Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 242



Bab 242

0"Tidak juga," Chu Qiao menjawab dengan jujur, "27 belum termasuk tua di zamanku. Dalam budayaku orang-orang pada umumnya menikah cukup tua."     

"Di mana kampung halamanmu? Kekaisaran Tang? Kekaisaran Xia? Berhubung kamu memiliki perasaan yang kuat terhadap Yan Bei, apakah kamu sebenarnya dilahirkan di Yan Bei?" Saat dia berbicara tentang hal itu, wajah Zhuge Yue tiba-tiba berubah dan dia dengan cemas bertanya, "Jangan-jangan kamu ibunya Yan Xun? Kalau dihitung-hitung, seharusnya dia lebih tua."     

Chu Qiao kebingungan harus menjawab apa. Gadis itu mulai menjelaskan, "Aku dari dunia yang berbeda, dan aku tidak berada dalam ruang dan waktu yang sama dengan kamu. Duniaku berada di dunia paralel. Bukan saja kita dipisahkan oleh ruang, kita juga dipisahkan oleh waktu. Akan mustahil bagi kita untuk pergi ke sana. Apakah kamu mengerti?" Chu Qiao mencoba sebisanya untuk menjelaskan kepada Zhuge Yue, dan berharap dirinya bisa menyampaikan maksudnya kepada Zhuge Yue dengan cara yang bisa dimengerti oleh pria itu. Ketika gadis itu mencoba untuk memberi penjelasan, dia ingin memberikan contoh yang baik, tetapi tidak mampu memikirkan sesuatu yang bagus.     

Tetapi Chu Qiao telah meremehkan kemampuan pemahaman Zhuge Yue. Pria itu sedikit mengerutkan keningnya, dan bertanya, "Jadi seperti pohon apel; aku adalah daun di musim semi, dan kamu adalah daun di musim gugur?"     

Chu Qiao tertegun. Dia tidak pernah berpikir bahwa Zhuge Yue akan bisa memikirkan analogi yang begitu tepat, dan gadis itu pun dengan cepat setuju, "Kamu setengah benar. Bukan hanya waktu, tapi juga ruang. Apakah kamu mengerti? Itu adalah …."     

"Oh." Zhuge Yue mengangguk, dan dengan santai berkata, "Jadi aku daun apel di musim semi, dan kamu jeruk di musim gugur?"     

Chu Qiao benar-benar terpana, dan dia tetap tercengang untuk waktu yang lama, baru akhirnya mengangguk, "Betul."     

Dan kemudian Zhuge Yue berbalik dan memandangi ombak di sungai. Matahari terbenam menyinari wajahnya, memandikannya dalam cahaya keemasan. Chu Qiao tidak bisa menahan perasaan kagumnya. Melihat betapa tenangnya pria itu bahkan setelah mendengar cerita ini, Chu Qiao benar-benar terkesan dengan ketabahan mental dan kebijaksanaan pria itu, yang tetap tenang. Zhuge Yue tampaknya tidak terlalu tertarik dan tidak mengajukan pertanyaan seperti, "Seperti apa penampilan orang-orang di duniamu?" Atau "Berapa banyak mata yang dimiliki orang-orang di duniamu?" atau "Apakah orang-orang di duniamu terlihat seperti binatang buas dan seluruh tubuh mereka dipenuhi rambut?" seolah-olah hanya orang-orang dari dunia ini yang pantas menjadi begitu cantik, memiliki wajah yang sempurna, sementara dunia lain hanya berisi binatang buas. Ini adalah ketenangan sejati; tak tergoyahkan bahkan ketika dihadapkan dengan bencana ….     

"Jadi, seperti apa penampilan orang-orang di duniamu?"     

"…."     

"Berapa banyak mata yang dimiliki orang-orang di duniamu?"     

Setelah hening sejenak, pria yang semula dianggap penuh kebijaksanaan itu tampak begitu penasaran ketika dia bertanya, "Apakah orang-orang kalian seperti binatang buas dan sekujur tubuh kalian ditutupi bulu? Saya telah melihat beberapa orang di perbatasan Selatan yang seperti itu, apakah mereka saudara jauhmu?"     

Chu Qiao menarik napas dalam-dalam dan mulai mengajari Zhuge Yue tentang pengetahuan dari dunianya.     

Matahari sudah terbenam. Bulan yang bundar naik ke puncak gunung, menyirami dunia dengan riak berwarna perak. Di tengah angin sepoi-sepoi di atas sungai, Chu Qiao tiba-tiba merasa ingin menulis beberapa puisi. Gadis itu menghela nafas panjang dan berkata, "Saat bulan naik di atas laut, kita berbagi saat ini, tidak peduli jarak di antara kita."     

Zhuge Yue dengan dingin menyahut, "Kita tidak sedang di laut, ini adalah sungai."     

Chu Qiao mengerutkan kening. "Kalau begitu, saat bulan naik di atas sungai."     

Zhuge Yue cemberut dan bertanya, "Biar kutebak, itu bukan lagumu sendiri. Kamu hanya mengulang lagu dari duniamu, betul?"     

Chu Qiao benar-benar kehilangan kata-kata dan merasa sangat malu. Seperti yang dia kira, seharusnya dia tidak memulai ini ….     

"Xing Er." Kedua orang itu terdiam, Zhuge Yue tiba-tiba memanggil nama gadis itu, dan gadis itu menyahut, hanya untuk mendengar pria itu berkata, "Aku tidak peduli siapa kamu sebelumnya."     

Chu Qiao awalnya tidak mengerti apa yang dimaksud pria itu, dan saat gadis itu berhenti sejenak untuk berpikir. Tak lama dia pun tersenyum, dan mengangguk, "Aku tahu, aku akan selalu menjadi Xing Er-mu."     

Zhuge Yue tersentak saat dia menundukkan kepalanya dan menatap gadis itu dengan mata penuh gairah. Setelah itu, Chu Qiao segera merasa menyesal, dan semburat merah merayap naik di wajahnya. Tepat ketika gadis itu hendak menundukkan wajahnya karena malu, Zhuge Yue mengulurkan dua jari dan dengan cekatan mengangkat dagu Chu Qiao sambil tersenyum, dan berkata, "Katakan sekali lagi."     

Chu Qiao berusaha menghindari mata pria itu, dan karena benar-benar malu dia mencoba menghindari topik itu. "Apa yang aku bilang tadi?"     

"Kalimat yang baru saja kamu katakan," perintah Zhuge Yue dengan tegas, kedua matanya membara. Dia tidak terlalu berapi-api, tetapi tatapannya hangat.     

"Aku adalah milikmu dan kamu adalah milikku." Chu Qiao mengumpulkan keberaniannya, dan dengan tegas menyatakan, "Sepanjang hidupku, hanya ada dua hal yang tidak bisa aku pertaruhkan dalam keadaan apa pun. Yang pertama adalah iman dan keyakinanku, yang kedua adalah tubuh dan pernikahanku. Jika kamu menginginkan seluruh diriku, kamu harus menyerahkan seluruh dirimu padaku juga."     

Zhuge Yue mengangkat alis, dan menatap gadis itu dengan tatapan aneh sambil bertanya dengan santai, "Semuanya?"     

"Pergi sana!" Chu Qiao mendorong pria itu dengan ringan dan memalingkan wajahnya. "Tidak serius sama sekali."     

"Xing Er." Zhuge Yue tiba-tiba membuka lengannya dan mengunci gadis tersebut dalam pelukan yang erat dan kehangatan pria itu pun menyelimuti Chu Qiao.     

"Aku bahagia." Perlahan pria itu berkata, "Aku benar-benar bahagia."     

Chu Qiao bersandar ke dalam pelukan pria itu, dan merasakan kedamaian yang belum pernah dia rasakan selama bertahun-tahun. Berbalik badan, dia pun memeluk Zhuge Yue dan perlahan menjawab, "Jangan sampai kita berpisah lagi."     

Zhuge Yue bertanya, "Apakah kamu tidak takut untuk mengikutiku ke Zhen Huang?"     

"Aku lebih takut kalau kita akan berpisah. Setiap kali kita berpisah, banyak hal yang terjadi. Aku khawatir aku tidak akan pernah melihatmu lagi, seperti yang terjadi sebelum ini."     

Pada hari itu, situasi di Kekaisaran Tang kacau balau. Chu Qiao telah mempertaruhkan segalanya dalam pertempuran itu, dan jika dia lalai sedikit saja, dia akan jatuh ke tangan musuh. Selama periode ketika Zhan Zi Yu hampir memegang kendali penuh atas kekaisaran, ada banyak pembunuhan yang mengakibatkan situasi politik menjadi kacau. Setelah dia ditunjuk sebagai permaisuri, pembunuh yang tak terhitung jumlahnya berusaha memasuki istana. Bukan hanya itu saja, tetapi Chu Qiao juga harus melalui pertempuran terakhir yang melibatkan ratusan ribu prajurit. Meskipun pada saat itu Chu Qiao tidak terlalu peduli tentang seluruh kejadian itu karena dia sedang terlalu terbawa suasana, kini tiba-tiba dia merasa terkejut dengan risiko yang telah dia ambil.     

Zhuge Yue memeluk gadis itu, dan dengan suara yang dalam meyakinkannya, "Kamu tidak perlu khawatir tentang hal ini lagi di masa depan." Berjemur di bawah sinar bulan, keduanya duduk diam untuk waktu yang lama.     

Setelah kembali ke kamarnya, Zhuge Yue duduk di tempat tidur. Sambil mengerutkan keningnya, ia memasuki merenung. Dia memikirkan saat yang tepat sehingga mereka bisa sepenuhnya menyerahkan diri kepada satu sama lain. Ya, itu ide yang bagus. Siapa yang tahu apa yang bisa terjadi jika keadaan terus berlanjut. Seseorang harus memastikan bahwa segala sesuatunya sempurna dan lengkap, dan inilah saatnya untuk mengakui perasaannya—sepenuhnya ….     

Di tengah malam, pria itu tiba-tiba berdiri. Dia merasa bahwa hari ini akan menjadi saat yang tepat. Zhuge Yue selalu menjadi orang yang cukup teliti. Begitu dia memutuskan sesuatu, dia akan dengan sabar dan tegas menjalankan rencananya satu langkah demi satu langkah. Tidak peduli apa yang terjadi, dia tidak akan berubah pikiran. Oleh karena itu, setelah memutuskan demikian, Zhuge Yue mandi. Setelah berganti pakaian, dia melihat ke cermin. Saat melihat ke cermin, dia menatap dengan kagum pada ketampanan orang yang ada di dalam pantulan. Setelah menikmati kepuasan dirinya sendiri, dia merasa sedikit gugup, dan karena itu, dia duduk dan mulai minum teh. Teh tersebut sudah dingin, dan cangkir porselen putih itu digenggam di dalam jari-jarinya yang panjang dan kurus.     

Sambil bersandar di kursi, dengan hati-hati Zhuge Yue mempertimbangkan kata-kata yang akan diucapkannya, dan tindakan apa yang akan dilakukannya. Dia memikirkan setiap kata, dan membayangkan segala macam tanggapan yang mungkin muncul. Dia terus memikirkan bagaimana dia harus perlahan menciptakan suasana, sambil terus mengendalikan percakapan seolah-olah semuanya sangat alami.     

Baiklah. Semua baik-baik saja.     

Setelah meletakkan cangkirnya, pria itu berdiri dan menuju ke pintu. Namun, tepat ketika dia hendak membuka pintunya, pintu itu sudah didorong hingga terbuka oleh orang lain.     

Chu Qiao berdiri di sana dengan gaun putihnya. Cahaya jingga dari api menerangi wajah mungil gadis itu dalam cahaya yang hangat. Gadis itu sedang membawa sebuah mangkuk, dengan uap hangat yang naik dari dalam mangkuk tersebut. Sambil mendongak menatap pria itu, mata Chu Qiao yang jernih mengamati Zhuge Yue dan gadis itu merasa agak aneh dan bertanya, "Sudah sangat larut, kamu mau ke mana berpakaian seperti ini?"     

Situasi macam apa ini? Zhuge Yue sedikit terkejut. Sepertinya ini benar-benar di luar perkiraannya. Namun demikian, otak Zhuge Yue juga tidak pelan. Dia dengan cepat menjawab dengan serius, "Aku tidur terlalu banyak di siang hari, dan sekarang ingin keluar untuk berjalan-jalan."     

"Semakin dekat kita ke Utara, akan semakin dingin. Kamu memakai sangat sedikit pakaian, sebaiknya jangan berada di luar ruangan terlalu lama," jawab Chu Qiao dengan serius ketika dia memasuki ruangan dan meletakkan mangkuk di atas meja sambil melambai pada pria itu untuk mendekat. "Aku lihat tadi kamu tidak makan banyak. Ayo, makan bubur ini."     

Zhuge Yue berjalan mendekat, dan melihat bahwa itu adalah semangkuk bubur biasa. Dia menoleh dan berkata, "Kamu berencana membuatku terkesan dengan ini?"     

Chu Qiao memelototinya. "Ada sesuatu yang bisa dimakan sudah cukup bagus. Jangan pilih-pilih." Setelah mengatakan itu, gadis itu berjalan mendekat dan mengelus kepala Zhuge Yue seolah-olah pria itu seekor anak anjing, dan dengan wajah serius, Chu Qiao berkata, "Setelah makan, jangan berlarian ke luar, dan tidurlah lebih awal." Setelah mengatakan itu, gadis tersebut berbalik dan berjalan pergi.     

Zhuge Yue tertegun. Apa yang baru saja terjadi? Rencananya telah terganggu, namun targetnya justru telah mendatanginya, apakah dia akan membiarkan gadis itu pergi tanpa melakukan apa pun? Bubur apa? Zhuge Yue berdiri dan berjalan keluar dari pintu.     

Karena perjalanan ini seharusnya dirahasiakan, kapal itu cukup kecil. Karena itu, koridornya agak kecil dan hanya bisa memungkinkan untuk dilewati oleh satu orang. Ketika obor menyinari sosok kurus Zhuge Yue, kemeja putihnya tampak begitu bersih dan luar biasa di bawah cahaya yang remang-remang. Dia berjalan sangat lambat, saat kapal bergoyang di tengah ombak. Hal itu mengingatkannya pada saat dulu dia berdiri di dermaga di tepi sungai di tengah hujan musim semi, menyaksikan kapal itu berlayar pergi. Seolah-olah seluruh dunia meredup, hanya ada satu bara kecil yang menyala di samping dirinya, tidak pernah padam dan telah menarik seluruh perhatian pria itu, sejak dia masih muda hingga sekarang.     

Suara nyanyian bisa terdengar saat langkah Zhuge Yue terhenti di depan pintu kamar gadis itu. Pintunya tidak tertutup rapat, dan bisa terlihat ada cahaya hangat keluar dari dalam. Berdiri di dekat pintu, dia bisa mendengar suara seorang wanita bernyanyi dan suara seorang bayi membuat sedikit kegaduhan. Dengan dua cahaya jingga menerangi seluruh ruangan itu, bisa terlihat bahwa gaun putih Chu Qiao sekarang tersebar di lantai sementara gadis itu menggulung lengan bajunya dan berjongkok di samping baskom kayu saat dia sedang memandikan putra Li Ce yang masih kecil.     

Rong Er benar-benar montok, dan meskipun dia masih kecil, matanya tampak persis seperti mata ayahnya. Dengan bentuk mata yang sedikit melengkung ke atas, matanya yang seperti rubah itu sulit terlihat saat dia tertawa. Pada saat ini, anak itu sedang duduk di dalam sebuah baskom kayu sambil memainkan beberapa lonceng di tangannya, menciptakan suara yang renyah. Bayi itu memercikkan air bersamaan dengan ritme, mencipratkan air ke arah Chu Qiao. Setiap kali Chu Qiao mencoba menghindari cipratan air, anak itu akan tertawa senang.     

"Rong Er, yang anteng. Ayo sini." Chu Qiao berusaha berbicara dengan anak itu, namun anak itu benar-benar mengabaikannya dan mulai menggeliat di dalam baskom itu. Lebih dari setengah air terciprat keluar bagaikan tsunami.     

"Jangan nakal. Bahkan ayahmu tidak menyebalkan sampai begini." Setengah tubuh bagian atas Chu Qiao benar-benar basah kuyup. Rong Er mengangkat kepalanya sambil terus membuat suara. Tangannya yang gemuk mencengkeram pakaian Chu Qiao dan berusaha untuk keluar dari dalam baskom. Tindakan anak itu jelas menunjukkan ketidaksukaannya terhadap mandi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.