasti akan tiba saatnya dia akan mati di sini."     

Zi Chan mendesah sambil menjawab. "Mungkin dia mengira Yang Mulia akan mudah dibohongi. Tetapi lihat apa yang terjadi. Para wanita dari Kekaisaran Song semuanya antara mati atau terluka, dan tidak tersisa satu orang pun."     

"Apakah kamu tidak mendengar yang dikatakan oleh si pengasuh? Bahwa Pangeran Tang kita dan Kekaisaran Xia membentuk persekutuan melalui pernikahan ini dengan tujuan untuk menjauhkan negara kita dari Kekaisaran Song, jadi para wanita dari Kekaisaran Song itu tidak akan bertahan lama lagi. Sekarang kita bisa melihat semua perkiraannya menjadi kenyataan!"     

"Apa? Apakah kita akan mulai berperang dengan Kekaisaran Song?" Zi Chan bertanya.     

"Aku juga tidak tahu, tetapi bukankah baru terjadi pertempuran kecil di Pegunungan Lao Hu? Walaupun seharusnya hanya pertempuran kecil, namun aku dengar ada banyak korban. Dengan berakhirnya pertempuran di sana, Tuan Luo akan segera kembali ke ibu kota," kata Qiu Sui.     

"Yang Mulia tampaknya sangat marah kali ini. Aku tidak pernah melihat beliau begitu murka sebelumnya! Nyonya Hong Luan berada dalam masalah besar sekarang. Hah, sudah sangat jelas kalau Yang Mulia menyukai nona ini, namun Nyonya Hong Luan masih tidak bisa mengerti hal ini."     

Kekaisaran Tang berperang dengan Kekaisaran Song sebelum ini? Chu Qiao mengerutkan keningnya. Dia mulai mengerti mengapa Kekaisaran Tang tiba-tiba bersekutu dengan Kekaisaran Xia. Walaupun Li Ce tampak seperti tidak bijaksana dan tidak masuk akal, pada akhirnya dia tetap penerus tahta dari sebuah kekaisaran. Chu Qiao merasa lebih baik dia jangan terlalu meremehkan pria itu.     

Malam pun tiba. Saat bulan yang bercahaya terang keperakan menggantung di langit, cahaya bulan yang putih bersih menerangi kamar itu melalui celah di jendela. Memakai gaun berwarna mutiara, rambut Chu Qiao yang hitam pekat tersebar bebas di atas kasur. Sambil merengut, gadis itu terbangun. Melihat ombak yang memantulkan cahaya bulan dengan lembut dari luar jendelanya, sekali lagi dia terkesima oleh besarnya istana ini. Karena sudah tidur terlalu lama di siang hari, sekarang dia tidak merasa lelah lagi.     

Sambil terduduk, Chu Qiao berhati-hati agar tidak membangunkan para pelayan yang sedang beristirahat di luar. Berjalan ke arah jendela, dia membuka satu daun jendela, dan melihat pohon apel liar yang sedang mekar tepat di luarnya. Ranting-rantingnya bergoyang perlahan karena angin. Hanya dengan sentuhan lembut, kelopak-kelopak bunga jatuh ke gaun Chu Qiao.     

Di atas danau, ada orang yang sedang mengayuh perlahan di atas sebuah perahu kecil, dengan alunan lembut dari seruling menggema di udara. Karena terperangah oleh pemandangan yang bagaikan mimpi ini, Chu Qiao berdiri dengan canggung, kehilangan kata-kata, seakan-akan dia tidak sengaja menerobos masuk ke alam para dewa. Karena tidak ingin mengganggu para pelayan, dia mengangkat roknya, dan dengan lompatan ringan, dia melangkah di atas batang pohon, dan mengikuti kincir air yang baru terpasang, dia turun dari lantai kedua. Dengan memutar tubuhnya, dia mendarat dengan mantap di atas tanah yang lembut.     

Tanah segar di sekitar membuktikan kalau pohon itu baru saja dipindahkan dari tempat lain. Chu Qiao mengingat ketika Li Ce bergurau tentang memindahkan pohon apel liar itu ke dalam istana, dan dia cukup terkejut saat melihat pria tersebut benar-benar melakukannya.     

Untuk beberapa alasan, hati Chu Qiao sedikit bergetar saat dia memaksakan dirinya untuk berpaling dari pohon tersebut, seakan-akan dia takut kalau dirinya akan semakin membangkitkan perasaan tertentu. Saat itu sudah menjelang akhir musim panas, dan malam itu tidak lagi seperti siang hari musim panas yang terik menyengat, dan sudah mulai terasa dingin. Mengangkat gaunnya, Chu Qiao perlahan menyeret kakinya, yang memakai sepatu sulaman yang tidak nyaman, saat dia berjalan santai di atas jembatan kayu. Angin dingin menggoyang gaunnya yang lembut saat dia menikmati cahaya bintang yang bersinar dari langit malam yang tak berawan. Bulan sabit bersinar tipis saat lapisan awan tipis sesekali lewat, namun selain itu ia memberikan penerangan yang merata di sekitar sana.     

Chu Qiao merasa sangat damai, sebuah perasaan yang sudah lama tidak dia rasakan. Saat angin malam membelai pipinya, dia merasa semua ini seperti sebuah dunia ajaib dari sebuah mimpi. Saat dia berjalan di atas jembatan, seekor ikan koi tiba-tiba memercikkan air, menciptakan riak di permukaan air yang semula tenang. Menyebar dengan merata, riak itu membuat pemandangan ini terasa semakin damai.     

Tidak ada orang di sekeliling, jadi Chu Qiao memutuskan untuk duduk di atas jembatan. Sambil berpegangan pada susuran dari kayu, dia mengamati riak yang perlahan menghilang di danau itu, sambil menyandarkan kepalanya di susuran kayu tersebut.     

Dia sudah lupa kapan terakhir kalinya dia merasa begitu damai. Perjalanan ke Kekaisaran Tang kali ini tampaknya sudah membasuh semua rasa lelah dan haus darah dari dalam dirinya. Akhirnya, dia menghela napas lega, tahu bahwa di sini sudah bukan lagi Kota Zhen Huang, bukan lagi Kekaisaran Xia, dan dia sudah menjauh dari pembunuhan dan pertarungan itu. Dia akhirnya aman dan bisa bernapas lega.     

Selama delapan tahun itu, walaupun dia tidak mengeluh tentang tekanan yang dia hadapi, tentu saja dia pasti merasa lelah.     

Aku ingin tahu apakah angin di Yan Bei hangat seperti angin di sini? Memikirkan hal itu, Chu Qiao tersenyum.     

Itu tidak mungkin, tanah Yan Bei diselimuti salju sepanjang tahun, dengan angin kencang yang membawa rasa dingin yang menusuk tulang. Satu-satunya tempat dengan penghijauan adalah lembah berumput di sekitar Pegunungan Hui Hui di mana orang-orang memelihara kuda. Menurut Yan Xun, Dewi Yan Bei tinggal di atas Gunung Min Xi di mana dia melindungi keturunan Yan Bei. Sepanjang hidupnya, dewi tersebut berdiri di puncak gunung tertinggi, menatap ke seluruh makhluk hidup yang hidup dengan bersemangat di bawah gunung. Terus menerus bersaing dengan langit untuk memperebutkan cahaya dan kehangatan, yang kemudian dia berikan kepada Yan Bei.     

Kalau membicarakan Yan Bei, bahkan dewi Yan Bei, walaupun pengasih dan penyayang, tetap merupakan sosok pejuang. Begitu pula, setiap jengkal tanah Yan Bei adalah hasil perjuangan warganya melawan bencana alam dan perang yang tiada akhir. Yan Bei benar-benar bangsa yang bangkit dari tumpukan-tumpukan tulang belulang dan mayat. Di akar setiap tanaman, setiap bunga, adalah tanah yang pernah dibasahi oleh darah pejuang Yan Bei. Dalam setiap embusan angin, ada arwah prajurit Yan Bei yang mengorbankan nyawa mereka demi kelangsungan hidup Yan Bei. Begitulah Yan Bei, tanah yang dipenuhi kesulitan, namun tak seorang pun tunduk kepada kesulitan tersebut.     

Chu Qiao belum pernah melihat dataran tinggi Yan Bei secara langsung dan hanya mendengar cerita dari orang lain. Selama zaman kelam itu, hari-hari penyiksaan itu, masa-masa mengenaskan itu, membahas Yan Bei dan gunung-gunung itu dan padang rumputnya merupakan kebahagiaan terbesar bagi dirinya dan Yan Xun. Mereka akan meringkuk di suatu sudut, namun mereka akan membiarkan imajinasi mereka berkembang bebas, menciptakan dunia di dalam benak mereka di mana kawanan kuda liar berlari bebas, dengan sungai yang berkelok-kelok mengalir sampai ke kaki langit. Di dalam musim dingin dan gelap dari kehidupan mereka itu, bayangan ini merupakan secercah harapan yang mereka raih. Orang-orang yang belum pernah mengalami hari-hari seperti itu tidak akan mengerti perasaan mereka yang begitu bergantung kepada seseorang.     

Di dalam ibu kota kekaisaran yang menyesakkan, memuakkan, dan membuat gila, mereka berdua adalah dua ekor anak serigala, bersandar di punggung satu sama lain, menajamkan kuku kecil mereka. Tidak ada benda yang bisa mereka gunakan untuk berlindung, tidak ada orang yang bisa mereka minta bantuan. Tanpa orang yang bisa diandalkan, mereka hanya bisa bergantung satu sama lain dan mendapatkan keberanian untuk tetap hidup dari tatapan satu sama lain.     

Mereka adalah rekanan yang tak terpisahkan, sekutu yang intim, dan keluarga yang tak bisa dihilangkan. Perasaan yang rumit ini sejak lama telah melampaui cinta yang sederhana antara seorang pria dengan seorang wanita, dan sudah menyatu ke dalam jiwa mereka, menjadi bagian dari diri mereka.     

Sebagian besar waktu, Chu Qiao tidak sempat memikirkan hal-hal yang akan dikhawatirkan oleh gadis pada umumnya. Dalam hidupnya yang singkat selama ini, dia sudah disibukkan dengan berlarian ke sana kemari, bertarung, membuat rencana, dan sebagai hasilnya, dia telah menguburkan pikiran-pikiran instingnya sendiri. Dia selalu menjadi orang yang logis dan tahu apa yang dia inginkan, apa yang harus dia hindari, dan apa masa depan untuknya. Karena itu, dia selalu melangkah dengan hati-hati tanpa kesalahan. Walaupun orang seperti itu agak membosankan dan tidak menarik, dia telah menerima dirinya apa adanya.     

Sambil menutup mata, dia menarik napas dalam-dalam, memikirkan kedatangan pria tersebut dalam waktu dekat. Chu Qiao bisa merasakan angin membawa keinginan pria itu untuk bersatu kembali dengannya.     

"Berapa lama kamu berencana duduk di sana sendirian?"     

Terkejut karena pertanyaan yang tiba-tiba itu, Chu Qiao memutar kepalanya, dan melihat Li Ce yang memakai baju hijau pinus. Dengan sabuk kainnya yang diikat dengan longgar, dan kerah bajunya yang terbuka lebar. Rambutnya diikat longgar dengan renda sutra. Matanya yang tegas tampak menyipit di bawah sinar bulan, dan dia terlihat seperti rubah yang baru saja bangun, masih mengantuk karena tidurnya yang lelap. Sambil tersenyum lebar kepada Chu Qiao, dia merentangkan tangannya yang ramping dan menguap.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.