Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 102



Bab 102

0Pria itu tertawa lagi untuk sejenak. Melihat tidak ada yang menyahut, dia tertawa dua kali lagi lalu berhenti. Pria itu tiba-tiba teringat sesuatu dan berkata, "Lewat sini. Kita sudah hampir sampai … hampir sampai. Saya baru membeli beberapa budak wanita dari Kota Xian Yang. Mereka sangat cantik dan sudah berdandan. Heh, mereka sedang menanti anda, Tuan."     

Langkah kaki itu berhenti tepat di samping tempat Chu Qiao bersembunyi. Tubuhnya menjadi kaku. Dengan memegang belatinya di tangan, dia menarik napas dalam perlahan dan mengernyit.     

Suara rendah terdengar. Tampaknya pria itu sedang pilek. Suaranya serak dan sengau. "Kota Xian Yang?"     

"Betul," pria itu tertawa. "Heh, Tuan. Anda tahu kalau orang-orang Xia memiliki aturan yang lebih santai mengenai budak. Sedangkan untuk harga, heh, lebih murah daripada di Kekaisaran Tang. Beberapa waktu lalu, Cui Sima dari Kantor Sekretaris pergi ke Kota Xian Yang untuk menjalankan tugas. Dia memilihkan budak-budak ini untukku. Tuan, apakah anda menginginkan mereka?" Tuan itu berpikir cukup lama, sebelum menjawab, "Mari kita lihat."     

Pejabat itu merasa girang. Dengan wajah penuh senyuman, dia pergi, beserta orang-orang yang mengikutinya.     

Chu Qiao menghela napas lega. Dia tahu dirinya sudah memilih waktu yang tepat untuk berkunjung, karena ada tamu penting di kediaman itu malam ini. Namun, dia tidak tahu persis siapa orang dari Xia yang bisa menikmati layanan semewah ini. Tanpa memikirkannya lagi, dia berdiri dan berlari ke arah sebaliknya.     

Di dalam kegelapan, gerakan Chu Qiao bagaikan musang—ringan dan lincah. Tetapi, saat dia bersiap untuk berjalan melewati serambi, dia tergelincir. Saat dia mau memantapkan pijakannya, dia menyadari kalau tadi dia menginjak lumut.     

Apakah ada yang mendengarnya? Jantung Chu Qiao berdetak kencang saat dia berpikir sendiri.     

Tiba-tiba, sebuah suara dingin terdengar, "Siapa di sana?" Suara ini rendah. Dalam sekejap, dia sudah muncul di ujung serambi. Itu adalah pemilik suara tadi!     

Chu Qiao menggenggam erat belatinya. Dia menarik napas dalam, merengut, dan tetap diam. Tuan muda itu, melihat dia tidak berkata apa-apa, tertawa dingin. Dengan satu lompatan, dia mengambil dua langkah ke atas, memanjat tiang itu. Dia memegang tiang itu dengan satu lengan, dan melompat ke atas atap dengan lengan lainnya!     

Malam itu gelap gulita; awan gelap menyelimuti bulan. Di tengah kegelapan, pria itu terlihat tinggi dan tegap. Lengan bajunya berkibar di udara saat tertiup angin, memancarkan aura yang jahat dan mengancam.     

Kelopak mata Chu Qiao berkedut, amarah mengisi hatinya. Dia tahu kalau menunggu akan memberi waktu kepada bala bantuan lawan untuk tiba. Tanpa basa-basi, dia melompat ke udara, mengayunkan belatinya. Musuhnya tidak berkata apapun, menangkap tangannya dengan buas. Tangannya yang satu lagi melayang menuju leher Chu Qiao dengan cepat!     

Chu Qiao, sadar akan keadaan itu, melengkungkan punggungnya untuk menghindari serangan lawannya. Dengan bersalto ke belakang, dia mendarat di tanah, jauh dari musuhnya. Dalam sekilas, keduanya mendaratkan pukulan di bahu satu sama lain. Dengan suara berdentum, Chu Qiao merasakan nyeri di bahunya. Dia menendang ke arah lawannya dengan keras, namun meleset dari titik vitalnya dan justru menghantam kakinya. Tulang kering mereka beradu, membuat keduanya mati rasa di kaki masing-masing. Mereka melangkah mundur, menatap dingin pada pihak lawan.     

Suara langkah kaki mendekat dari sisi lain. Kelihatannya, para pengawal sebelumnya telah berbalik kembali. Chu Qiao mengumpat di dalam hati. Dia tidak menyangka akan bertemu lawan sehebat ini di kediaman ini. Kalau dia sampai terkepung, dia pasti akan tewas.     

Dalam sekejap mata, dia menyerang lawannya lagi. Gerakannya sangat cepat, keji, dan membawa nafsu membunuh! Musuhnya juga bukan orang yang berbaik hati. Dengan tawa dingin lainnya, musuhnya itu melempar benda yang sedang dipegang di dalam tangannya ke arah Chu Qiao.     

Chu Qiao berhenti melangkah. Sebelum dia bisa memaki musuhnya karena taktik kotor itu, orang itu berlari cepat ke depan Chu Qiao, menangkap pergelangan tangannya dan mendekat.     

Chu Qiao membalas dengan tatapan dingin. Dengan memuntir tubuhnya, dia bersalto, kaki kirinya mendarat di bahu pria itu dengan keras. Pria itu mengerang dan terengah-engah, napasnya yang beraroma alkohol menerpa wajah Chu Qiao. Pria itu tidak terpengaruh oleh pukulan itu. Dengan langkah lebar, dia meraih pinggang Chu Qiao. Namun, karena lumut di atap, mereka berdua tergelincir dan terjatuh ke bawah! Serambi itu tidak terlalu tinggi ataupun rendah, sekitar tiga meter dari tanah. Kalau mereka jatuh, walau tidak akan mati, tetapi mereka akan terluka parah.     

Mereka berdua, dengan bersamaan bagaikan ikatan batin, melepaskan satu tangan untuk menopang diri masing-masing di atas atap. Di saat ini, pria itu menendang, menahan kaki Chu Qiao. Saat Chu Qiao mau membalas, pria itu mendekat ke depan sambil bersalto, dan mengarahkan tinjunya ke dada Chu Qiao!     

Chu Qiao terkejut. Dia mengangkat kakinya yang lain, menatap pria itu dengan galak. Dia bersumpah kalau pria itu terus melanjutkan serangannya, ia akan membuat supaya pria itu tidak akan bisa mengangkat kepalanya sebagai seorang pria lagi di masa depan!     

Seperti yang diduga, pria itu menebak niat Chu Qiao. Dia mundur, dan mengubah posisinya! Dua bunyi hantaman kecil terdengar di malam itu. Rasa sakit yang hebat menerpa mereka berdua!     

Tangan pria itu mendarat dengan keras di bahu Chu Qiao, sedangkan kaki Chu Qiao menghantam betis pria itu. Belatinya terlempar dari tangannya dan jatuh di atap miring serambi itu, meluncur ke tanah dengan suara nyaring.     

Chu Qiao berdiri. Sebelum dia berdiri tegak, embusan angin menerpa wajahnya. Chu Qiao mengangkat alisnya dan menendang orang yang menyerangnya, berpikir orang itu akan menghindar. Di luar dugaan, dia menerima tendangan itu, tanpa bersuara. Pria itu berlari ke depan, mengulurkan sebelah tangan, dan meraih dada Chu Qiao!     

Di saat itu, mereka berdua terkejut! Terasa empuk. Walaupun tidak besar, namun terasa sangat elastis dan nyaman dipegang! Pria itu tiba-tiba menyadari jenis kelamin dari pembunuh di hadapannya. Dia terkejut, dan tiba-tiba lupa gerakannya, dan juga lupa melepaskan cengkeramannya.     

Chu Qiao mendengus. Dengan gerakan cepat, dia menarik pinggang pria itu. Dengan tendangan berputar, ia menghantam pinggang pria itu. Pria itu mengerang, mundur sambil terhuyung-huyung. Chu Qiao ingin melanjutkan serangannya, namun dia menyadari langkah kaki tadi mendekat dengan cepat. Dia menatap pria itu dengan dingin, lalu berbalik badan, dan melompat turun dari serambi dengan lincah. Sebelum pasukan tiba, dia telah menghilang di dalam kegelapan.     

Para penjaga memanjat serambi itu dengan tangga mereka. Walikota Tian terhuyung-huyung ke depan, menyeka keringat dingin dari wajahnya. Dia bertanya dengan waspada, "Tuan? Tadi itu siapa?"     

Pasukan memanjat naik ke atas serambi dari semua arah, memegangi obor mereka. Pria ini tampan, dengan mata yang hitam pekat. Dia memakai pakaian ungu yang mencolok, dan ada bagian yang tersobek di dadanya. Sepertinya, Chu Qiao telah mengantungi potongan kain itu saat mereka bertarung tadi.     

"Pembunuh gelap," Tuan itu berkata dengan perlahan. Walikota Tian terkejut. Dia berteriak, "Ah! Pembunuh! Kabari seluruh kediaman untuk mengejar pembunuh itu!"     

Suara genderang yang keras terdengar di seluruh Kediaman Cheng Shou. Obor-obor menyinari sekitarnya, menerangi seluruh kediaman!     

"Walikota Tian," Pria itu berputar dan melihat padanya, "beri tahu anak buahmu untuk menangkap pembunuh itu hidup-hidup. Jangan menggunakan panah ataupun senjata."     

Walikota Tian terkejut. Dengan buru-buru, dia menjawab, "Sesuai kehendak Tuan."     

Angin membuat lengan baju pria itu terbang di udara. Dia menatap ke arah Chu Qiao melarikan diri, memikirkan gerakannya, dan merengut diam-diam.     

Chu Qiao sedang kebingungan. Di luar sudah terang. Ditambah lagi dengan pasukan yang berpatroli, tidak peduli betapa hebatnya dia, ia tidak bisa kabur. Saat dia memikirkan tentang tuan sialan itu, dia menggertakkan giginya dengan marah.     

"Jangan sampai aku melihatmu lagi!" Chu Qiao bergumam pada dirinya sendiri. Dia memegang sebuah liontin giok di tangannya, yang dia ambil dari pria itu saat mereka bertarung. Walaupun Chu Qiao tidak melihat wajah pria itu, dia akan bisa mengenali pria itu cepat atau lambat dengan liontin ini. Chu Qiao mendidih karena marah, mengingat bagaimana pria itu meraba dadanya.     

Ini artinya perang.     

Chu Qiao bersembunyi di balik sebuah layar pembatas di ruangan yang didekorasi dengan baik. Tiba-tiba, dia mendengar suara yang lembut dari dalam. Tampaknya, wanita pemilik ruangan ini terbangun. Wanita itu berpakaian minim. Setengah dari dadanya yang montok menonjol keluar. Dia meregang dengan malas, berjalan menuju layar pembatas itu.     

Chu Qiao sedang berpikir antara memperlihatkan dirinya atau bersembunyi, namun sebelum dia sempat menghindar, mata mereka berdua bertemu.     

Wanita itu membuka mulutnya hendak berteriak, namun sebelum dia sempat melakukannya, Chu Qiao mencengkeram lehernya. Mata wanita itu memutar ke belakang, lalu ia pingsan ke tanah.     

Sepertinya dia akan harus bersembunyi di sini sepanjang malam.     

Saat Chu Qiao memindahkan wanita itu ke atas, suara langkah kaki terdengar dari luar kamar. Chu Qiao terkejut. Suara Walikota Tian yang memuakkan terdengar dari luar. "Tuan, ini adalah ruangan budak wanita baru itu. Dia masih perawan dan belum pernah disentuh siapapun. Silakan menikmati."     

Ber*ngsek! Chu Qiao terperangah.     

Pintu di dalam ruangan itu dihiasi aroma pinus. Saat pintu terbuka, aroma yang wangi melayang ke dalam kamar bersama angin. Tuan itu telah berganti pakaian, dan kini memakai jubah panjang keemasan dengan sepasang sepatu bot hijau. Botnya disulam dengan pola naga, yang terlihat sangat indah. Pola itu disembunyikan dengan garis luar yang warnanya sama, terlihat biasa dari luar, namun memancarkan aura yang megah saat diperhatikan dengan saksama.     

Ruangan itu remang-remang, dengan hanya dua sumber cahaya di sisi utara dan selatan kamar. Sumber cahaya itu ditutupi dengan kain merah muda, memberi ruangan itu suasana yang intim. Seorang gadis muda memakai gaun terbuka berwarna merah persik sedang bersujud di lantai saat melihat seseorang memasuki ruangan. Dia bersujud memberi hormat, dengan kepalanya menyentuh lantai. Dari atas, kulit putih di lehernya bisa terlihat.     

Wajah Walikota Tian masih pucat. Tetapi, dia masih bisa berbicara dengan cukup tenang, "Tuan, silakan beristirahat. Saya permisi dahulu."     

Tuan itu mengangguk dan menjawab, "Terima kasih atas keramahan anda, Tuan Tian."     

Walikota Tian membungkuk dan mengangguk. Sebelum pergi, dia berkata kepada gadis muda yang sedang berlutut itu, "Layani Tuan dengan baik. Mengerti?"     

Gadis muda itu meringkuk rendah di tanah dengan hati-hati. Dengan lembut, dia menjawab, "Baik." Suaranya enak didengar dan menenangkan, tetapi terdengar sengau, seakan-akan dia baru saja bangun. Tuan itu tidak berkomentar dan begitu pula Walikota Tian. Setelah melambai pamit kepada tuan itu, Walikota Tian melangkah keluar dari ruangan itu dan menutup pintu dengan hati-hati.     

Suara langkah kaki menjadi samar, namun masih bisa terdengar setidaknya ada dua puluh penjaga yang ditempatkan di luar ruangan. Mereka sangat ahli dan bukan orang biasa.     

Cahaya di dalam ruangan berkedip. Penglihatan di dalam ruangan agak buram. Sebuah kasur besar terletak di tengah ruangan. Itu tidak terlihat seperti kasur, melainkan seperti matras raksasa di atas lantai. Bahkan jika ada lima atau enam orang di atas kasur itu, masih ada ruang kosong. Sebuah seprai merah membungkus kasur itu, beserta bantal-bantal yang tebal dan selimut yang lembut. Sebuah tirai mutiara menggantung di depan kasur. Tidak ada angin di dalam kamar, namun tirai itu seperti hidup, bergerak-gerak sendiri. Di bawah cahaya remang-remang, mereka memancarkan aura yang megah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.