Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 122



Bab 122

0Tentu saja, Zhuge Yue dan Chu Qiao tidak bisa melihat semua prajurit yang bersembunyi dalam kegelapan. Saat ini, para pengawal dari keluarga Liu sudah mundur. Tenda utama dipenuhi kesunyian yang memekakkan telinga.     

"Xing Er!" Zhuge Yue menyerbu ke depan. Sambil mengangkat pedangnya, dia melindungi Chu Qiao. Dengan tangannya yang kosong, dia menahan Chu Qiao, takut gadis itu menyerang ke depan.     

Melihat ke 'Liu Xi' yang tersembunyi dalam kegelapan, gadis itu berbicara tegas tanpa ragu, "Liu Xi, aku akan mewakili Da Tong dan mencabut nyawamu. Walau aku tidak bisa membunuhmu hari ini, suatu hari Yan Xun akan membalaskan dendamku. Semua pengkhianat akan dibantai!"     

Dengan suara gemuruh yang memekakkan, sebuah petir menyambar di langit. Pria yang berpakaian putih di dalam tenda utama itu tertawa kecil saat dia mengangkat kepalanya untuk mengamati hujan deras yang membasahi bayangan-bayangan di luar tenda. Senyumannya penuh kepahitan. Haruskah dia merasa beruntung? Orang yang selama ini dia cari-cari akhirnya berdiri di hadapannya, aman sentosa, dan masih percaya sepenuhnya pada dirinya. Di sisi lain, bagaimana dia harus menangani situasi ini?     

Para dewa sungguh telah memberinya keputusan yang sangat sulit!     

Chu Qiao agak terkejut. Ekspresi dan bentuk tubuh pria itu terasa sangat akrab. Namun setelah pembantaian yang baru saja dia alami, proses berpikir gadis ini sedang terhenti. Ada beberapa hal yang tidak akan terpikirkan olehnya pada saat ini.     

Masih mengernyit kepada pria di dalam kegelapan itu, gadis itu mengangkat pedangnya dan perlahan melangkah maju. Dengan cepat, para pengawal Yan melangkah maju. Tetapi di saat ini, pria berpakaian putih itu mengangkat tangannya dan melambaikannya ke kiri dan kanan secara perlahan. Melihat itu, semua anak buahnya kebingungan. Isyarat itu adalah perintah untuk melepaskan orang-orang ini!     

"Tuan!" kepala pelayan dari keluarga Liu sangat terkejut dengan perubahan ini, dia melangkah maju dan dengan tegas bertanya, "Kenapa kita …."     

Pandangan pria itu begitu dingin saat dia memelototi kepala pelayan itu dengan marah dan kesal, dan juga terasa sedikit hasrat untuk membunuh.     

Perasaan menggigil menjalar di punggungnya, Kepala Pelayan Lin menuruti perintah pria itu dan menghadap ke arah Chu Qiao dan Zhuge Yue, lalu berkata, "Tuan sudah memutuskan untuk membiarkan kalian pergi."     

Kali ini giliran Chu Qiao dan Zhuge Yue yang terkejut. Mata mereka berdua tidak terlihat lega sama sekali dan mereka menatap pria itu dengan mata yang penuh kecurigaan.     

Dengan berang, Kepala Pelayan Lin membentak, "Pergi! Apa kalian mau kami antar?"     

"Xing Er, ayo kita pergi."     

Sambil mengerutkan keningnya, Chu Qiao terus menatap dengan tidak percaya ke dalam tenda yang gelap gulita. Zhuge Yue menarik lengan gadis itu dan mengajak dengan tegas, "Ikuti aku!"     

Sebelumnya, satu-satunya alasan mereka menyerang tenda utama adalah demi alasan strategis. Namun kini musuh mereka telah membiarkan mereka pergi, jadi tanpa memedulikan hal lainnya, mereka seharusnya tidak punya alasan untuk ragu lagi.     

Setelah melompat ke atas kuda, Zhuge Yue berbalik badan. Sambil melihat ke dalam tenda yang hitam pekat, dia berkata dengan tegas, "Liu Xi, jika kamu menjadi tawananku suatu hari nanti, aku akan memberikan kamu dua kesempatan untuk hidup juga."     

Tidak ada jawaban yang bisa terdengar dari dalam kegelapan, namun saat Chu Qiao hendak memacu pergi, terdengar suara napas mendesah yang lelah. Suara mendesah itu terdengar begitu tak berdaya, seakan-akan suara itu membawa semua sisa tenaga dari pria misterius itu. Setelah mendesah, pria itu berbisik, "Berhati-hatilah."     

Suara itu begitu rendah, begitu kecil, namun Chu Qiao masih mendengarnya. Tubuhnya gemetar, dan dia berbalik badan dengan cepat. Tetapi, dengan semua prajurit yang menghalangi pandangannya, dia tidak bisa melihat sosok pria itu lagi.     

Angin yang mengamuk membuat rambutnya yang basah oleh darah itu berkibar-kibar. Aroma besi yang tajam dari rambutnya memenuhi lubang hidungnya.     

"Hiyah!" Zhuge Yue menyuruh kudanya memacu pergi.     

Sambil mengerutkan alisnya, Chu Qiao akhirnya berbalik dan mengikuti dengan rapat di belakang Zhuge Yue. Saat kuda berpacu di tanah berlumpur, mereka melesat keluar dari perkemahan.     

Tampaknya badai semakin parah, dan terdengar suara napas terengah-engah setelah pertumpahan darah tadi. Para prajurit saling menatap tidak percaya setelah mereka menyaksikan musuh mereka pergi begitu saja.     

"Tuan!" AhJing berbalik dan berteriak dengan gelisah, "Tadi itu sang nona! Mengapa kita membiarkan dia pergi begitu saja dengan Zhuge Yue?"     

"Apalagi yang bisa kita lakukan?" Yan Xun berbalik menghadapnya, sambil mengerutkan alisnya dengan pahit. "Apa aku harus melepaskan topengku dan memberi tahu Chu Qiao kalau semua ini adalah perbuatanku?"     

Awan menumpuk berlapis-lapis sedangkan hujan terus turun tanpa henti. Tetapi biarpun hujan tidak berhenti, sudah waktunya malam panjang ini berakhir.     

Di dalam sebuah gua, ketiga orang itu mengumpulkan kayu bakar yang cukup kering setelah mencari cukup lama, dan setelah menyalakan api, akhirnya mereka terbebas dari rasa dingin. Mereka melepaskan pakaian luar mereka untuk dikeringkan di dekat api. Setelah pertarungan tanpa henti, mereka sudah sangat lelah, jasmani dan rohani. Bahkan anak yang biasanya tidak bisa diam itu hanya terduduk di tanah sambil memeluk lututnya, tidak mengatakan apa pun.     

Chu Qiao terlihat sangat tenang saat anak itu menyandarkan punggungnya yang kecil kepada Chu Qiao. Gadis itu tampak seperti sedang memikirkan sesuatu, namun juga tampak seakan-akan dia sedang menatap kosong sambil melamun, hanya ingin beristirahat.     

Tidak tahan dengan kesunyian yang canggung itu, Zhuge Yue merengut dan berdiri sambil berkata, "Kayu bakar sudah mau habis. Aku akan pergi dan mencari lebih banyak kayu lagi.Setelah itu, dia beranjak dari gua.     

"Zhuge Yue!" Chu Qiao menjerit seperti terkejut.     

Dengan kaget, Zhuge Yue berbalik dan menatapnya dengan bingung, lalu bertanya, "Ada masalah apa?"     

"Tidak … bukan apa-apa." Terlihat sedikit panik, Chu Qiao dengan cepat menggelengkan kepala. Dan melanjutkan lagi "Tidak ada apa-apa."     

Sambil mengangkat alisnya, Zhuge Yue bertanya dengan curiga, "Apakah kamu yakin? Aku pikir kamu tidak terluka."     

Sambil tersenyum lemah, Chu Qiao menjawab, "Aku benar-benar tidak apa-apa."     

Zhuge Yue mengangguk dan menjawab, "Baiklah, tunggu saja di sini." Saat dia hendak pergi, dia tampak seperti teringat sesuatu. Pria itu berbalik dan mengingatkan Chu Qiao, "Awasi bocah itu. Jangan … jangan kabur."     

"Iya!" Chu Qiao mengangguk dan tertawa kecil. "Pergi sana!"     

Zhuge Yue berbalik, namun saat dia baru berjalan beberapa langkah, Chu Qiao memanggil dia lagi, "Tunggu!"     

Zhuge Yue berhenti, dan melihat Chu Qiao berlari ke arahnya dengan membawa Pedang Penghancur Bulan. Sambil menyerahkan pedang itu padanya, Chu Qiao mengamati luka-luka pria itu, lalu menatap mata pria itu lekat-lekat dan berbisik, "Hati-hati."     

Terkejut dengan perilaku aneh ini, Zhuge Yue menatap Chu Qiao dengan curiga. Namun dia segera mengusir pikiran-pikirannya dan mengangguk dengan tenang lalu menuju keluar dari gua itu. Begitu dia keluar dari gua, sebuah senyuman langsung timbul di wajahnya seakan-akan dia sudah tidak bisa menahannya lagi. Sambil menggosok hidungnya dengan kekanak-kanakan, wajah Zhuge Yue melunak.     

Saat Zhuge Yue berjalan menjauh, Chu Qiao masih berdiri di tempat yang sama, dan wajahnya berubah menjadi ekspresi yang aneh yang menunjukkan rasa lelah dan juga perasaan bersalah. Dia duduk kembali di dekat api, dan sambil mengelus kepala anak itu,dia berbisik, "Nama kamu Mo Er, betul?"     

Anak itu hanya mengangguk, tidak berbicara.     

"Apakah kamu merasa sedih?"     

Anak itu memilih untuk tetap diam.     

Sambil menghela napas, Chu Qiao memeluk sosok mungil itu dengan lembut, sambil berkata dengan perlahan, "Aku tahu, kamu merasa sangat sedih."     

Setetes air mata tiba-tiba jatuh ke atas tangan Chu Qiao, dan anak itu mulai menangis tersedu-sedu, "Xing Xing … Xing Xing …." Tangisan memilukan ini menusuk hati Chu Qiao saat dia teringat anak gadis yang bagaikan sinar mentari itu.     

"Mo Er, apakah kamu membenci orang-orang itu?"     

Mungkin anak itu belum sepenuhnya memahami arti kata 'benci', tetapi dia tiba-tiba mengepalkan tinjunya yang mungil, dan berkata dengan galak, "Mo Er akan cepat tumbuh besar, dan menguasai bela diri seperti Paman agar aku bisa membunuh orang-orang jahat itu!"     

Chu Qiao langsung kehilangan kata-kata. Apa yang bisa dia katakan? Ini adalah lingkaran dendam yang tidak akan pernah berakhir. Apakah dia seharusnya mengatakan kalau kekerasan tidak akan menyelesaikan apa pun? Dia bahkan tidak sanggup menatap mata anak itu. Tangan Chu Qiao gemetar hebat, dan dia merasa semakin buruk. Dia hanya bisa mengumpulkan tenaga untuk membelai punggung anak itu yang gemetaran, dan hampir tersedak oleh perasaannya sendiri yang terus mengalir, dia berbisik, "Kalau begitu kamu harus bekerja keras. Walaupun kamu tidak bisa membunuh musuhmu, setidaknya kamu bisa melindungi dirimu sendiri."     

"Mo Er pasti akan membunuh mereka!" Anak itu mengangkat tangannya dengan penuh tenaga, lalu dia berbalik badan dan melihat ke arah Chu Qiao dengan naif, dan bertanya, "Maukah Kakak mengajari Mo Er jurus-jurus itu?"     

Tersenyum pahit, Chu Qiao menjawab, "Mulai sekarang, kamu harus mengikuti paman itu, dan menuruti apa yang dia katakan. Jadilah anak yang baik. Dia akan merawatmu, dan akan mengajarimu ilmu bela diri."     

Sambil berkedip, anak itu menanyakan pertanyaan yang paling penting kepada Chu Qiao, "Bagaimana dengan Kakak?"     

Terkejut, Chu Qiao menarik napas dalam-dalam, lalu menjawab dengan berpura-pura santai, "Kalau ada kesempatan, aku akan datang dan mengunjungi kamu."     

Anak itu sangat pandai dan peka, karena dia langsung mengerti maksud di balik kalimat itu. Dengan panik dia menarik lengan baju Chu Qiao, dan bertanya dengan keras, "Apakah kamu mau pergi?"     

Chu Qiao menggelengkan kepalanya dan memeluk anak itu lagi. Sudah tidak jelas apakah dia berbicara kepada anak itu atau kepada dirinya sendiri, saat dia memulai monolognya. "Mo Er, kamu sangat tidak beruntung, tetapi kamu juga sangat beruntung. Orang tuamu dibunuh orang, dan musuhmu memiliki pengaruh dan kekuasaan yang besar. Kamu tidak memiliki kesempatan untuk menghadapi musuh itu. Awalnya kamu ditakdirkan untuk mati, namun masih ada orang yang mau menyelamatkan kamu dan melindungi kamu walaupun keluargamu telah binasa. Dilihat dari hal ini saja, kamu bisa dianggap beruntung. Namun di dunia ini, ada orang yang lebih sial daripada kamu. Kebenciannya lebih kuat daripada kamu, dan musuh-musuhnya lebih berkuasa daripada musuhmu. Dia menerima penghinaan selama bertahun-tahun tanpa ada orang yang bersedia menolongnya. Dia hanya bisa bergantung kepada dirinya sendiri saat diganggu oleh orang lain. Karena itu, kebenciannya lebih hebat daripada kebencianmu." Berhenti di situ, Chu Qiao tersenyum lembut dan membelai kepala anak itu sebelum melanjutkan, "Karena itu, apa pun yang kamu lakukan, Kakak akan memaafkanmu, karena aku sudah melihat apa yang kamu lalui, dan aku tahu mengapa kamu menjadi seperti ini hari ini. Tetapi jika kamu melakukan hal yang salah, Kakak akan memikirkan cara untuk menghentikan kamu."     

"Kakak!" Anak itu memanggil. "Mo Er tidak akan melakukan hal yang salah! Aku akan menuruti apa pun perintah Kakak!"     

"Anak pintar, aku harap kamu akan selalu mengingat apa yang kamu katakan hari ini." Chu Qiao mendesah.     

Dengan bunyi berderak dari ranting-ranting di dalam api, percakapan itu terhenti dan anak itu mulai mengantuk. Dengan menggunakan rumput kering sebagai alas, Chu Qiao meletakkan Mo Er di atas kasur ala kadarnya itu. Tidak lama kemudian, suara dengkuran pelan anak itu mulai terdengar.     

Menatap wajah anak yang tertidur itu dengan muram, Chu Qiao tenggelam dalam kenangan. Di hari penting setelah pembantaian itu, di dalam gubuk bobrok dengan atap bocor, bersama pemuda pucat yang keningnya mengerut tebal, mereka berdua berseru dengan suara serak menggunakan seluruh keyakinan mereka, "Terus hidup, walaupun kita harus hidup bagaikan anjing."     

Dalam sekejap mata, bertahun-tahun telah berlalu.     

Mengambil sebuah ranting, dia menuliskan beberapa kata di atas tanah. Dia menekan ranting itu dengan keras, seakan-akan dia sedang menumpahkan seluruh perasaannya ke dalam kata-kata itu. Akhirnya, dia melirik gua itu untuk terakhir kalinya dan memandangi anak itu. Setelah itu, dia menarik napas dalam-dalam saat dia meninggalkan gua itu tanpa menoleh ke belakang lagi!     

Ditemani suara meringkik keras, suara kaki kuda bergema dan dengan cepat ditutupi oleh hujan yang turun dengan deras.     

Zhuge Yue kembali tak lama setelah itu. Dia juga menangkap seekor kelinci. Sambil tersenyum saat dia memasuki gua itu, dia baru mau berbicara namun dia terperangah.     

"Bocah! Bocah!" Zhuge Yue menggoyang anak itu hingga bangun.     

Sambil menggosok matanya, Mo Er menjawab dengan mengantuk, "Paman …."     

Dengan wajah yang khawatir, Zhuge Yue buru-buru bertanya, "Di mana Xing Er? Ke mana dia pergi?"     

"Kakak?" Anak itu mengernyit, kebingungan. Dia menunjuk ke tempat Chu Qiao tadi duduk sebelum dia tertidur, sambil berkata, "Kakak ada di sana? Eh? Di mana Kakak?"     

Zhuge Yue dengan cepat melepaskan anak itu, dan berlari keluar dari gua. Sesuai dugaannya, salah satu kuda sudah hilang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.