Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 220



Bab 220

0Ada seseorang yang sedang mengetuk pintu dengan hati-hati. Yue Qi berkata, "Tuan, Tuan Besar tahu kalau anda sudah kembali, dan dari istana juga sudah mengirimkan orang untuk memanggil anda masuk."     

Selain mengenakan sebuah mantel, Zhao Che mengenakan sebuah jubah yang besar, dan dengan sebuat topi hitam yang besar, sulit untuk melihat wajahnya. Perlahan, pria itu berkata, "Sudah waktunya aku pergi. Jaga dirimu baik-baik."     

"Kamu juga. Pergilah lewat jalur rahasia itu. Berhati-hatilah."     

Kedua pria itu mengangguk. Zhao Che membuka pintu, dan diikuti Huan Er dan beberapa orang lainnya, dia berjalan ke salju lebat di luar sana.     

"Tuan." Yue Qi berjalan masuk dan melihat Zhuge Yue berdiri di dalam ruangan dengan sosok rampingnya yang berdiri tegak, bersama dengan wajah yang terlihat begitu murung. Tidak bisa ditebak apa yang sedang dipikirkan oleh pria itu.     

Perasaan memiliki seorang teman sejati sangat nyaman.     

Zhen Huang tidak terlalu aktif bersosialisasi, dan bahkan di antara keluarga dan saudaranya, dia tidak memiliki hubungan yang sangat baik dengan siapa pun. Tetapi, dengan ketatnya pengamanan di Kota Zhen Huang, Zhao Che masih mengambil risiko untuk menemuinya. Tindakan inilah yang benar-benar menyentuh hatinya.     

"Tuan? Sudah waktunya," Yue Qi kembali mengingatkan.     

Zhuge Yue menampilkan sekilas senyuman santai, lalu memerintahkan, "Siapkan kereta kuda."     

Yue Qi terkejut. "Ke mana Anda ingin pergi?"     

"Ke istana."     

"Ke istana?" Yue Qi masih terkejut. "Apakah Tuan tidak perlu mandi dan berganti pakaian? Dan juga, anda adalah seorang Kepala Marsekal. Seorang jenderal tidak pantas untuk melapor ke istana dengan menaiki kereta, dan seharusnya menunggang kuda."     

Zhuge Yue menunduk, dan sebuah tatapan dingin yang tajam bersinar dari matanya. Tanpa ambil peduli, dia menjelaskan dengan dingin, "Aku bukan hanya Kepala Marsekal dari Kekaisaran Xia, aku juga Raja Qing Hai yang memerintah lebih dari 500.000 orang prajurit. Sedangkan untuk hal yang terakhir itu, aku rasa mereka sudah lupa."     

Matahari menembus lapisan awan di langit. Zhuge Yue berjalan keluar dari kamarnya, dan Fang Chu memakaikan sebuah mantel keemasan di bahu Zhuge Yue. 18 pintu kediaman Zhuge dibuka bersamaan. Cahaya seolah-olah bersinar dari belakangnya saat Zhuge Yue memperlihatkan wajahnya yang bersih. Bibirnya merah tua, dan punggungnya sangat tegap. Dengan langkah lebar yang dingin, pria itu berjalan keluar. Saat dia berjalan keluar, segerombol pejabat berkerumun, namun dihadang oleh para Pengawal Yue saat berjarak satu meter darinya. Tanpa menoleh ke samping, Zhuge Yue menaiki kereta kuda megah yang ditarik oleh delapan ekor kuda, dan memerintahkan, "Berangkat."     

"Ke mana Tuan ingin menuju?" kusirnya bertanya.     

Fang Chu juga tidak menunjukkan emosi saat dia dengan tenang mewakili Zhuge Yue untuk menjawab, "Istana Sheng Jin."     

Bahkan dengan angin dingin yang meresap masuk ke dalam kereta itu, wajah Zhuge Yue tetap tenang dan dia perlahan duduk di atas kursi empuk di dalam kereta. Dia tidak pernah kekurangan cara untuk membuat kehebohan. Karena itu, dia akan membuat keadaan menjadi semakin membingungkan, sampai-sampai tidak ada orang yang bisa mengambil keuntungan apa pun dari keadaan ini, dan tidak ada orang yang bisa lolos dari kekacauan ini.     

Saat kegelapan mulai tiba, jamuan di luar ruangan masih belum berhenti, dan jamuan lain sudah dimulai di dalam ruangan. Walaupun Kekaisaran Tang lebih hangat, pada puncak musim dingin, tetap akan terasa lebih dingin daripada biasanya. Dengan angin malam yang berembus, bahkan jika seseorang memakai mantel tebal, rasa dingin masih akan merembes melalui kain dan naik dari sol sepatu, membuat tubuh menggigil.     

Di siang hari, hujan gerimis terus berlanjut hingga sore hari.     

Li Ce minum banyak sekali, dia memicingkan matanya sambil bersandar di sebuah kursi empuk. Pintu menuju Istana Rou Fu terbuka lebar, dan kemewahan istana itu terpampang jelas. Para pemusik yang sedang tampil, memainkan musik mereka di tengah danau, dan alunan lagu bisa terdengar jauh hingga ke dalam istana raksasa itu.     

Seperti ular yang sedang merayap, pinggang-pinggang yang kurus meliuk-liuk di depan matanya, dan kaki-kaki ramping mereka bergerak berirama. Dengan bulir-bulir keringat menetes di kulit mereka yang berwarna persik, seorang penari yang berani memutar badannya lalu menjatuhkan diri ke dada Li Ce dengan satu gerakan. Alis penari itu sedikit terangkat, di ujung matanya ada sebuah tato berbentuk awan yang dilukiskan menggunakan debu emas. Bibirnya tebal, dan lehernya panjang dan ramping. Dadanya yang montok ditutupi oleh lapisan tipis kain, dan melalui lapisan tipis itu, orang hampir bisa melihat kulitnya yang berwarna merah muda.     

Sambil mengangkat secangkir arak merah, bagian bokong penari itu menonjol keluar dalam lekukan yang menggoda. Lengannya terangkat tinggi, dan dengan sentakan lengannya, minuman itu tumpah, dan di sepanjang lehernya yang seperti angsa, arak itu mengalir ke belahan dadanya yang tampak seperti dua gunung bersalju.     

"Yang Mulia, apakah Anda mabuk?" Penari itu memang wanita cantik yang langka. Bukan saja dia cantik, tapi suaranya juga menawan. Tubuhnya yang lentur berputar, dan dia menggosokkan bahu telanjangnya di dada Li Ce, dan bersama dengan itu, tangannya yang lembut masuk ke dalam baju Li Ce. Bergerak turun ke bawah, dia berhenti saat hampir mencapai ujung.     

Wanita ini adalah Nyonya Zi Ming, seorang wanita yang telah mendapatkan perhatian Li Ce selama satu tahun terakhir. Li Ce adalah seorang hidung belang dan jarang sekali dia memperhatikan seorang wanita terlalu lama. Namun, Nyonya Zi Ming ini, yang lahir dari keluarga bangsawan yang telah jatuh, telah memikatnya begitu lama. Ini adalah bukti daya tariknya yang sangat besar.     

Li Ce, dengan matanya yang sedikit mabuk, menunduk. Mengenakan jubah berwarna biru dan ungu, ia juga memakai syal yang terbuat dari bulu serigala. Dengan kerahnya sedikit terbuka, orang bisa melihat tubuhnya yang bugar di bawah cahaya obor yang bergoyang-goyang. Seperti kebiasaannya, dia menyipitkan mata, dan alisnya mengernyit bersama dengan genit. Di dalam matanya, ada cahaya yang berkilau, membuatnya tampak seperti rubah licik yang sedang tenggelam dalam pikirannya.     

Para penari di dalam istana terus menari. Mereka menarikan tarian rakyat dari orang-orang Dong Hu. Berani dan terbuka, mereka hanya mengenakan beberapa pakaian tipis yang hampir tidak menutupi bagian pribadi mereka. Saat tubuh lembut mereka melambai, bisa terlihat bahwa mereka sudah penuh dengan keringat.     

"Yang Mulia, Anda tidak memasuki istana Rou Fu selama setengah bulan. Apakah Anda begitu cepat sudah melupakan wanita ini?" Nyonya Zi Ming agak membungkuk. Dengan mata berlinang, dengan lembut dia memandang Li Ce, seperti seorang iblis wanita yang menggoda.     

Mata Li Ce mabuk, dan sepertinya anggota tubuhnya juga mabuk. Namun, di antara matanya, dia sangat sadar. Kuku merah tua wanita itu melayang dari perutnya dan meraih alis pria itu. Sambil berbisik di telinga Li Ce, wanita itu dengan ringan bertanya, "Salah siapa ini yang membuat Yang Mulia tidak bahagia?"     

Sudut mulut Li Ce melengkung ke atas, dan dia tersenyum dengan tenang. Dengan paksa dia meraih pinggang kurus wanita itu, dan telapak tangannya menggosok kulit halus wanita itu. Sambil sedikit terkekeh, dia berkata, "Dasar iblis kecil."     

"Apakah Yang Mulia akan tetap begitu kejam dan membiarkan Ming Er tinggal di dalam kamarnya sendirian?"     

Li Ce terkejut ketika sebuah sosok tiba-tiba muncul di dalam benaknya. Dia mengerutkan kening dalam penyesalan, dan pikirannya hampir kehilangan kedamaiannya yang biasa. Dia sudah menjadi gila selama setengah bulan terakhir. Apakah ini masih akan terus berlanjut?     

Saat menoleh dan melihat wajah menggoda Nyonya Zi Ming, asap racun sepertinya bangkit dari hatinya, menekan sesuatu yang tampak seperti kepahitan dan nafsu keinginan. Di dalam hatinya, tidak ada lagi amarah atau kebahagiaan, dan pria itu tampak tidak lagi riang seperti dulu. Dia hanya tersenyum, dan memulihkan ketenangannya, lalu tertawa kecil, "Sejak kapan aku menjadi pria yang tidak peduli pada wanita cantik sepertimu?"     

"Yang Mulia," sebuah suara tenang berbicara dari luar istana.     

Li Ce mengangkat kepalanya dan melihat Tie You berdiri di luar pintu. Li Ce melambai, dan dengan itu, komandan ini, yang masih bersenjata lengkap, berjalan ke dalam istana. Mengabaikan raut wajah para wanita di sekitarnya, Tie You berlutut di tanah, dan dengan tegas melaporkan, "Yang Mulia, Nona Chu kembali."     

Li Ce tertegun. Meskipun dia tampak tenang, arak di dalam cangkir yang dia pegang tampaknya hampir tumpah. Ada suara nyanyian yang sepertinya bergema dari kejauhan. Lagu itu lambat, seperti lagu yang seharusnya menenangkan hati seseorang. Di atas danau, angin terasa dingin, dan membawa aroma harum. Dengan tubuh yang kurus dan rambut tebal yang hitam, sosok Li Ce tampak sangat tampan.     

"Kapan ini terjadi?"     

"Baru saja."     

"Di mana dia sekarang?"     

"Dia kembali ke Kediaman Mihe."     

"Ayo pergi." Li Ce berdiri dan menuju keluar.     

Tie You terkejut, dan segera bertanya, "Yang Mulia, Anda mau ke mana?"     

"Kediaman Mihe." Dari kejauhan, suara Li Ce melayang ke dalam malam yang mewah ini. Tie You segera mengikutinya bersama para pengawal lainnya.     

Nyonya Zi Ming perlahan berdiri, pakaian sutranya perlahan bergoyang diterpa angin malam. Namun, tidak tersisa sedikitpun gaya menggodanya yang baru saja dia perlihatkan. Dengan tenang dia melihat Li Ce pergi, tatapannya tenang, tanpa emosi apa pun.     

"Nyonya." Seorang pelayan berhati-hati mendekatinya. Setelah mengambil mantel luar dari pelayan itu, Nyonya Zi Ming melambaikan tangannya. "Bubarkan jamuan ini." Para wanita langsung bubar bagaikan angin. Dalam aroma arak, suara yang tersisa hanyalah suara penyanyi dari kejauhan itu. Bunga-bunga di kolam teratai telah lama layu, dan bahkan pohon ara yang dulu ada di depan gerbang telah kosong. Bulan hanya berbentuk kait kecil, memancarkan cahayanya yang tertutup awan ke atas tangga batu yang putih bersih.     

Saat tirai manik-manik saling beradu, mengeluarkan suara tabrakan yang nyaring, Qiu Sui, yang sedang menjaga ruangan luar, terbangun. Li Ce membuat isyarat tangan untuk memberitahunya agar dia tetap diam. Pelayan itu menundukkan kepalanya dan berlutut di lantai, tidak berani membuat suara.     

Dalam cuaca dingin, jendelanya tertutup rapat, namun masih ada cahaya bulan redup yang bersinar melalui jendela putih bersih. Chu Qiao sedang tidur dan selimut berwarna putih bulan menutupi tubuhnya, hanya menyisakan kepalanya yang mungil. Terlihat bersih dan rapi, wajahnya terlihat damai. Bersandar di pintu, Li Ce memiringkan kepalanya, dan untuk sesaat dia hanya berdiri di sana tanpa bergerak.     

Tentu saja, ini akan menjadi pilihan terbaik bagi gadis. Tanpa banyak tanggung jawab dan beban, tanpa banyak perasaan yang kuat dan kebencian yang hebat, gadis itu bisa pergi kapan pun dia mau.     

Memusatkan pandangannya pada gadis itu, tatapan Li Ce begitu lembut. Cahaya lembut bersinar ke arah gadis itu, memantulkan kilauan tipis yang tampak sangat kesepian. Angin bertiup dari luar, bayangan pepohonan berayun seperti seorang wanita yang berusaha menjangkau mereka, dengan lembut membelai istana ini yang tampaknya selalu berada dalam kesunyian.     

"Nona tidur setelah kembali. Dia tampak sangat lelah," Qiu Sui berbisik pada Tie You. Walaupun suaranya sangat kecil, tetapi masih terdengar oleh Li Ce.     

Berdiri di sana, Li Ce tampaknya mengerti sesuatu. Arang di sudut ruangan masih memancarkan cahaya hangat. Burung-burung yang tinggal di pohon mengeluarkan alunan kicauan ringan yang sangat menyenangkan untuk didengar.     

"Apa pun yang terjadi, kalau dia lelah, dia harus beristirahat." Setelah berkata demikian, pria itu berbalik dan berjalan keluar dari kamar tidur utama. Di dalam istana yang kosong, langkah kakinya bergema, menunjukkan betapa kosongnya ruangan itu.     

Saat malam semakin dingin, Chu Qiao perlahan membuka matanya. Di dalam kegelapan, matanya tampak seperti batu obsidian. Bertolak belakang dengan jari-jarinya yang putih pucat, ia mencengkeram selimut kapas dengan seluruh kekuatannya. Tak lama kemudian, suara musik kembali terdengar dari Istana Rou Fu, dan terdengar lebih riuh dari sebelumnya. Gadis itu perlahan menutup matanya. Dia benar-benar sangat lelah.     

Tiga hari kemudian, gadis itu memutuskan untuk meninggalkan Tang Jing. Dia tidak memberi tahu siapa pun tetapi hanya membawa Mei Xiang bersamanya. Kali ini, dia pergi untuk menyapa Li Ce sebelum berangkat. Li Ce tidak mengatakan apa pun tentang mengantarnya pergi, hanya saja sebelum kereta kuda Chu Qiao keluar dari gerbang kota Tang Jing, di bawah pohon ara di kejauhan, Li Ce, bersama dengan Tie You, Sun Di, dan beberapa lainnya, menyapa gadis itu pada saat dia tiba. Kerumunan dengan cepat bubar, dan hanya Li Ce dan Chu Qiao yang tersisa. Mereka akhirnya melakukan percakapan pertama mereka sejak gadis itu kembali.     

"Kamu mau ke mana?"     

"Aku tidak tahu." Melihat Li Ce sedang menatapnya dengan curiga, Chu Qiao tersenyum. "Jangan menatapku seperti itu. Aku tidak membohongimu. Aku benar-benar tidak tahu ke mana aku akan pergi."     

"Kalau begitu mengapa kamu pergi?"     

"Aku hanya ingin berkelana dan melihat dunia." Chu Qiao menarik napas dalam-dalam. Sambil tersenyum, gadis itu mengamati sekitarnya. Dengan suara nyaring, dia menjelaskan, "Lihatlah, cuaca mulai hangat. Benua Meng Barat begitu luas, tetapi aku belum pernah ada kesempatan untuk pergi bersantai dan menikmati pemandangan. Kali ini, aku akan menganggap ini sebagai liburan."     

Li Ce dengan sigap menyiapkan teh sambil terus bertanya, "Kamu berencana untuk berlibur berapa lama?"     

"Aku tidak tahu, tergantung suasana hatiku. Mungkin suatu hari ketika aku sedang bokek, aku akan kembali ke sini untuk meminta makan darimu. Karena itu kamu harus memastikan kamu menjaga takhtamu dengan benar. Jangan sampai kamu sudah menghamburkan semua uangmu sebelum aku kembali."     

Mendengar itu, Li Ce segera mengambil amplop yang ada di meja dan mengeluarkan segepok tebal uang kertas dari dalamnya. Dia mengeluarkan sekitar setengah dari uang kertas itu dan memasukkannya ke dalam bajunya sambil bergumam, "Kamu baru akan kembali saat kamu bokek? Kalau begitu aku tidak boleh memberimu terlalu banyak uang. Kalau tidak, waktu kamu kembali nanti, mungkin kamu sudah menjadi wanita tua yang bahkan tidak memiliki gigi lagi."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.