Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 235



Bab 235

0Saat angin bertiup ke dalam ruangan, selembar kertas kuning tergeletak di atas tanah. Itu adalah kertas yang digunakan kaisar untuk menuliskan titah kekaisaran. Chu Qiao berjalan ke dalam istana tersebut, melangkahi selembar kertas itu. Dia menatap bayangan yang bersembunyi di balik tirai dengan tenang, lalu berkata dengan nada berat, "Aku di sini untuk mencabut nyawamu."     

Zhan Zi Yu tertawa dan menjawab dengan suara tenang, "Aku tidak menyangka itu kamu."     

"Aku tidak pernah mengira bahwa pertemuan kita berikutnya akan seperti ini. Dulu kamu orang yang sudah terpuruk. Untuk mencapai posisi sekarang dalam lima tahun, itu pasti tidak mudah."     

Chu Qiao dengan tenang melanjutkan dengan ekspresi yang datar.     

Zhan Ziyu tertawa lagi dan menjawab, "Apakah kamu sedang mencoba menghiburku? Tidak buruk juga. Tidak mudah juga untuk dipuji oleh Jenderal Xiuli yang terkenal."     

Chu Qiao mempertahankan sikap tenangnya dan bertanya, "Apakah kamu punya keinginan terakhir?"     

Ekspresi sedih melintas di wajah Zhan Ziyu. Dia mengerutkan kening dan berkata dengan geram, "Aku merasa tidak puas kalau aku tidak membunuh para bangsawan Tang yang munafik ini." Pria itu melanjutkan, "Jenderal Chu, mengapa keluarga Li boleh memerintah negara ini, tetapi aku tidak boleh? Bukankah keluarga Li juga mendapatkan kerajaan ini dari keluarga penguasa sebelumnya? Mengapa mereka adalah penguasa sebenarnya di negeri ini, sementara aku disebut pemberontak?" Ekspresi bangga mulai muncul di wajah Zhan Zi Yu. Dia memandang ke arah atap, ekspresi penuh ambisi muncul di wajahnya. "Lagi pula, aku hanya mengambil kembali apa yang keluarga Li utang kepadaku. Apa yang salah dengan itu?"     

Chu Qiao tidak bergeming dan gadis itu berkata dengan tenang, "Itu permusuhan pribadi kalian. Itu bukan urusanku." Chu Qiao melangkah maju perlahan; suara langkah kakinya bagaikan genderang tengah malam yang ditabuh dan bergema di sekitar dinding istana.     

"Kamu membunuh seseorang yang berharga bagiku. Aku akan membunuhmu untuk membalaskan dendamnya." Saat gadis itu menarik pedangnya dari sarungnya, pedang itu mengeluarkan kilau perak menyilaukan yang menyinari Zhan Zi Yu, memantulkan kemilau cahaya putih ke wajah pria tersebut.     

"Apa lagi yang ingin kamu sampaikan?"     

"Lepaskan saudariku. Dia hanya seorang wanita. Dia melakukan semuanya demi aku."     

Chu Qiao menatap pria itu dan terdiam cukup lama karena gadis itu mulai merasakan kesedihan di dalam hatinya. Angin bertiup ke arah mereka dari jauh, menarik-narik lengan baju mereka.     

"Maaf, aku tidak bisa melakukan itu."     

Semburat darah merah tua muncrat ke pakaian Chu Qiao yang berwarna gelap, perlahan kehilangan warna merahnya saat meresap ke dalam kain.     

Chu Qiao membungkuk dan mengambil kepala pria itu dari lantai. Rambut hitam legam pria itu disisir rapi; kulitnya putih. Ekspresinya lembut, seolah-olah dia sedang tertidur. Darah ada di mana-mana di dekat lehernya, di mana kepalanya terputus. Itu adalah pemandangan yang mengerikan.     

Wush! Chu Qiao melemparkan kepala itu ke tangan seorang pengawal lain dan menyatakan dengan nada berat, "Gantung kepala itu di gerbang istana dan biarkan para prajurit dari Pasukan Pusat melihatnya." Ketika dia menyelesaikan kalimatnya, Chu Qiao berjalan keluar dari Istana Ling Xiao, naik ke atas kudanya, dan memerintahkan kepada orang-orang di sebelah kiri dan kanannya, "Ke Istana Rou Fu."     

Bulan telah merayap ke atas lapisan awan tanpa disadari, membuat tempat itu terlihat sepi. Ketika Istana Ling Xiao mulai tenang, para prajurit yang mengenakan baju besi meninggalkan istana, hanya meninggalkan tumpukan mayat. Burung-burung gagak di langit menggaok; sayap hitam mereka tampak seperti bendera kematian. Di istana yang kosong itu, mayat tanpa kepala duduk tegak di atas kursi emas itu, membuat suasana semakin menyeramkan.     

Pertempuran di Istana Rou Fu telah berakhir saat itu. Tie You dan Sun Di tiba bersama, noda darah terlihat di tubuh mereka, yang menunjukkan betapa sengit pertempuran sebelumnya. Chu Qiao melompat dari kudanya dan berkata kepada Sun Di, "Sudah merepotkan kalian."     

Sun Di menepisnya dengan sebuah tawa dan menjawab, "Tidak apa-apa. Hanya saja makanan di dalam istana payah. Berat badan saya turun cukup banyak."     

"Nona, kami telah menangkap Selir Zhan," kata Tie You dengan nada berat.     

Chu Qiao mengangkat alisnya dan bertanya, "Apakah kaisar baik-baik saja?"     

Tie You juga mengangkat alisnya dan menjawab, "Hanya sedikit terkejut saja."     

"Itu bagus." Chu Qiao menghela napas lega dan melanjutkan, "Lalu mengapa kamu begitu murung?"     

"Permaisuri Yuan telah bunuh diri. Ketika kami menerobos masuk, dia berpikir bahwa kami adalah orang-orang Selir Zhan. Sebelum kami berbicara, dia sudah membenturkan kepalanya ke dinding dan mati."     

Chu Qiao mengerutkan keningnya, tidak mengira kalau keluarga Yuan akan menunjukkan sikap pengecut seperti itu. Dirinya telah dengan susah payah membuka jalan keluar untuk ibu dan anak itu, tetapi sang ibu meninggal begitu saja, tanpa mengeluarkan suara.     

"Nona," Sun Di melangkah maju dan menyatakan dengan nada berat, "kakak adik Zhan telah membunuh kaisar sebelumnya dan berkolusi dengan sindikat-sindikat lain untuk bersekongkol melawannya saat mereka mengincar takhta. Bukti terhadap mereka ada di sini. Kita dapat mengungkapkan ini kepada dunia besok dan membongkar kejahatan mereka."     

Chu Qiao menerima surat-surat itu dari Sun Di. Itu hanya beberapa lembar kertas, tetapi rasanya luar biasa berat ketika gadis itu memegang kertas-kertas tersebut di tangannya.     

"Biarkan aku keluar! Dasar budak! Biarkan aku keluar!" Serangkaian jeritan yang menyayat hati tiba-tiba bergema keluar dari istana tidak jauh dari sana. Istana Rou Fu yang megah telah menjadi puing-puing sementara api terus menghanguskan bangunan tersebut, meninggalkan debu dan puing-puing di mana-mana. Zhan Zi Ming mengenakan pakaian berwarna merah cerah saat dia memberontak dan berjuang untuk keluar dari istana, dengan dua orang pelayan menghalangi jalannya. Matanya merah; sikap bangsawannya telah menguap.     

Ketika dia melihat Chu Qiao, Sun Di, dan yang lainnya, wanita itu terpaku. Sambil menatap Chu Qiao, Zhan Zi Ming bertanya, "Di mana kakakku?"     

Chu Qiao menjawab dengan datar, "Mati."     

Seakan-akan Zhan Zi Ming telah memperkirakan tibanya hari ini. Setelah cukup lama, wanita itu tertawa dengan getir. Suaranya sudah pasrah dan tatapan yang cerah di mata wanita itu telah memudar. Dia menatap Chu Qiao dan bertanya dengan tenang, "Apakah kamu membunuhnya?"     

"Betul."     

"Bagus, bagus. Orang yang disukai pria itu memang cakap. Tidak heran dia hanya tulus padamu saja."     

Chu Qiao menatap wanita cantik yang telah ditelan oleh kegilaan itu, dengan tatapan iba. Melalui wajahnya yang cantik, gadis itu tampaknya membaca pikiran di lubuk hatinya yang terdalam.     

"Apa rencanamu untuk menangani Rong Er?"     

"Dia bukan hanya anakmu. Dia juga anak Li Ce. Aku akan merawatnya dengan baik."     

Zhan Zi Ming mengangguk dan tertawa getir. "Bagus. Tanganku sudah penuh darah. Aku membunuhnya. Kalau bukan demi Kakak, aku juga tidak akan terus bertahan hidup. Bunuh aku."     

Pada saat itu, Chu Qiao melihat hati wanita itu yang sudah hancur berkeping-keping melalui senyum pasrahnya. Setelah mengagumi kakak laki-lakinya sejak kecil, Zhan Zi Ming menuruti Zhan Zi Yu dan mengikuti semua pengaturan pria tersebut. Namun, ketika dia memasuki istana, Zhan Zi Ming tidak bisa menahan dirinya jatuh cinta kepada Li Ce. Mungkin, dia tidak menyadari hal ini, sampai ketika dia melaksanakan rencana untuk membunuh Li Ce. Saat itulah Zhan Zi Ming mengerti apa yang sebenarnya dirinya rasakan terhadap pria itu. Pada hari itu, di luar Istana Yi Xin, kesedihan yang dirasakan wanita itu sepertinya bukan dibuat-buat. Sayangnya, dari dua orang pria yang dia cintai, satu tidak mencintainya, sementara yang lain tidak bisa mencintainya. Pada akhirnya, wanita itu telah dipermainkan oleh nasib.     

"Berikan arak beracun kepada Selir Zhan." Chu Qiao berbalik dengan tegas dan mengambil langkah besar keluar dari istana. Angin bertiup kencang dan kegelapan menyelimuti daratan. Di gerbang Istana Jin Wu sangat terang, sementara suara-suara teriakan perlahan memudar. Suara pertempuran menembus udara. Bau dari puing-puing, darah, dan jiwa-jiwa yang telah meninggal menyambut gadis itu, dan mengelilinginya dari segala arah.     

Chu Qiao memegang pedangnya di tangan dan dia mengenakan pakaian yang bernoda darah. Dia berdiri tegak, dengan para prajurit berbaju hitam di sebelah kiri dan kanannya, sementara istana terbakar hingga rata dengan tanah di belakangnya. Tatapannya dingin saat dia melihat ke arah cakrawala. Di atas cakrawala, daerah-daerah sepi di utara seolah memanggil. Gadis itu tidak berkedip, seolah sedang menatap seseorang. Namun, sorot matanya kosong.     

"Selir Zhan telah mangkat …" kata kasim dengan lantang.     

Matahari terbit, menandakan akhir dari malam yang panjang itu. Namun, apa yang diperlukan untuk menghilangkan kegelapan di dalam hati gadis itu? Takdir bagaikan api liar yang tak terkendali, membakar dirinya hingga tak bisa dikenali lagi. Keinginan dan harapan untuk masa depan sudah benar-benar dihancurkan oleh api ini, bersama dengan segala emosi kelemahan, kesedihan, kebajikan, kebaikan, dan pandangan gadis itu terhadap idealisme. Gadis ini akan berdiri tegar dan melindungi semua yang berharga baginya. Jika ada yang berani melangkahi batas-batasnya, Chu Qiao akan memastikan bahwa mereka membayar mahal untuk itu.     

"Bibi!" terdengar suara seorang anak kecil saat anak itu melompat ke dalam pelukan Chu Qiao. Sang Kaisar menangis hingga matanya merah begitu juga pipinya tampak merah karena terus menangis.     

"Ibu sudah mati! Bibi, ibu Yi Er sudah mati!" Anak itu masih muda, tetapi dia mewarisi wajah tampannya dari Li Ce.     

Gadis itu berjongkok dan memeluk anak itu dengan erat. Seluruh tubuh gadis itu dingin, namun hatinya terasa hangat. Ini adalah anak Li Ce, kekaisaran pria itu, rumah pria itu. Li Ce telah menjaga dirinya selama bertahun-tahun; sudah waktunya Chu Qiao membalas budi.     

"Yi Er, jangan takut. Kamu masih ada Bibi."     

"Nona." Mei Xiang berdiri di samping, menggendong anak lain di tangannya.     

Chu Qiao berdiri dan perlahan berjalan mendekat, menyadari kalau anak itu adalah putra dari Zhan Zi Ming, Li Qing Rong. Anak ini, yang telah lahir sebagai Raja Rong, sedang tertidur lelap, sama sekali tidak tahu menahu tentang badai yang ditimbulkan oleh kelahirannya. Kedua orang tuanya telah meninggal secara berturut-turut, meninggalkan tanah yang sudah terluka ini dan kekaisaran yang sedang terguncang ini di dalam tangannya.     

"Nona, lihatlah betapa lelapnya Pangeran Ketiga." Mei Xiang sudah mulai menyukai anak itu dan dia menyerahkan anak itu kepada Chu Qiao, sambil tertawa.     

Chu Qiao menggendong anak itu di kedua tangannya, lalu membangunkan anak itu. Anak itu menguap dengan tidak sabar, lalu menyipitkan matanya dan melirik ke Chu Qiao. Anak itu benar-benar mirip dengan Li Ce.     

Air mata mulai menggenang di mata Chu Qiao. Dia memeluk anak itu dengan erat, menempelkan pipinya ke pipi anak itu. Sebuah perasaan hampa mulai muncul dari dalam hatinya lagi.     

"Jenderal, putra Tetua Liu, Liu Yuan Zong, sedang berdiri di luar Gerbang Qi Nan bersama sekelompok pelajar dan pejabat. Mereka sedang menanyakan apa yang terjadi. Apakah sang kaisar baik-baik saja?"     

Chu Qiao mendongak dan gadis itu sudah kembali ke wajahnya yang dingin. Dia berkata kepada He Xiao, "Kabari para tetua kalau Raja She Zheng, Zhan Zi Yu, bersekongkol dengan Selir Zhan untuk menggulingkan takhta kaisar sebelumnya. Permaisuri Yuan meninggal di tengah kekacauan ini, namun sang kaisar baik-baik saja. Orang-orang jahat telah dilenyapkan. Beri tahu para tetua agar mereka jangan khawatir."     

He Xiao pergi melaksanakan perintahnya dengan sigap. Tak lama kemudian, teriakan "Hidup sang Kaisar!" mulai terdengar dari luar gerbang istana.     

Seorang pengawal kembali dengan membawa kabar berikut ini, "Liu Yuan Zong bersumpah setia kepada Jenderal Chu, bersama dengan seluruh pejabat istana Tang. Pertempuran di Gerbang Selatan, Utara, dan Gan Guang telah berhenti. Para pemberontak dari Pasukan Pusat telah ditangkap. Kami sedang menunggu Jenderal Chu untuk menangani mereka."     

Saat gerbang istana terbuka, seluruh pejabat Tang berdiri di bawah tangga giok istana. Matahari terbit tinggi di langit, menunjukkan kembalinya Tang ke masa depan cerah yang akan datang, Chu Qiao menggandeng tangan sang kaisar saat mereka berjalan menaiki tangga giok itu perlahan-lahan.     

"Hidup sang Kaisar!"     

Kilauan emas dari matahari menyinari pakaian hitam gadis itu. Kata "Xiuli" sedikit terlihat di bendera yang putih kemerahan. Saat angin berembus, pemandangan itu kembali terlihat sepi lagi.     

"Bibi," sang kaisar memanggil dengan nyaring sambil menunjuk ke kursi emas, dia gemetar ketakutan. Sambil cemberut, dia melanjutkan, "Aku tidak ingin duduk di sana."     

Chu Qiao berjongkok dan membelai wajah anak itu dengan lembut. "Yi Er, tempat itu terbuat dari darah dan daging ribuan orang. Tempatmu di sana. Kedua orang tuamu meninggal demi itu. Kekaisaran Tang berada di tanganmu sekarang. Semua orang di sini, termasuk leluhurmu di atas langit, sedang mengawasimu. Kamu tidak boleh menolak tanggung jawab ini."     

Kaisar tampak tercengang karena kata-kata gadis itu. Dia menarik gadis itu dan bertanya, "Bagaimana dengan Bibi. Apakah kamu juga sudah tidak menginginkan aku lagi?"     

Chu Qiao membantunya naik ke atas singgasana sambil berkata perlahan, "Bibi akan membantumu, tetapi pada akhirnya kamu harus menanggung beberapa hal sendiri."     

Chu Qiao berbalik saat semua orang yang hadir di sana bersujud untuk memberi hormat, mengejutkan burung-burung yang sedang berputar-putar di atas langit. Mereka tidak tahu kepada siapa mereka sedang memberi hormat. Apakah kepada pangeran muda di atas singgasana, atau wanita muda yang memegang komando Pasukan Serigala dan Pasukan Xiuli? Tidak ada sedikit pun masa yang damai dan tenang, seperti yang telah terjadi selama ini, di tengah permainan pikiran yang sedang berlangsung di tengah peristiwa yang menggembirakan ini.     

Ketika debu di balik kekacauan ini mereda, langkah berikutnya dari permainan catur ini telah diambil. Tidak ada lagi ruang untuk mundur.     

Li Ce, istirahatlah dengan tenang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.