Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 229



Bab 229

0He Xiao menunduk dan menjawab, "Saya tidak berani."     

"Dengan mengatakan ini, berarti kamu menyalahkanku." Chu Qiao tersenyum pahit, senyumnya menghilang dalam sekejap saat dia melanjutkan, "Tidak peduli apakah kamu percaya padaku atau tidak, kita telah melalui banyak pertempuran bersama-sama selama ini. Aku selalu menganggapmu sebagai sahabatku. Dengan pergi, aku tidak bermaksud menelantarkan kalian semua."     

"Aku mengerti." He Xiao tiba-tiba mendongak, kembali tenang dan sudah menanggalkan aura kemuliaan yang telah ditunjukkannya di medan perang. Perlahan, dia menambahkan, "Aku tidak pernah menyalahkanmu. Kamu sedang melindungi kami, memberi kami jalan keluar terbaik. Aku mengerti semua ini."     

Ini adalah pertama kalinya He Xiao berbicara dengan tidak formal kepada Chu Qiao. Pria itu menatap gadis tersebut dan berkata dengan perlahan-lahan, "Selama bertahun-tahun ini, aku menyaksikan bagaimana kamu terus berjuang. Aku mengerti kesulitan yang kamu hadapi. Mungkin, terkadang, aku berpikir kalau dulu aku egois. Kalau saja aku bisa berpikir jernih, aku tidak akan membiarkan keadaan memojokkanmu sampai putus asa. Bahkan jika Garnisun Utusan Barat Daya menjadi bandit, atau jika kami semua mati, tidak seharusnya kami membiarkan kamu mengemban tanggung jawab ini, menentang Raja Yan Bei, dan mengakibatkan keadaan seperti sekarang ini."     

Chu Qiao menggelengkan kepalanya sambil berpikir pada dirinya sendiri. Sudah terlalu banyak perbedaan yang tidak bisa didamaikan lagi di antara Yan Xun dengan dirinya. Bahkan tanpa Garnisun Utusan Barat Daya pun, akan ada alasan lainnya yang menjadi penyebab perselisihan mereka. Semua itu hanya masalah waktu saja.     

He Xiao tidak menunggu gadis itu berbicara dan pria itu langsung berbicara dengan terus terang, "Bagaimanapun, kamu hanyalah seorang gadis muda. Saat itu, kami semua gagal menyadari hal ini dengan jelas." Dia mendongak dan tersenyum lembut, seperti seorang tetua yang sedang mengawasi keturunannya. "Yang Mulia telah mengatakan sebelumnya, 'Hanya jika kamu meninggalkan masa lalu sepenuhnya, baru kamu bisa mencapai kedamaian batin'. Dengan tidak memanggil kamu 'Jenderal', itu tidak berarti bahwa saya menjauhkan diri darimu. Itu hanya berarti bahwa aku berharap kamu bisa meninggalkan masa lalumu dan menjalani kehidupan untuk dirimu sendiri."     

Tetesan air, yang menumpuk di ranting dan dedaunan di atas pohon, jatuh ke tanah, mendarat di sepatu Chu Qiao yang putih. Gadis itu mengangkat alisnya saat dia merasa tersentuh.     

"Meskipun Tang adalah tempat yang hangat, sekarang sedang dingin. Nona, kamu harus pulang lebih awal." Saat dia menyelesaikan kalimatnya, pria itu bergeser ke samping agar Chu Qiao pergi. Namun, tiba-tiba gadis itu berseru, "Kakak He."     

He Xiao benar-benar terperangah dan dia mendongakkan kepalanya dengan kuat untuk menatap gadis itu.     

Chu Qiao berkata dengan nada berat, "Kita sudah saling mengenal selama bertahun-tahun, melewati hidup dan mati bersama-sama. Kita adalah rekan di dalam medan perang, dan keluarga di luar medan perang."     

Angin sepi mengalir melintasi hutan tersebut. Tatapan He Xiao menjadi teralihkan untuk sejenak. Setelah beberapa lama, dia mempertahankan postur tubuhnya dan mengambil satu langkah kecil ke belakang. Dengan nada berat, dia menyatakan, "Aku akan ke barat daya untuk menerima jabatan baru. Kita mungkin tidak memiliki kesempatan untuk bertemu lagi." Seperti yang diharapkan, pria itu sudah tahu.     

Ujung jari Chu Qiao berubah menjadi agak dingin. Saat dia melihat bayangan He Xiao yang kesepian, gadis itu mulai merasa tenggorokan sedikit tercekat. Chu Qiao mengangguk pelan dan berkata, "Jaga dirimu."     

Setelah itu, Chu Qiao berbalik badan dan keluar dari paviliun tersebut. Dia baru saja berjalan beberapa langkah ke luar ketika sebuah suara terdengar dari belakangnya, "Xiao Qiao, jaga dirimu." Dia berbalik untuk melihat He Xiao berdiri di sana dengan tenang, sambil mempertahankan postur tubuhnya. Angin berembus melintasi pakaian pria itu; menampilkan pola awan coklat kehijauan yang telah disulam di seragamnya. Secercah warna hijau bisa terlihat di pinggangnya; dia masih mengenakan sabuk yang sama seperti yang dulu dia pakai ketika masih menjadi bagian dari Pasukan Xiuli di masa lalu. Pria itu berdiri di sana dengan tenang, kepalanya menunduk; seakan-akan bukan dia yang mengucapkan kata-kata tadi, yang mengakui bahwa status hubungan mereka sekarang telah berbeda.     

Chu Qiao membeku beberapa saat sebelum akhirnya dia berbalik dan berjalan ke arah yang berbeda. Setelah beberapa belokan, Taman Shang Lin sudah tidak terlihat lagi. Gadis itu mendongak, dan menyadari bahwa dia telah secara tidak sengaja berkeliaran sampai ke kaki Pegunungan Fu Lan, di luar Istana Rou Fu. Gunung yang disebutkan di atas hanyalah sebuah tempat dengan bebatuan yang menumpuk. Lapisan luar tampak seolah-olah telah dihiasi dengan batu giok putih, tampak jernih. Tempat itu telah mendapatkan gelar sebagai salah satu keajaiban di Istana Jin Wu. Namun, saat Chu Qiao menatap tumpukan batu putih ini, dia merasakan rasa dingin yang muncul dari dalam hatinya, perlahan menyelimuti dirinya.     

"Nona?" Mei Xiang memanggil gadis itu, dengan khawatir.     

Chu Qiao tetap diam sementara pandangannya terpaku pada beberapa kuntum bunga plum dan hal lainnya di balik bunga-bunga tersebut.     

"Nona, semua orang berpikir dengan pola yang berbeda di dunia ini, tetapi Anda hanya memiliki satu hati. Anda tidak akan bisa memperhatikan begitu banyak orang." Kata-kata Mei Xiang terdengar di samping telinganya, tetapi Chu Qiao seolah-olah tidak mendengarnya. Angin sedang bertiup kencang. Tiba-tiba Chu Qiao merasakan sedikit kesedihan.     

"Komandan He Xiao telah mengikuti Anda selama bertahun-tahun. Pada waktunya, dia akan mengerti. Tidak ada yang bertahan selamanya. Jangan terlalu bersedih."     

Chu Qiao berbalik dan memeluk Mei Xiang dengan lembut sambil berkata, "Mei Xiang, kalau kamu ingin pergi bersamanya, pergilah."     

Chu Qiao merasakan tubuh Mei Xiang gemetaran seperti kelinci yang ketakutan, lalu gadis itu menegakkan punggungnya. Setelah beberapa saat, Chu Qiao merasakan sepasang tangan yang melingkar di pinggangnya dan suara Mei Xiang terdengar di telinganya. "Saya tidak tega meninggalkan Komandan He, tetapi saya lebih tidak tega untuk meninggalkan Anda."     

Cahaya matahari bersinar putih cerah di puncaknya. Tidak ada awan yang terlihat di langit yang tinggi.     

"Nona, jangan khawatir tentang orang lain lagi. Tuan Zhuge mungkin bukan orang yang sepenuhnya suci, tetapi dia satu-satunya orang di dunia ini yang dengan sepenuh hati mengabdikan diri kepada Anda. Demi Anda, dia bisa membunuh dan menjadi setan, tetapi dia juga bersedia berubah menjadi lebih baik. Anda tidak akan bisa menemukan orang lain di dunia ini yang seperti ini." Mei Xiang tersenyum sambil berbicara, "Adapun Komandan He, pada akhirnya dia akan menerima hal ini seperti saya. Hal-hal seperti ini tidak dapat dipaksakan. Setiap orang memiliki kecocokannya masing-masing."     

Rasa kebebasan yang tidak terkekang telah menjadi keinginan Chu Qiao selama bertahun-tahun. Gadis itu mendongak dan seolah-olah melihat mata pria itu. Di tengah kondisi yang keras dan kekacauan di dalam istana Xia, apakah dia masih baik-baik saja?     

Dalam sekejap mata, tahun yang baru telah tiba lagi. Kekaisaran Tang telah mengalami tahun yang paling bergejolak dalam sejarah akhir-akhir ini. Dengan maksud untuk menghidupkan suasana, Li Ce memberikan perintah untuk menyelenggarakan perjamuan musim semi yang paling mewah yang pernah diadakan.     

Pada hari ke-27 bulan kedua belas, Li Ce mengadakan perjamuan untuk para pejabatnya di dalam istana kekaisaran, untuk meninjau tahun yang baru saja berlalu. Bagi orang-orang yang berkinerja baik, dia memberi mereka imbalan, mengizinkan para pejabat dengan tingkat ketiga atau lebih tinggi untuk makan bersamanya di dalam aula yang sama. Selain itu, dia sendiri menyusun sebuah puisi, memerintahkan pelayannya untuk menyalin puisi tersebut dan membagikannya kepada setiap pejabat.     

Istana belakang dihiasi dengan lampu-lampu terang juga. Perjamuan membentang jauh dari Istana Yi Xin hingga ke Istana Shang Qing; jalan setapak itu dihiasi dengan banyak lampu dan lentera yang terang, menunjukkan suasana yang penuh keberuntungan. Ditambah dengan para penari, itu adalah pemandangan yang megah.     

Li Ce beberapa kali mengundang Chu Qiao ke perjamuan tersebut, tetapi Chu Qiao menolaknya karena dia tidak menyukai suasananya. Gadis itu tinggal di istananya sendiri bersama dengan para pelayannya, mengadakan perjamuan sendiri dan membeli dekorasi sendiri untuk menyambut tahun baru.     

Pada hari ke-28 bulan kedua belas, kereta demi kereta, yang ditutupi dengan kain hijau, memasuki gerbang utama Istana Jin Wu, menuju arah Kediaman Mihe. Ketika kereta tiba di sana, kotak-kotak diturunkan dan dibuka. Isi di dalamnya mengguncang seluruh istana, membuat semua orang bergegas menuju Kediaman Mihe untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi. Bahkan beberapa orang selir Li Ce bergegas ke sana, tidak mampu menahan amarah mereka.     

Secara keseluruhan ada 20 kereta, berisi 200 kotak kayu dengan berbagai ukuran. Setelah kotak-kotak itu dibuka, mata semua orang berbinar. Kotak-kotak itu penuh benda-benda yang berkilauan. Zamrud, bebatuan kuno, rubi merah, batu opal, giok putih, mutiara, sutra lembut, bulu binatang yang berharga, barang antik, dan karya seni … segala macam kemewahan dalam hidup berkumpul di depan mata mereka. Tidak hanya itu, tetapi ada juga aksesori wanita seperti karangan bunga, jubah, sepatu giok, dan gelang yang berlimpah. Ada juga tanaman di sana, mulai dari bunga bermutu tinggi hingga tanaman karang utuh setinggi lebih dari satu meter hingga tanaman obat yang langka. Ada juga sebuah layar hias yang terbuat dari mutiara, yang bersinar dalam gelap, bersama dengan beberapa benda langka dari negeri asing, seperti korek api, teropong, aksesori dari kaca, jam alarm, gaun dan segudang barang berharga lainnya.     

Yang lebih konyol lagi adalah ada beberapa kotak hasil bumi setempat yang tidak menarik perhatian. Benda-benda itu terlihat seperti ubi manis. Chu Qiao mengambil salah satu benda itu dan memeriksanya untuk waktu yang lama sebelum menyadari bahwa itu adalah ubi manis dari Qing Hai, yang pernah diceritakan oleh pria itu kepada Chu Qiao dalam surat-suratnya. Gadis itu memegangnya di depan hidungnya karena ubi itu mengeluarkan aroma yang harum, membuat gadis itu merasa manis di dalam hatinya. Dia berpikir bahwa semua barang berharga lainnya tidak dapat dibandingkan dengan beberapa ubi manis yang biasa ini.     

Penduduk setempat di sana telah mendengar bahwa raja Qing Hai telah mengeluarkan banyak upaya untuk memperoleh barang-barang ini. Ubinya besar dan ada benang merah serta kain yang melilit mereka. Mereka tampak tidak mencolok.     

Sebuah surat kecil diletakkan di dalam salah satu ubi. Chu Qiao mengambilnya dan jari-jarinya melepaskan benang emas di sekitar ubi itu, mengungkapkan sebuah surat yang panjang dengan kata-kata yang rapi.     

Pria itu selalu seperti ini. Bahkan ketika dia menulis, dia bertele-tele, membahas topik-topik yang tidak penting seperti cuaca, politik, ekonomi. Dia bersikap seolah-olah dia sedang berbicara dengan seorang pemimpin dunia lainnya, sebelum menambahkan sebuah kalimat di akhir: Hati-hati, jangan biarkan pintu terbuka. Sebelum kamu tidur, tutup pintu dan jendela, kalau-kalau ada orang jahat membobol masuk ke dalam rumah.     

Suatu kali, Li Ce sangat marah ketika dia diam-diam menemukan surat Zhuge Yue, yang menyebutnya sebagai penjahat yang diam-diam menyerang dari belakang.     

Saat Chu Qiao memandang orang yang mengaku sebagai pria budiman namun telah melanggar privasinya, dia merasa bahwa ucapan kedua orang itu benar. Tetapi, surat hari ini tidak terlalu panjang. Setelah pembukaan singkat, tinta tulisan pria itu tampak menjadi lebih kental. Jelas, pria itu sudah berpikir lama sebelum menulis, sampai tintanya mengering. Kata-katanya berbunyi: Aku masih sibuk. Tunggu aku.     

Di tengah suara terkagum di sekelilingnya, Chu Qiao memegang surat kecil di tangannya. Dia merasakan kedamaian. Dia tidak bisa mendengar apa pun, bahkan suara angin, kicauan burung-burung, ataupun gemerisik dedaunan sekalipun. Meskipun saat itu sedang musim dingin, gadis itu merasa hangat di dalam hatinya seperti di tengah cuaca musim semi.     

Malam itu, Chu Qiao, Mei Xiang, Jing Jing, Qiu Sui dan sekelompok pelayan berkumpul di Kediaman Mihe. Chu Qiao yang turun tangan dan memasak sendiri. Meskipun keterampilan memasaknya biasa-biasa saja, teknik memasaknya sudah cukup untuk membuat kagum orang lain. Keraguan awal mereka terhadap masakannya dengan cepat memudar.     

Saat malam menjelang, kembang api dilepaskan ke langit di luar. Chu Qiao dan yang lainnya berlari ke halaman, berdiri di bawah pohon osmanthus ketika mereka disambut oleh pemandangan berpola bunga di langit. Saat cahaya berwarna-warni memantul di wajah mereka, mereka menikmati suasana gembira dari acara yang meriah ini.     

Jing Jing, Ping An, dan beberapa pelayan lainnya menyalakan petasan. Chu Qiao menutupi telinganya saat dia dikelilingi oleh orang-orang lain di tengah. Wajahnya bersinar sedikit merah saat dia mengenakan mantel bulu baru yang berlapis kapas, terlihat seperti anak kecil yang belum tumbuh. Ini adalah tahun baru paling bahagia yang dia rayakan sejak datang ke dunia ini. Meskipun orang yang dia cintai tidak berada di sisinya, hidup tetap penuh kebahagiaan.     

Di luar, terdengar suara tawa di mana-mana. Chu Qiao duduk di depan meja belajarnya, menggambar dua tokoh kartun yang tampak nyata seperti aslinya. Mereka memiliki tubuh kecil dan kepala besar; satu sangat ceria sementara yang lain keras dan serius. Kedua sosok itu berdiri di atas lereng, bahu-membahu, menatap ke kejauhan dan mereka tampak menggemaskan. Di depan mereka ada sebidang padang rumput yang luas, dengan kawanan sapi dan domba berkumpul bersama. Di kejauhan terlihat ada sebidang perairan yang luas.     

Dengan teliti gadis itu mengakhiri suratnya dengan menuliskan dua kata: Aku menunggu.     

Tidak perlu lagi menasihati atau bertanya macam-macam. Gadis itu berpikir bahwa dirinya akan menjadi egois untuk sekali ini, mempertahankan sikap keras kepalanya, dan mempercayai keputusan yang akan dia ambil sepenuhnya.     

Setelah dia meletakkan suratnya, Chu Qiao mengambil mantelnya dan pergi keluar untuk mencari Mei Xiang dan yang lainnya. Ketika dia berjalan keluar dari istana, sejumlah kelopak bunga putih turun dari atasnya. Seperti salju, bunga-bunga itu tersebar di seluruh tubuhnya.     

Semua orang tertawa terbahak-bahak. Suara-suara mereka perlahan-lahan menyebar ke setiap sudut dan celah di Istana Jin Wu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.