Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 177



Bab 177

0Qiu Yi sangat marah dan menendang mulut Wen Yang, membuat darah terciprat ke mana-mana. Bibir Wen Yang sobek. Walaupun bibirnya berdarah-darah, pria itu terus berteriak. Qiu Yi mengamuk, "Bunuh dia! Cepat!"     

"Dasar baj*ngan! Kubunuh kamu!" Salah satu prajurit Garnisun Utusan Barat Daya yang sudah berdarah-darah menembus kerumunan dan berlari ke arah Qiu Yi. Qiu Yi terkejut dan menoleh ke arah Yan Xun, dan melihat kalau pria itu tetap tenang. Yan Xun hanya mengetukkan tangan kanannya ke atas meja dan tetap diam. Qiu Yi, melihat kalau pria itu tidak bereaksi, merasa senang dalam hati dan berseru, "Garnisun Utusan Barat Daya telah memberontak! Bunuh mereka semua!"     

Para pengawal, yang hanya berniat menyerang dengan sarung pedang mereka, mulai mencabut pedang mereka saat mendengar perintah itu. Mereka menaruh pedang mereka di leher para prajurit. Salah satu petugas yang bertanggung jawab melaksanakan eksekusi berjalan ke atas panggung sambil membawa pedangnya di tangan. Dia berjalan ke Wen Yang, dan bersiap memberikan tusukan fatal kepada pria tersebut tanpa berkedip.     

Para prajurit Pasukan Kedua yang sedang berdiri di luar menjadi terkejut, tidak mengira kalau keadaan akan memanas sampai seperti ini. Saat pedang milik Pasukan Pertama hendak mencabut lebih banyak nyawa, sebuah suara wanita yang tajam menggema dari luar gerbang. "Berhenti!" Suara itu menusuk menembus udara dan badai, tepat ke hati orang-orang di dalam kerumunan. Wanita itu bergegas maju di atas kudanya, dengan memakai mantel putih. Sebelum dia tiba di tempat itu, gadis itu melompat turun dari punggung kuda dan menghantam wajah salah satu prajurit dari Pasukan Pertama yang berusaha menghalangi jalannya. Dia berlari ke dalam kerumunan dan berteriak, "Apa yang kalian lakukan?"     

"Jenderal!"     

"Itu Jenderal!"     

Para prajurit dari Garnisun Utusan Barat Daya menggema bersamaan, harapan di dalam mata mereka kembali menyala. Chu Qiao memisahkan beberapa prajurit yang sedang bergumul, dan mengambil langkah lebar ke tempat He Xiao berdiri. Sebelum pria itu sempat berbicara, gadis itu mengeluarkan pecutnya dan mencambuk punggung pria itu, sambil berteriak, "Beginikah caramu memimpin pasukanmu?"     

Pada saat itu, semua orang terkejut. Wajah He Xiao menjadi merah; para prajurit di belakangnya tidak berani bergerak. Bahkan prajurit dari Pasukan Pertama juga terperangah. Chu Qiao terus memarahinya, "Saya menyuruh kalian untuk menjaga integritas pasukan, penentuan satuan, dan bendera satuan, tetapi apakah saya menyuruh kalian untuk menyerang kemah Pasukan Pertama? Sekarang, kalian bahkan berani berkelahi di hadapan Yang Mulia. Apa yang ingin kalian lakukan? Apa kalian ingin memulai pemberontakan?" Saat selesai berbicara, gadis itu berbalik ke arah Yan Xun dan berkata, "Yang Mulia, yang terjadi hari ini adalah kelalaian saya. Semua perintah itu berasal dari saya. He Xiao dan yang lainnya hanya mengikuti perintah saja. Saya sakit akhir-akhir ini, dan mengabaikan tanggung jawab saya untuk mengatur mereka, dan mengakibatkan kesalahan sebesar ini. Saya bersedia dihukum sesuai hukum militer!"     

Melihat Chu Qiao muncul, wajah Yan Xun menjadi dingin. Pria itu duduk di atas kursi Kepala Marsekal di dalam tenda Pasukan Pusat, matanya menyipit. Pria tersebut menatap tajam ke arah gadis itu, tetapi tidak mengatakan apa pun.     

Qiu Yi merengut, dia melangkah maju dan berkata, "Kalau saya tidak salah ingat, Jenderal Chu, saya rasa anda bukan pimpinan langsung dari Garnisun Utusan Barat Daya? Anda adalah salah satu ahli strategi Departemen Strategi Militer, bukan komandan garis depan. Mengapa Garnisun Utusan Barat Daya harus menuruti perintah dari anda?"     

Chu Qiao berbalik dengan dingin, merengut dan menatap mata Qiu Yi. "Saya sedang berbicara dengan Yang Mulia. Siapa kamu, berani menyela?"     

"Saya …."     

"AhChu!" Yan Xun berkata dengan nada serius. "Jangan membuat masalah di sini. Pulanglah."     

"Yang Mulia, Garnisun Utusan Barat Daya bertindak tidak sopan dan harus dihukum. Pada hari itu, saya adalah komandan yang bertanggung jawab untuk mempertahankan Kota Bei Shuo, mengambil alih Pasukan Kedua dan Garnisun Utusan Barat Daya. Saat ini, mereka telah melakukan kesalahan, dan ini kesalahan saya. Yang Mulia, tolong hukum saya karena tidak bisa membimbing mereka dengan benar. Mengingat keberanian mereka dalam mempertahankan Chi Du dan Bei Shuo, tolong jangan memberi mereka hukuman berat. Untuk kerugian yang disebabkan oleh Garnisun Utusan Barat Daya, saya bersedia bertanggung jawab penuh." Chu Qiao berdiri di alun-alun yang luas dan memberi hormat dengan formal. Puluhan ribu mata terpaku padanya, tetapi gadis itu tidak merasakan apa pun. Tanpa berkedip, dia menatap Yan Xun dan mengernyit, ekspresinya serius.     

Qiu Yi menjawab dengan marah, "Garnisun Utusan Barat Daya? Kesatuan mereka sudah dibubarkan tiga hari lalu. Bagaimana mungkin pasukan Yan Bei menerima bendera dari pengkhianat?"     

Saat dia berbicara, prajurit dari Garnisun Utusan Barat Daya menjadi marah. Delapan tahun lalu, mereka mengkhianati Yan Bei saat pertempuran di Dataran Huo Lei, membelot ke Kekaisaran Xia dan menyebabkan Yan Shicheng kalah telak. Ratusan ribu prajurit dari Yan Bei kehilangan nyawa mereka; darah mereka menodai gerbang kota Bei Shuo sampai merah. Tumpukan mayat masih menjadi sumber nutrisi bagi bunga Huo Yun di sana, dan membuat bunga-bunga itu mekar dengan warna merah cerah tahun demi tahun tanpa henti. Delapan tahun kemudian, di dalam ibu kota kekaisaran Zhen Huang, Garnisun Utusan Barat Daya memberontak lagi, membelot kembali ke Yan Bei dengan membantu Pangeran dari Yan Bei, Yan Xun, melarikan diri dari Zhen Huang kembali ke kampung halamannya. 'Pemberontakan Zhen Huang' terjadi di tangan mereka. Dengan demikian, Garnisun Utusan Barat Daya dianggap sebagai pengkhianat. Walaupun mereka kuat, mereka tetap dijauhi dan ditolak oleh semua pasukan di seluruh benua. Namun, nama mereka masih tetap belum bersih, walaupun sudah berkorban begitu besar demi melindungi Yan Bei. Bagaimana mungkin mereka tidak marah karena tuduhan Qiu Yi?     

Chu Qiao berbalik dengan dingin dan mengangkat alisnya. Dengan kemarahan di dalam suaranya, gadis itu membalas, "Omong kosong! Yang Mulia sendiri yang menjanjikan kalau Garnisun Utusan Barat Daya bisa kembali ke Yan Bei. Yang Mulia adalah raja dari Yan Bei; dia adalah orang yang memegang kata-katanya. Urusan di masa lalu sudah diselesaikan, tetapi kamu masih menyebut mereka pengkhianat. Apakah kamu sedang berusaha merusak nama baik Yang Mulia? Kata-katamu membawa niat busuk. Sepertinya kamu mata-mata dari Xia!"     

Qiu Yi mengamuk, uratnya menonjol di kepalanya. "Coba bilang lagi!"     

Chu Qiao mendengus dengan remeh dan melanjutkan, "Bendera sebuah pasukan adalah kehormatan terbesar mereka. Garnisun Utusan Barat Daya sudah didirikan langsung oleh kaisar pertama Yan ratusan tahun lalu. Mereka memiliki sejarah yang panjang. Bagaimana bisa dibubarkan begitu saja? Komandan He sudah mengikuti Yang Mulia sejauh ini mulai dari pemberontakan di Zhen Huang, membantunya melewati begitu banyak bencana dan pertempuran. Dia adalah seorang pengikut yang berjasa. 7.000 pasukannya mengalahkan pasukan Xia yang berjumlah 200.000 di Chi Du, sementara pasukannya yang tersisa 2.000 di Bei Shuo kekuatannya setara dengan 40.000 pasukan biasa! Bagaimana mungkin pasukan sehebat itu kesatuannya dibubarkan, dan benderanya dihancurkan? Yang Mulia sangat sibuk. Kurasa kalian para orang bodoh yang menebar pertikaian di dalam pasukan Yan Bei. Kamu sangat jahat dan tidak tahu malu!"     

Qiu Yi mengamuk dan mencabut pedangnya. "Kamu membuat tuduhan tanpa dasar!"     

He Xiao dan yang lainnya berlari ke depan gadis itu dan melindunginya. "Kamu berani maju?"     

"Diam, kalian semua!" Yan Xun perlahan berdiri. Pemuda itu tampak rapi mengenakan pakaian militer, sebuah mantel hitam disampirkan di atas bahunya. Dia mengambil beberapa langkah kecil ke depan. Ke mana pun dia melangkah, orang-orang membuka jalan untuknya. Akhirnya, dia berjalan sampai Chu Qiao dan menatap dahinya yang bersih dan wajahnya yang putih, lalu berkata, "Siapa yang menyuruh kamu kemari?"     

Chu Qiao menggeleng sambil menjawab, "Tidak ada. Saya datang sendiri."     

"Pulang ke rumah. Di sini bukan urusanmu."     

"Urusan Yan Bei adalah urusanku. Aku seorang anggota pasukan, dan aku adalah jenderal dari Garnisun Utusan Barat Daya. Aku harus bertanggung jawab atas kesalahan anak buahku."     

Perlahan Yan Xun merengut, wajahnya menunjukkan ketidaksenangannya. Dengan suara rendah, dia menjawab, "AhChu, apakah kamu tahu apa yang sedang kamu lakukan?"     

Chu Qiao menundukkan kepalanya dan menjawab, "Aku sadar sepenuhnya."     

"Kamu ingin menentangku?"     

"Yang Mulia, anda terlalu keras. Aku hanya mengakui kesalahanku saja."     

Di mana-mana ada kerumunan orang. Sebagian besar prajurit dari Pasukan Pertama dan Kedua ada di sana. Semua orang menahan napas mereka dan menunggu, sambil menatap pria dan wanita yang berada di tengah alun-alun. Salju sedang turun, mewarnai seluruh tempat itu dengan putih pucat. Yan Xun menatap Chu Qiao dengan dingin, kemarahan dan kekecewaan terpancar dari dalam dirinya. Setelah cukup lama, dia berbalik dan mengambil langkah besar ke arah tenda utama. Saat berjalan, dia memerintahkan, "Jenderal Chu dicabut dari gelarnya karena dia sedang sakit. Dia sudah bukan lagi Kepala Marsekal Kota Bei Shuo. Kesalahan dari Garnisun Utusan Barat Daya tidak ada hubungan dengan dirinya. Laksanakan hukuman!"     

"Yang Mulia!" Chu Qiao menengadah dan berseru dengan lantang, menatap pria itu dengan matanya yang melotot.     

"Jenderal, tidak perlu membuang tenaga untuk kami lagi. Pulanglah!" Wen Yang berteriak dengan keras kepala, mulutnya penuh darah.     

Prajurit lainnya berdiri tegak dan berteriak dengan memilukan, "Jenderal! Pulanglah!"     

Chu Qiao mengabaikan permintaan mereka, dan berjalan maju beberapa langkah. Namun, dia ditahan di luar oleh para pengawal. Dengan takut, dia berkata, "Yang Mulia, walaupun Garnisun Utusan Barat Daya telah melakukan kesalahan, mereka tidak pantas untuk mati. Mereka telah setia kepada anda sejak pemberontakan di Zhen Huang. Semua orang bisa menjadi saksi untuk hal itu!"     

Punggung Yan Xun menghadap gadis itu. Mendengar kata-kata gadis itu, Yan Xun berputar perlahan dan berbisik pada gadis itu dengan mengejek, "AhChu, coba kamu yang menilai. Kesetiaan mereka, apakah benar terhadap aku?"     

Di saat itu, Chu Qiao tertegun. Dia merasa seperti sebuah tongkat besar telah menghantam kepalanya. Gadis itu merengut dan menatap Yan Xun dengan tidak percaya. Dia ingin berkata sesuatu, tetapi dia merasa seolah-olah tenggorokannya tersumbat. Angin dingin, dan menyebabkan sakit saat diembuskan ke wajah gadis tersebut. Namun, gadis itu tidak merasakan apa pun selain hatinya yang berubah menjadi dingin dan kebas, seolah-olah hatinya jatuh ke atas tanah bersalju.     

Keheningan menguasai suasana dan salju terus turun. Setelah cukup lama, dengan suara berdentum, Chu Qiao berlutut di tanah, mata dan wajah sakitnya menjadi merah. Dengan suara yang rendah dan serak, gadis itu berkata, "Yang Mulia, aku bersumpah dengan nyawaku bahwa Garnisun Utusan Barat Daya sepenuh hati setia kepada kamu. Kalau kata-kataku mengandung ketidakjujuran. Aku bersedia ditembak panah sampai mati."     

"Oh?" Yan Xun menjawab. "Kamu bersedia bersumpah dengan nyawamu?"     

"Aku bersedia."     

"Selain kamu, siapa lagi yang memercayai mereka?"     

Chu Qiao berbalik badan dan mengamati sekeliling. Para komandan dari Pasukan Pertama berdiri di sana dengan wajah tanpa emosi. Ini wajar karena mereka adalah orang-orang kepercayaan Yan Xun. Namun, ketika Chu Qiao melihat ke arah Pasukan Kedua, ke arah para prajurit yang bertarung bersama dengan Garnisun Utusan Barat Daya, mereka menjadi ragu dan malu-malu. Mereka menundukkan kepala, tidak berani menatap mata gadis muda itu. Tampaknya mereka telah melupakan siapa yang menyelamatkan nyawa mereka ketika mereka di ujung tanduk. Pasukan Kedua, pasukan wajib militer dari warga setempat, pasukan sukarelawan, dan berbagai pimpinan dari pasukan suku, bahkan ajudan Cao Meng Tong …. 20.000 orang ini telah bertempur bersama dengan Garnisun Utusan Barat Daya. Mereka telah mengikuti Chu Qiao dan membantai Zhao Qi, dan juga sudah menghalau serangan dari Zhao Yang tanpa henti. Bagaimanapun, di saat itu, mereka bersikap seolah-olah sejak awal mereka tidak mengenalnya. Mereka berdiri begitu jauh, wajah mereka tidak berekspresi.     

Setiap menit Chu Qiao semakin kehilangan harapan. Angin dingin menerpa tubuhnya yang rapuh; tanah bersalju ini adalah sepetak yang berwarna putih. Gadis itu menatap Yan Xun, pria yang selalu berdiri di sisinya selama delapan tahun. Kata demi kata, dia ucapkan, "Aku memilih untuk percaya kepada mereka. Aku bersumpah demi kehormatanku terhadap Yang Mulia." Setelah selesai berbicara, gadis itu memberi hormat di atas lantai dengan keras, dahinya mendarat dengan keras di permukaan bersalju, punggungnya yang biasa selalu tegap, membungkuk ke arah tanah. Angin meniup mantelnya, semakin menggambarkan sosoknya yang kecil dan rapuh.     

"Jenderal!" para prajurit berteriak dari atas panggung. Mereka tidak takut mati, tetapi pada saat itu, sebuah perasaan yang khidmat muncul dari dalam hati mereka. Bersama-sama, mereka berteriak dengan keras, "Jenderal! Berdiri! Kami siap menanggung kesalahan kami. Kami bersedia menerima hukuman mati!"     

Chu Qiao tidak bergerak dan terus berlutut di tanah. Suara di latar menjadi semakin samar dan badai menjadi semakin kencang. Kerumunan orang itu menjadi kacau; banyak suara yang terdengar dari semua penjuru. Tetapi, gadis itu tidak mendengar apa pun, dia memilih untuk menunggu suara dari atas kepalanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.